Ulil bukan Intelektual tapi Intele'tual

Rabu, Maret 21, 2012


Menangkal Kesesatan-kesesatan pandangan
Ulil Abshar Abdalla

 


                  Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah membimbing kita meyakini kebenaran akidah-akidah para ulama salafussholih dan menyelamatkan kita dari kesesatan orang-orang kafir dan munafik. Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagi-Nya. Kesaksian yang akan menyelamatkan mereka yang meyakininya dari fitnah kubur dan siksa neraka. Dan saya juga bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan rasul-Nya. Nabi yang menjadi suri teladan bagi orang-orang shalih. Shalawat, salam dan keberkahan semoga senantiasa tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para sahabat yang suci. Amma ba’du
 
Adanya gerakan yang berusaha menghancurkan Islam atas nama NU. Gerakan ini muncul dengan kemasan baru yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh NU dan dari berbagai kalangan semisal Nurkholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Masdar Farid Mas’udi, Said Aqil Siradj, Azyumardi Azra, Luthfi Syaukani, Jalaluddin Rahmat, Budhi Munawwar Rahman, Alwi Shihab dan Ulil Abshar Abdalla. Saya tidak menyangka gerakan mereka akan sampai meruntuhkan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dasar-dasar dan akidah Islam sebagaimana pandangan-pandangan Ulil Abshar yang dimuat dalam harian Kompas.

Di dalam risalah kecil ini saya berniat untuk menulis akidah-akidah saya dan guru-guru saya serta ulama salaf seputar Islam, syariat Islam, dan nabi Muhammad SAW . Tulisan ini adalah argumentasi dari saya kepada Allah bahwa saya tidak setuju dengan sepak terjang mereka. Barangkali dengan tulisan ini mereka kembali ke jalan yang benar dan memohon ampunan kepada Allah.
Di bawah ini adalah tulisan-tulisan berbahasa Indonesia dari Ulil Abshar Abdalla yang selanjutnya atas izin Allah kami akan memberikan tanggapan-tanggapan menyangkut persoalan akidah-akidah yang benar di bawahnya. Kami memohon kepada-Nya agar kami senantiasa memegang teguh aqidah tersebut dan menghidupkan serta mematikan kami dalam keadaan meyakini kebenarannya . Sesungguhnya  Dia adalah Dzat yang membimbing siapapun yang dikehendaki untuk menempuh jalan yang benar. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi-Nya yang mulia Muhammad SAW, keluarga, dan para Shahabat. 

MENYEGARKAN KEMBALI PEMAHAMAN ISLAM


Saya meletakkan Islam pertama-tama sebagai sebuah “organisme” yang hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi perkembangan manusia. Islam bukan sebuah monument mati yang dipahat pada abad ke 7 Masehi, lalu dianggap sebagai “patung” indah yang tak boleh disentuh tangan sejarah.
Saya melihat kecenderungan untuk “memonumenkan” Islam amat menonjol saat ini. Sudah saatnya suara lantang dikemukakan untuk menandingi kecenderungan ini.
§
Kami meyakini bahwa Islam adalah satu–satunya agama haq yang diridloi Allah SWT. Yang mana setelah diutusnya nabi Muhammad SAW Dia  tidak akan menerima agama apapun yang kita peluk selain Islam. Islam bukanlah organ tubuh, binatang, manusia, atau makhluq apalagi patung yang dimonumenkan.
Saya mengemukakan sejumlah pokok pikiran di bawah ini sebagai usaha sederhana menyegarkan kembali pemikiran Islam yang saya pandang cenderung membeku, menjadi “paket” yang sulit didebat dan dipersoalkan: paket Tuhan yang disuguhkan kepada kita semua dengan sederhana, take it or leave it ! Islam yang disuguhkan dengan cara demikian, amat berbahaya bagi kemajuan Islam sendiri.
§
Kami meyakini bahwa Islam telah meraih ketinggian dan keagungan dengan dirinya sendiri. Ketinggian dan keunggulan Islam atas agama lain tidak membutuhkan kemajuan dan peradaban ummatnya. Malapetaka yang menimpa ummat Islam dan dosa-dosa mereka tidak bisa ditimpakan kepada Islam tetapi kepada ummat Islam.
Jalan satu-satunya menuju kemajuan Islam adalah dengan mempersoalkan cara kita menafsirkan agama ini. Untuk menuju ke arah itu , kita memerlukan beberapa hal.
Pertama, penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kontekstual, dan sesuai dengan denyut nadi perubahan manusia yang sedang dan terus berubah.
§
Islam adalah satu-satunya agama Haq, meskipun dunia dan seisinya mengalami perubahan. Allah berfirman:
) إن تكفروا فإن الله غني عنكم ولا يرضى لعباده الكفر وإن تشكروا يرضه لكم (
 “Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridloi kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridloi bagimu kesyukuranmu itu” (QS Azzumar:7).
Kedua, penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang merupakan nilai fundamental. Kita harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam yang  merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak.
§
Islam tidak terpengaruh oleh kultur  Arab malah Islam lah yang mem-pengaruhi kultur Arab dan membenahi moralitas serta tradisi-tradisinya yang destruktif. Ajaran dan hukum Islam tidak seluruhnya berisi hal-hal yang difardukan dan kewajiban-kewajiban. Tetapi ia mencakup prinsip-prinsip akidah, kewajiban-kewajiban far’iyyah serta hal-hal yang disunnahkan dan dimubahkan.
Islam kontekstual, dalam pengertian, nilai-nilainya yang universal harus diterjemahkan, dalam konteks tertentu, misalnya konteks Arab, Melayu, Asia Tengah dan seterysnya. Tetapi bentuk-bentuk Islam kontekstual itu hanya ekspresi budaya, dan kita tidak wajib mengikutinya.
Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi local particular dalam Islam.
§
Wanita-wanita Arab pra Islam tidak mengenakan jilbab. Dalam masyarakat Arab pun tidak berlaku hukum potong tangan sebagai sanksi tindakan pencurian, qishash dan rajam. Malah mereka tidak memiliki sistem hukum kemasyarakatan yang legal. Mereka hanya menerapkan hukum-hukum adat dan sisa-sisa dari agama nabi Ibrahim a.s. Adapun menggunakan jubah, qamis, serban dan memanjangkan jenggot maka hal ini bukanlah termasuk yang diwajibkan dalam Alqur’an namun hanya bersifat Sunnah Nabi SAW.


Yang harus diikuti adalah nilai-nilai universal yang melandasi praktek itu. Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum (public decency). Kepantasan umum tentu sifatnya fleksibel dan berkembang sesuai perkembangan manusia. Begitu seterusnya.
§
Jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh badan. Kewajiban mengenakan jilbab bukan didasarkan karena jilbab adalah pakaian yang sesuai dengan standar kepantasan umum yang bisa mengalami perubahan. Dalam disiplin ushul fiqh kewajiban jilbab didasarkan alasan kepantasan menurut syara’. Memakai jilbab adalah instruksi yang tercantum dalam Alqur’an yang tidak boleh diganti dan dirubah. Melepas jilbab adalah tindakan durhaka kepada Allah dan menjadi factor munculnya perbuatan-perbuatan asusila sebagaimana yang telah merebak di Negara kita. Demikian pula hukum potong tangan serta qishash, keduanya adalah instruksi yang tercantum dalam nash Alqur’an, sebagaimana yang tertera dalam ayat 59 surat al Ahzaab, 41 al Maidah dan 178 al Baqarah. Adapun rajam maka ia adalah sanksi hukuman yang telah difardlukan Allah dalam Taurat dan ditetapkan dalam Alqur’an lewat firman-Nya:
) وإن احكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم (
 “dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka” (QS: Al Maaidah: 49) yang dimaksud dengan mereka adalah kalangan ahlul kitab. Yang dimaksud dengan apa yang diturunkan Allah adalah hukum yang diturunkan Allah dalam al Qur’an dan yang dimaksud-kan dengan jangan mengikuti hawa nafsu mereka adalah jangan mengikuti aspirasi  mereka untuk meninggalkan rajam.
Ketiga, umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai “masyarakat”  atau “Umat” yang terpisah dari golongan lain. Umat manusia adalah keluarga universal yang dipersatukan oleh kemanusiaan itu sendiri.
§
Kami meyakini bahwa ummat Islam wajib memiliki identitas tersendiri dalam masalah akidah, hukum, adat dan moral dan harus membedakan diri dengan orang-orang kafir baik musyrik atau ahlul kitab. Allah berfirman:
) لا يتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيء إلا أن تتقوا منهم تقة ويحذركم الله نفسه وإلى الله المصير (
 Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. (Dan Allah memeperingatkan kamu terhadap diri(siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu) (QS. Ali Imron: 28). Dalam (QS al Maidah: 51) Allah berfirman:
) ومن يتولهم منكم فإنه منهم (
Barangsiapa  di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka., (QS. Al Mumtahanah: 9):
) ومن يتولهم فأولئك الظالمون (
 Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Rasulullah SAW bersabda:
) من تشبه بقوم فهو منهم (
Barangsiapa menyerupai sebuah kaum maka ia termasuk bagian dari mereka. Rasulullah melarang menyerupai orang kafir dalam banyak hadits.
Kami juga meyakini bahwa manusia tidak bisa disatukan oleh kemanusiaan karena kemanusian manusia itu bervariasi. Ada yang kafir, muslim, dan munafik. Ada juga yang saleh dan fasik. Berarti kemanusiaan mereka tidaklah homogen tetapi heterogen; berbeda satu dengan yang lain. Yang mampu menyatukan manusia hanyalah Allah SWT kelak di Hari Kiamat. Dia akan membalas amal perbuatan manusia di dunia. Sebagian dari mereka ada yang ditetapkan Allah sebagai orang yang beruntung dengan masuk sorga berkat iman dan amal baik mereka dan sebagian bernasib sebaliknya dengan masuk neraka akibat kekufuran dan perbuatan buruk mereka. Allah berfirman:
) قل يجمع بيننا ربنا ثم يفتح بيننا بالحق وهو الفتاح العليم (
Katakanlah: Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua , kemudian Dia memberikan keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui. (QS: Sabaa’: 26).
Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan, bukan berlawanan dengan Islam.
§
Kemanusian kadang sesuai dengan ajaran Islam dan kadang bertentangan. Misalnya, perjanjian damai antara ummat Islam dan orang kafir itu boleh jika ada batasan waktu dan ada factor  yang bersifat dlarurat atau ada kemaslahatan umum bagi ummat Islam. Namun jika perjanjian bersifat abadi atau tidak ada hal yang dikategorikan dlarurat atau tidak ada maslahat umum bagi ummat Islam maka perjanjian damai dilarang.
Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non muslim, sudah tidak relevan lagi. Qur’an sendiri tidak pernah dengan tegas melarang itu.
§
Dalam keyakinan kami pernikahan antara lelaki muslim dengan perempuan kafir yang musyrik hukumnya haram berdasarkan nash Alqur’an.
) ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمنّ. ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو أعجبتكم (
 Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS: al Baqarah: 221).
) يا أيها الذين  آمنوا إذا جاءكم المؤمنات مهاجرات فامتحنوهن الله أعلم بإيمانهن فإن علمتموهن مؤمنات فلا ترجعوهن إلى الكفار لا هن حل لهم ولا هم يحلون لهن وآتوهم ما أنفقوا ولا جناح عليكم أن تنكحوهن إذا آتيتموهن أجورهن  ولا تمسكوا بعصم الكوافر واسئلوا ما أنفقتم وليسئلوا ما أنفقوا ذلكم حكم الله يحكم بينكم والله عليم حكيم (

 Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka ; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan handaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara   kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Mumtahanah: 10).  dan pernikahan lelaki muslim dengan perempuan ahlulkitab diperkenankan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam literatur fiqh di samping disyaratkan tidak akan mengganggu keyakinan agamanya dan agama putra-putrinya. Pernyataan Ulil bahwa Allah tidak pernah melarang dengan tegas perkawinan lelaki muslim dengan perempuan kafir mungkin adalah kebodohan yang nyata terhadap dua ayat tersebut, pendustaan terhadapnya atau mungkin keraguan yang bisa mengakibatan dirinya dan orang-orang yang sependapat dengannya menjadi murtad dan kafir.
Karena Qur’an menganut pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan agama.
§
Ucapan  Ulil bahwa Alqur’an menganut pandangan persamaan derajat manusia adalah penyimpangan yang nyata. Karena ia menjadikan Alqur’an yang nota bene wahyu Tuhan mengekor pada pandangan manusia yang mungkin benar dan mungkin salah, di mana kemungkinan salahnya lebih besar. Karena pandangan tersebut adalah pandangan barat yang kafir dan anti Tuhan yang menyimpang. Allah SWT berfirman:
) إن أكرمكم عند الله أتقاكم (
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.
Ketaqwaan adalah parameter keutamaan antara manusia dan sifat yang melekat pada Islam dan keadilan.
Ucapan Ulil di atas juga merupakan pengingkaran atau kebodohan terhadap firman Allah dalam (QS: al-Qalam: 35-36):
) أفنجعل المسلمين كالمجرمين. ما لكم كيف تحكمون (
 Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?, Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?. serta ayat-ayat lain yang meng-indikasikan ketidaksetaraan muslim dan kafir.
Segala produk hukum Islam klasik yang membedakan antara kedudukan orang Islam dan orang non Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip kesederajatan universal dalam tataran kemanusiaan ini.
§
Ketentuan hukum yang membedakan antara muslim dan kafir bukanlah produk hukum fiqh klasik semata namun sebagaimana yang telah kami jelaskan ia juga merupakan ketentuan Allah yang tercantum dalam Alqur’an. Kesetaraan manusia hanya terdapat pada substansi manusia itu sendiri tanpa memandang beragam sifat yang dapat meninggikan dan merendahkan derajatnya seperti keimanan dan kekufuran.
Keempat, kita membutuhkan struktur social yang dengan jelas memisahkan mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama.
Agama adalah urusan pribadi, sementara pengaturan kehidupan public adalah sepenuhnya hasil kesepakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi.
§
Kami meyakini bahwa Islam tidak sama dengan agama-agama lain dalam meletakkan dasar-dasar dan prinsip-prinsip kehidupan social, karena Islam  memiliki karakteristik khas dengan prinsip-prinsip dasar yang benar, independent dan konstruktif yang dapat mengangkat derajat manusia di dunia dan akhirat.
Nilai-nilai universal agama tentu diharapkan ikut membentuk nilai-nilai public, tetapi doktrin dan praktek peribadatan agama yang sifatnya particular adalah urusan masing-masing agama.
§
Kami meyakini bahwa agama Islam mencakup seluruh dimensi kehidupan dan menjelaskan seluruh hukum-hukum baik yang bersifat individu, social maupun kekuasaan (politik). Siapapun yang beranggapan bahwa Islam hanya terbatas menangani hukum-hukum privat (hukum-hukum yang bersifat pribadi) bararti ia telah mengingkari firman Allah SWT:
) وأن احكم بينهم بما أنزل الله (
 dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah. (QS al Maidah: 49), serta:
) فقاتلوا التي تبغي حتى تفيء إلى أمر الله (
maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada  perintah Allah. (al Hujuraat: 9).
Konsep pemisahan agama dan Negara adalah konsep pemikiran Kristen kafir demikian pula konsep demokrasi yang menyerahkan kekuasaan kepada rakyat. Islam memandang bahwa kekuasaan awalnya adalah milik Allah yang selanjutnya diserahkan kepada orang yang dipilih oleh ummat dari kalangan ahlulhal wal ‘aqdi yang terdiri dari tokoh agama yang memiliki pengetahuan agama dan adil.
Menurut saya, tidak ada yang disebut “hukum Tuhan” dalam pengertian seperti yang dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan dan sebagainya.
§
Pandangan ini adalah kebodohan paling fatal di dunia yang tidak akan dilontarkan oleh orang kafir apalagi orang Islam. Karena orang-orang kafir mengetahui bahwa Allah SWT telah mengharamkan pencurian dan menetapkan hukum potong tangan bagi pelakunya, menghalalkan jual beli, mengharamkan riba, menghalalkan pernikahan yang sesuai ajaran syara’ dan menyuruh untuk menerapkan hukum sesuai dengan hukum yang telah diturunkannya yang secara otomatis menuntut adanya kekuasaan dan berdirinya Negara yang melindungi dan mempraktekkan hukum-hukum Alqur’an, sabda-sabda Nabi SAW, dan pendapat-pendapat serta pandangan madzhab yang sesuai dengan Alqur’an dan Hadits. Barangsiap yang mengingkari hal-hal ini maka ia telah mencemarkan dirinya sendiri dengan kekufuran dan kemurtadan sebagaimana ia telah menghancurkan nama baiknya sendiri dengan kebodohan dan kutukan abadi untuk dirinya.
Yang ada adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari’ah, atau tujuan umum syari’at Islam.
Nilai-nilai itu adalah perlindungan atas kebebasan agama, akal, kepemilikan, keluarga/keturunan, dan kehormatan (honor). Bagaimana nilai-nilai itu diterjemahkan dalam konteks sejarah dan social tertentu, itu adalah urusan manusia muslim sendiri.
§
Memang betul Islam mengakui lima prinsip umum yang disebut dengan Maqashidu al-Syari’ah. Tetapi kelima prinsip ini tidak bisa didefinisikan sesuai akal dan aspirasi manusia. Ia harus didefinisikan sesuai dengan teks-teks syari’ah. Misalkan, pengertian tentang hifdhuddin bukanlah sebagaimana yang dikemukakan Ulil bahwa setiap orang bebas untuk memeluk agama apa saja namun maksudnya adalah manusia harus menjaga iman dan islamnya dan tidak melakukan bid’ah dan kesesatan yang bisa menyeret kepada kekufuran. Demikian pula hifdhul ‘aqli, maksudnya bukanlah manusia memiliki kebebasan berfikir dalam pelbagai persoalan sehingga ia boleh untuk melawan nash-nash Alqur’an dengan dalih kebebasan berpendapat, kemaslahatan manusia atau kepentingan negara namun maksudnya adalah bahwa seorang muslim wajib menjaga keselamatan akalnya dengan cara menghindari mengkonsumsi minuman keras, narkotika dan obat-obatan yang merusak kesehatan akal dsb.
Bagaimana meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks pemikiran semacam ini ? Menurut saya, Rasul Muhammad SAW adalah tokoh histories yang harus dikaji dengan kritis,(sehingga tidak menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangan), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah).
Bagaimana mengikuti Rasul ? Di sini, saya mempunyai perbedaan dengan pandangan dominant. Dalam usaha menerjemahkan Islam dalam konteks social politik di Madinah Rasul tentu menghadapi banyak keterbatasan. Rasul memang berhasil menerjemahkan cita-cita social dan spiritual Islam di Madinah, tetapi Islam sebagaimana diwujudkan di sana adalah Islam histories, particular dan kontekstual.
Kita tidak diwajibkan mengikuti Rasul secara harfiyyah, sebab apa yang dilakukan  olehnya di Madinah adalah upaya menegosiasikan antara nilai-nilai universal Islam dengan situasi Islam di sana dengan seluruh kendala yang ada. Islam di Madinah adalah hasil suatu trade off  antara yang universal dan yang particular.
Umat Islam harus berijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. “Islam”nya Rasul di Madinah adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam yang universal di muka bumi; ada kemungkinan lain untuk menerjemahkan Islam dengan cara lain, dalam konteks yang lain pula. Islam di Madinah adalah one among others,  salah satu jenis Islam yang hadir di muka bumi.  
§
Seluruh ungkapan Ulil adalah kekufuran yang konkrit karena berisi penghinaan dan merendahkan kedudukan Rasulullah SAW yang telah dijadikan Allah sebagai teladan yang baik untuk ummatnya. Konsekuensi dari status beliau sebagai panutan yang baik berarti beliau adalah seseorang yang sempurna dalam segi maskulinitas, kemanusiaan, kecerdasan, keadilan, penghambaan kepada Allah, jihad dalam membela agama-Nya, menyebarkan agama Islam dan menegakkan hukum-hukumnya serta kesempurnaan-kesempurnaan manusiawi yang lain. 
Pengakuan Ulil bahwa Nabi adalah teladan atau panutan bersamaan dengan penilaiannya bahwa beliau juga seorang manusia yang banyak memiliki kekurangan adalah sebuah kontradiksi, keraguan dan upaya membuat ummat Islam meragukan kesempurnaan beliau. Dengan kata lain ungkapan Ulil adalah sebuah pelecehan terhadap nabi SAW. Hal ini tidak disangsikan dapat mengakibatkannya kufur dan murtad sebagaimana yang dijelaskan oleh nash-nash ulama yang telah kami kutip dalam kitab kami Nushushul fataawa al-Syariyyah bi Kufri Man Intaqasha al-Syakhshiyyah aw al-Sunnah al- nabawiyyah ala Shahibiha Afdlalusshalaatu wal Salam yang di antaranya adalah pandangan al-Qadli ‘Iyadl dalam al-Syifaa: Ketahuilah bahwa semua orang yang menghina atau menilai Nabi memiliki kekurangan dalam dirinya, nasab, agama, atau salah satu dari perilakunya, menyindir beliau dengan kekurangan, atau menyerupakan beliau dengan sesuatu dengan cara melecehkan, meremehkan, merendahkan derajatnya, atau menghina maka ia telah melecehkan beliau dan ia divonis sebagaimana  orang  yang  telah  melakukan  pelecehan  kepada beliau SAW yaitu dibunuh. (al-Syifa: 2/214)
Salah satu fatwa mengenai masalah di atas adalah fatwa Ibnu Hajar dalam al-‘Ilam fi Qawathi’ul Ahkam, sbb: Barangsiapa, tanpa didasari motif menghina, melontarkan kalimat kufur ; mengutuk Nabi, memaki, mendustakan, menisbatkan sesuatu yang tidak patut, atau menafikan hal yang wajib melekat pada beliau  menyangkut hal-hal yang bisa dikategorikan mengurangi derajat beliau seperti menuduh beliau berbuat dosa besar, tujuan mencari simpati dalam menyampaikan risalah atau memutuskan hukum di antara manusia, mengurangi derajat, nasab, kesempurnaan ilmu atau zuhud beliau, sengaja mendustakan informasi-informasi populer dan mutawatir yang telah disampaikan beliau dalam rangka menolak informasi yang disampaikannya, melontarkan kalimat kotor atau yang bernada menghina kepada beliau meskipun sikapnya tidak menunjukkan kalau ia berniat mencela atau memaki beliau adakalanya akibat kebodohan yang mendorongnya melontarkan apa yang telah diucapkan, dilanda rasa gelisah, mabuk yang terjadi karena keterpaksaan, atau minimya kemampuan mengontrol lisan maka hukuman bagi orang yang melakukan tindakan-tindakan di atas adalah dibunuh tanpa perlu  menimbang factor apapun. Karena tidak seorangpun mendapat toleransi dalam masalah kekufuran dengan alasan kebodohan, klaim salah ucap atau alasan-alasan lain yang telah kami kemukakan jika akal sehatnya masih berfungsi baik kecuali bagi orang yang dipaksa sedang hatinya teguh dengan keimanan. Para Ulama Andalus juga mengeluarkan fatwa yang sama dengan keputusan di atas bagi orang yang menilai Nabi tidak memiliki sifat zuhud. (Al-‘Ilam bi Qawathi’ul Islaam: 382).
Tidak disangsikan lagi bahwa kita ummat Islam tidak akan mampu meneladani secara sempurna semua perilaku yang telah dikerjakan nabi SAW dalam masa hidup beliau namun meskipun demikian mengikuti dan meneladani beliau hukumnya wajib sesuai firman Allah SWT:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
 Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS al Ahzaab: 21), serta :
) واتبعوه لعلكم تهتدون (
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. (QS: al-‘Araaf: 158). mengikuti Nabi itu hukumnya wajib sesuai kemampuan. Ada sebuah Kaidah fiqh yang berbunyi: Sesuatu yang tidak bisa dijangkau seluruhnya tidak boleh ditinggalkan seluruhnya atau yang mudah tidak gugur sebab yang sulit.
Adapun saran Ulil agar ummat tidak menjadikan potret kehidupan Nabi dalam periode Madinah sebagai panutan dan mereka bebas untuk mengikuti beliau dalam potret kehidupan beliau dalam periode Makkah maka hal ini adalah kecenderungan mengingkari naskhul ahkam (revisi hukum) sebagaimana kaum Yahudi mengingkarinya dan kecenderungan untuk menghilangkan jihad sebagaimana tindakan Syi’ah, Ahmadiyyah dan Bathiniyyah bahkan selanjutnya bisa melenyapkan kewajiban zakat, haji dan puasa yang seluruhnya difardlukan pada periode Madinah.
Oleh karena itu, Islam tidak sebaiknya mandek dengan melihat contoh di Madinah saja, sebab kehidupan manusia terus bergerak menuju perbaikan dan penyempurnaan. Bagi saya, wahyu tidak berhenti pada zaman Nabi; wahyu terus bekerja dan turun kepada manusia. Wahyu verbal memang telah selesai dalam Qur’an, tetapi wahyu non verbal dalam bentuk ijtihad akal manusia terus berlangsung.
§
Kami  meyakini kesempurnaan agama Islam sebagaimana firman Allah:
) اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا (
 Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridloi Islam itu jadi agama bagimu. (QS al Maidah: 3). tidak adalagi wahyu sepeninggal Rasulullah dan tidak ada penyempurnaan dan perbaikan terhadap agama Allah. Malah Islam yang datang dibawa oleh Rasulullah adalah agama yang memperbaiki akidah, adat istiadat, moralitas dan pergaulan social (mu’amalah) kita yang rusak. Kita wajib mengembalikan hal-hal ini kepada Islam, ajaran-ajarannya dan hukum-hukumnya yang adil. Keberanian Ulil menjadikan akal sebagai bagian dari wahyu adalah bukti bahwa ia kaki tangan Mu’tazilah malah ia lebih lancang, buruk, memalukan dan tolol dari mereka . karena mereka hanya menjadikan wahyu sebagai hakim atau dalil dari beberapa dalil hukum tidak sampai menjadikannya sebagai wahyu Ilahi sama sekali.
Temuan-temuan besar dalam sejarah manusia  sebagai bagian dalam usaha menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula, karena temuan-temuan itu dilahirkan oleh akal manusia yang merupakan anugerah Tuhan. Karena itu, seluruh karya cipta manusia, tidak peduli agamanya, adalah milik orang Islam juga; tidak ada gunanya orang Islam membuat tembok ketat antara peradaban Islam dan peradaban Barat; yang satu dianggap unggul, yang lain dianggap rendah. Sebab, setiap peradaban adalah hasil karya manusia, dan karena itu milik semua bangsa, termasuk orang Islam.
§
Kami meyakini kesesatan Mu’tazilah yang mengkultuskan akal dan mengedepankannya di atas syara’ padahal mereka termasuk kaum muslimin maka bagaimana jika akal, pemikiran, penemuan ilmiah, peradaban dan temuan-temuan teknologi adalah hasil pemikiran akal orang-orang kafir, peradaban dan penemuan  mereka. Maka tentu saja kami tidak mengatakan bahwa ia adalah wahyu tetapi ia adalah sesuatu yang kelihatannya membawa kebaikan dan kebahagiaan namun sejatinya membawa malapetaka dan kehancuran terhadap moralitas dan kemanusiaan malah terkadang membawa kerusakan terhadap agama dan akidah juga.
Ummat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu penafsiran Islam oleh golongan tertentu bukanlah paling benar dan mutlak, karena itu harus ada kesediaan untuk menerima dari semua sumber kebenaran, termasuk yang datangnya dari luar Islam. setiap golongan hendaknya menghargai hak golongan lain untuk menafsirkan Islam berdasarkan sudut pandangnya sendiri; yang harus dilawan adalah setiap usaha untuk memutlakkan pandangan keagamaan tertentu.
Saya berpandangan lebih jauh lagi: setiap nilai kebaikan, di manapun tempatnya, sejatinya adalah nilai Islami juga. Islam – seperti pernah dikemukakan cak Nur dan sejumlah pemikir lain- adalah “nilai generic” yang bisa ada di Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, Yahudi, Taoisme, agama dan kepercayaan local, dan sebagainya. Bisa jadi kebenaran Islam ada dalam filsafat Marxisme.
§
Ungkapan ini tidak diragukan lagi mengandung kekufuran yang nyata karena Ulil meyakini dan menegaskan bahwa seluruh agama lain adalah salah satu corak dari Islam  padahal Allah telah berfirman dalam Alqur’an:
) قل يا أيها الكافرون. لا أعبد ما تعبدون. ولا أنتم عابدون ما أعبد. ولا أنا عابد ما عبدتم. ولا أنتم عابدون ما أعبد. لكم دينكم ولي دين (
Katakanlah: Hai orang-orang kafir!, Aku tidak akan me-nyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, Dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. (QS al Kaafirun:1-6).
) ما كان إبراهيم يهوديا ولا نصرانيا ولكن كان حنيفا مسلما وما كان من المشركين (
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nashrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah)  dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. (QS Ali Imraan: 67)
) هو الذي خلقكم فمنكم كافر ومنكم مؤمن والله بما تعملون بصير (
Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS; al-Taghabun: 2).
Siapapun penganut Yahudi dan Nashrani yang menyembah Allah dan menemui periode kenabian Muhammad SAW namun tidak membenarkannya maka ia tidak dikategorikan muslim yang bisa selamat dari neraka.
Adapun firman Allah:
) إن الذين آمنوا والذين هادوا والنصارى والصابئين من آمن بالله واليوم الآخر وعمل صالحا فلهم أجرهم عند ربهم ولا خوف عليهم ولا هم يحزنون (
 Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang nashrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS al Baqarah: 62). maka sebagaimana keterangan dalam literature tafsir ayat ini turun menyangkut pendeta  Yahudi dan Nashrani yang tidak menemui masa diutusnya Rasulullah SAW tetapi diberi informasi dengan dekatnya kemunculan beliau dan menunjukkan kepada Salman Alfarisi dan orang-orang semisalnya untuk membenarkannya. Atau ia turun untuk Abdullah bin Salam dan para sahabatnya dari kalangan ahlulkitab yang mengalami periode kenabian dan masuk Islam. Allah berfirman:
) ومن يبتغ غير الإسلام دينا فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين (
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS Ali Imran: 85).
Saya tidak lagi memandang bentuk, tetapi isi. Keyakinan dan praktik ke-Islam-an yang dianut oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai umat Islam hanyalah “baju” dan forma; bukan itu yang penting. Yang pokok adalah nilai yang tersembunyi di baliknya.
Amat konyol umat manusia bertikai karena perbedaan “baju” yang dipakai, sementara mereka lupa, inti “memakai baju” adalah menjaga martabat manusia sebagai makhluk berbudaya.
§
Ucapan ini jauh lebih kufur, lebih transparan  dan lebih buruk dari pada ucapan sebelumnya karena ia menganggap bahwa semua agama yang ada hanyalah baju dan media untuk mendekatkan diri kepada Allah padahal Allah sendiri tidak akan menerima bentuk-bentuk pendekatan kepada-Nya kecuali dari orang muslim, dan mukmin yang mengesakan-Nya. Allah berfirman: “Shibghah Allah.” Maksudnya  Allah telah mewarnai kami dengan warna Islam dan dengan al Qur’an.
) ومن أحسن من الله صبغة ونحن له عابدون (
Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepadalah kami menyembah. (QS al Baqarah: 138).
) قولوا آمنا بالله وما أنزل إلينا وما أنزل إلى إبراهيم  وإسماعيل وإسحاق ويعقوب والأسباط وما أوتي موسى وعيسى وما أوتي النبيون من ربهم لا نفرق بين أحد منهم ونحن له مسلمون  (
 Katakanlah (hai orang-orang mukmin): Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan Musa dan isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. (QS al Baqarah: 136).,
)يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ألا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا(
Katakanlah: Hai ahlulkitab, marilah kepada satu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun. (QS Ali Imran: 64).
Semua agama adalaha baju, sarana, wasilah, alat untuk menuju tujuan pokok: penyerahan diri kepada Yang Maha Benar.
Ada periode di mana umat beragama menganggap, “baju” bersifat mutlak dan segalanya, lalu pertengakaran muncul karena perbedaan baju itu. Tetapi, pertengkaran semacam itu tidak layak lago untuk dilanggengkan kini.
§
Ucapan ini adalah tafsir filosofis yang benar terhadap makna Islam. bahwasanya Islam adalah penyerahan diri kepada Allah yang dilakukan oleh semua agama. Namun sejatinya yang berhak menyandang sifat Islam dengan pengertian semacam ini cuma kaum muslimin saja karena merekalah yang mengikuti firman Allah dan kitab-Nya yang nota bene kitab samawi terakhir sedang ummat lain yang tidak mengikutinya maka mereka tidak menyerahkan diri kepada Allah.
Musuh semua agama adalah ketidakadilan. Nilai yang diutamakan Islam adalah keadilan.
§
Saya katakan  bahwa dalam skala awal dan prioritas ketidakadilan telah tercakup di dalamnya kekufuran, menyekutukan Allah, mengingkari apa yang telah diturunkan-Nya, mengingkari para Rasul dan Nabi, membunuh seseorang tanpa hak, berzina, praktek riba, melakukan perbuatan-perbuatan tercela, berkhianat dan menimbulkan kerusakan di muka bumi serta hal-hal haram lain yang telah dinash dalam Alqur’an dan hadits. Keadilan bukanlah mengakui kebenaran agama selain Islam dan ajaran-ajaran kufur Karena hal ini adalah sebuah kemurtadan, keluar dari Islam dan meragukan kebenaran agama Allah dan Alqur’an.
Prinsip keadilan adalah tauhid yakni bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan menafikan sekutu terhadap-Nya serta bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya dan menegakkan hukum-hukum Allah dan kewajiban-kewajiban yang dituruunkan-Nya dalam Alqur’an atau diucapkan oleh Rasulullah SAW. Inilah keadilan yang dimaksud dalam firman Allah:
) إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي بعظكم لعلكم تذكرون (
 Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemyngkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran..(QS an Nahl: 90).
Adapun firman Allah:
) ولا يجرمنكم شنآن قوم على ألا تعدلوا. اعدلوا هو أقرب للتقوى (
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS al Maidah: 8)  maka kami telah memberi jawaban dalam risalah kami yang bernama: saabbun Nabi yuqtalu biijmail ulama fakaifa nahtarimuhu bahwasanya ia turun untuk menjelaskan larangan Allah terhadap kaum muslimin untuk melakukan tindakan tak terpuji menghadapi ahlulkitab atau kafir Qurays dalam perjanjian Hudaibiyyah dan perintah untuk menepati janji serta tidak melampaui batas dalam membunuh mereka dengan cara mencincang sebagaimana keterangan dalam kitab-kitab tafsir.
Misi Islam yang saya anggap penting sekarang adalah begaimana menegakkan keadilan di muka bumi.  Terutama di bidang politik dan ekonomi-tentu juga di bidang budaya bukan menegakkan jilbab, mengurung kembali perempuan, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana dan tetek bengek maslah yang menurut saya amat bersifat furu’iyyah. Keadilan itu tidak bisa hanya dikhutbahkan tetapi harus diwujudkan dalam bentuk system dan aturan lain, undang-undang dan sebagainya dan diwujudkan dalam perbuatan.
§
Persoalan jilbab, melarang perempuan keluar rumah kecuali atas izin suami, memelihara jenggot dan  memendekkan ujung celana memang benar temasuk persoalan-persoalan furu’iyyah dan bukan termasuk prinsip-prinsip agama namun sebagian persoalan furu tersebut ada yang merupakan kewajiban agama berdasarkan nash Alqur’an yaitu menggunakan jilbab dan tidak diperkenankannya perempuan keluar tanpa izin suami. Allah SWT berfirman:
) يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن. ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما (
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan  istri-istri orang mukmin: Hendaknya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al Ahzaab: 59) serta dalam (QS an nisaa’: 34):
) الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضكم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم فالصالحات قانتات حافظات للغيب بما حفظ الله (
 Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) dank arena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara mereka..
Maksudnya adalah para wanita itu menjaga kelamin, aurat dan harta benda suami mereka tatkala suami pergi dari rumah sebagaimana dijelaskan  dalam kitab-kitab tafsir. Sedang memelihara jenggot dan memendekkan ujung celana sampai setengah betis adalah kewajiban atau kesunnahan berdasarkan nash hadits. Para Fuqoha mengungkapkan keduanya sebagai dua hal yang disunnahkan yang diperintahkan oleh Rasulullah dan dipraktekkan beliau. Dan kita diinstruksikan untuk mengikuti sunnah beliau dalam batas kemampuan.
Upaya menegakkan syari’at Islam bagi saya adalah wujud ketidakberdayaan umat Islam dalam menghadapi masalah yang mengimpit mereka dan meyelesaikannya dengan cara rasional. Umat Islam menganggap semua masalah akan selesai dengan sendirinya manakala syari’at Islam dalam penafsirannya yang kolot dan dogmatis diterapkan di muka bumi.
§
Upaya sebagian ummat Islam untuk menegakkan syari’at Allah adalah kewajiban social (fardlu kifayah). Allah berfirman:
) ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون (
Dan hendaklah ada di antara kamu segolonan umat menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran: 104).
Kecurigaan Ulil terhadap usaha yang positif ini adalah bukti bahwa mata hatinya telah tertutup, akal dan otaknya telah terbalik, gila dan ngawur bahkan hal itu menunjukan bahwa ia telah berani bersikap angkuh terhadap Allah dan syari’at-Nya. Saya bayangkan bertemu dengan Ulil yang menganggap dirinya sebagai Tuhan mengajak ummat Islam membuang Alqur’an dan meninggalkan sunnah Nabi mereka sambil berkata: Pengamalan kalian terhadap Alqur’an dan assunnah adalah ketidakberdayaan dan kebodohan sedang meninggalkan keduanya adalah kekuatan, keteguhan dan peradaban yang didambakan (ideal).
Masalah kemanusiaan tidak bisa diselesaikan semata-mata dengan merujuk kepada hukum Tuhan (sekali lagi saya tidak percaya adanya hukum Tuhan; kami hanya percaya pada nilai-nilai ketuhanan yang universal) tetapi harus merujuk kepada hukum-hukum atau sunnah yang telah diletakkan Allah sendiri dalam bidang-bidang masalah. Bidang politik mengenal hukumnya sendiri, bidang ekonomi mengenal hukumnya sendiri, bidang social mengenal hukumnya sendiri dan seterusnya.
§
Kemanusiaan adalah sifat yang melekat pada manusia dan salah satu keadaan dari beberapa keadaan manusia  yang wajib baginya untuk mengikuti hukum-hukum Tuhan-Nya. Kemanusiaan yang mengikuti syari’at adalah kemanusiaan yang positif meskipun dinilai buruk oleh akal dan dikecam oleh kebiasaan yang berkembang dan kemanusiaan yang berlawanan dengan syari’at adalah negative meskipun dipandang baik oleh akal dan adat istiadat yang berkembang di tengah kehidupan manusia. Adapun celotehan Ulil maka kita tidak perlu menanggapi karena celotehan itu menunjukkan ia gila, idiot dan kekacauan berbicara. Allah berfirman:
) وإذا مرّوا باللغو مرّوا كراما (
dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS al Furqaan: 72).
Yang dimaksud sunnatulah dalam kacamata mufassirin adalah tindakan  yang biasa dilakukan  Allah terhadap para nabi dan ummat-ummat yang para nabi tersebut diutus kepada mereka menyangkut penghancuran terhadap ummat tersebut dan menolong para rasul. Hukum-hukum Allah jelas ada. Barangsiapa yang mengingkarinya maka ia bukan hanya kafir tapi tidak pantas lagi disebut manusia tapi setan. Allah berfirman:
) ذلكم حكم الله يحكم بينكم والله عليم حكيم (
Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS al Mumtahanah: 10). Juga dalam (QS al Baqarah: 229):
) تلك حدود الله فلا تعتدوها ومن يتعد حدود الله فأولئك هم الظالمون (
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya, barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.
Hukum–hukum atau sunnatullah itu ada yang bersifat tasyri’iyyah (legislasi) dan ada yang berbentuk ketentuan yang berlaku di jagat raya.
Kata Nabi, konon, Man Aradad dunya fa’alaihi bil ‘Ilmi, wa mana aradal akhirata fa’alaihi bil ‘ilmi; Barangsiapa hendak mengatasi masalah keduniaan, hendaknya memakai ilmu, begitu juga yang hendak mencapai kebahagiaan dunia “nanti” juga harus pakai ilmu.
Setiap bidang ada aturan, dan tidak juga bisa semena-mena merujuk kepada hukum Tuhan sebelum mengkajinya lebih dahulu. Setiap ilmu pada msing-masing bidang juga terus berkembang, sesuai perkembangan tingkat kedewasaan manusia. Sunnah Tuhan, dengan demikian, juga ikut berkembang.

§
Kata-kata di muka bukanlah hadits Nabi tapi ucapan Imam Syafi’i. Maksudnya adalah ilmu syara’ itu bisa menimbulkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Ia adalah yang menjelaskan barang yang halal dan haram. Mengerjakan perkara halal dan menjauhi perkara haram dengan cara mengikuti hukum-hukum Alqur’an dan sunnah Nabi adalah satu-satunya jalan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah berfirman :
) ولو أن أهل القرى آمنوا واتقوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والأرض ولكن كذبوا فأخذناهم بما كانوا يكسبون (
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi , tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS al A’raaf: 96) dan dalam (QS Annisaa’: 59):
) يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم  فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا (

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Serta dalam (QS; al-Maidah: 50):
) أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون (
Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin
Adapun definisi yang diberikan Ulil terhadap sunnatullah maka itu hanyalah karangannya semata.
Sudah tentu hukum-hukum yang mengatur masing-masing bidang kehidupan itu harus tunduk pada nilai primer, yaitu keadilan. Karena itu, syari’at Islam, hanya merupakan sehimpunan nilai-nilai pokok yang sifatnya abstrak dan universal; bagaimana nilai-nilai itu menjadi nyata dan dapat memenuhi kebutuhan untuk menangani suatu masalah dalam periode tertentu, sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad manusia itu sendiri. 
§
Kami meyakini bahwa syari’at Allah bukanlah sekumpulan nilai-nilai pokok  dan prinsip-prinsip yang abstrak serta universal saja namun ada juga yang merupakan hukum-hukum yang sifatnya rinci seperti kewajiban sholat dan zakat serta diharamkannya riba, mencuri, zina dsb malah mencakup juga perintah untuk mencatat hutang, akad kitabah dengan seorang budak yang mampu bekerja, perintah memelihara jenggot, mengenakan serban, makan dengan tangan kanan dan beristinja’ dengan tangan kiri. Semua hal ini termasuk hal-hal positif dalam syari’at yang ditolak oleh Ulil yang buta mata hatinya dan telah menjadi budak Barat yang kafir.
Seorang penyair berkata:

Di kala sakit, mata menolak sinar mentari

Dan karena sakit jua minuman terasa getir di mulut.
Pandangan bahwa syari’at adalah suatu paket lengkap yang sudah jadi, suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman, adalah wujud ketidaktahuan dan ketidakmampuan memahami sunnah Tuhan itu sendiri.
Mengajukan syari’at sebagai solusi atas semua masalah adalah sebentuk kemalasan berfikir, atau lebih parah lagi, sebentuk eskapisme dengan memakai alasan hukum Tuhan.
§
Ini adalah igauan dan pengingkaran Ulil terhadap  firman Allah:
)  ولو أنهم أقاموا التوراة والإنجيل وما أنزل إليهم من ربهم لأكلوا من فوقهم ومن تحت أرجلهم (
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan Alquran, yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. (QS: al Maidah: 66) dan penolakan terhadap (QS: al-A’raaf: 96):
) ولو أن أهل القرى آمنوا لفتحنا عليهم بركات من السماء والأرض ولكن كذبوا فأخذناهم بما كانوا يكسبون (
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Upaya sebagian kaum muslimin menegakkan syari’at ada yang ikhlas semata-mata demi meraih ridlo Allah dan ada yang ditunggangi kepentingan meraih kekuasaan. Sebagian mengikuti jalur ahlussunnah wal jama’ah dan sebagian lagi tidak. Namun sebagai ummat Islam kita wajib memberikan dukungan kepada mereka disertai memberi nasehat agar ikhlas, jujur dan istiqomah. Inilah kewajiban kita. Adapun menuduh mereka dengan bodoh, ketidakberdayaan, kemalasan apalagi dianggap lari dari masalah maka sikap semacam ini adalah sikap orang munafik yang tidak suka menolong Allah dan syari’at-Nya serta membenci kemenangan Islam atas agama lain. Allah SWT berfirman:
) هو الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون(
Dialah yang mengutus rasul-Nya (dengan membawa petunjuk (Alquran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS al Taubah: 33).
Ulil mengulangi kembali penolakannya terhadap syari’at Allah dan menetapkan adanya sunnatullah meskipun Allah memiliki sunnah kauniyyah (sunnah yang berjalan di jagat raya) dan syari’ah hukmiyyah (hukum-hukum Allah). Ulil telah mencemarkan nama baiknya  sendiri di hadapan ummat Islam di dunia dan kelak di hari kiamat Allah akan mempermalukannya di hadapan mereka.
Musuh Islam paling berbahaya adalah dogmatisme, sejenis keyakinan yang tertutup bahwa suatu doktrin tertentu merupakan obat mujarab atas semua masalah, dan mengabaikan bahwa kehidupan manusia terus berkembang , dan perkembangan peradaban manusia dari dulu hingga sekarang adalah hasil usaha bersama, akumulasi pencapaian yang disangga semua bangsa.
§
Ini adalah upaya Ulil untuk melenyapkan akidah dan keyakinan ummat Islam. Ummat Islam harus waspada terhadap tipu muslihat dan keragu-raguan yang disampaikannya. Mereka harus mengetahui dan meyakini bahwa manusia harus mematuhi Pencipta mereka bukan sebaliknya.
Setiap doktrin yang hendak membangun tembok antara “kami” dengan “mereka” antara hizbullah  (golongan Allah) dan hizbusysyaithan (golongan setan) dengan penafsiran yang sempit atas dua kata itu, antara “Barat” dan “Islam”: doktrin demikian adalah penyakit social yang akan menghancurkan nilai dasar Islam itu sendiri, nilai tentang kesederajatan nilai manusia, nilai tentang manusia sebagai warga dunia yang satu.
Pemisah antara “kami” dan “mereka” sebagai akr pokok dogmatisme, mengingkari kenyataan bahwa kebenaran bisa dipelajari di mana-mana, dalam lingkungan yang disebut “kami” itu, tetapi bisa juga di lingkungan “mereka”.
§
Saya tidak mengatakan dengan istilah system Muslimin dan system Barat tapi dengan system Muslimin dan system kafir. Orang barat ada yang muslim namun kebanyakan kafir. Sebagian ada ahlulkitab namun mayoritas ahlulkitab yang telah menyimpang. Kalangan ahlulkitab ini ada yang obyektif tapi kebanyakan fanatic terhadap doktrin Kristen mereka. Di antara mereka ada warga Amerika yang menganut pandangan liberal yang disebarkan dan dikampanyekan oleh Ulil sendiri dan kawan-kawannya serta para pendahulunya seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid dan pimpinan Islam liberal Masdar Farid Mas’udi yang mendapat suplai dana dari pihak Negara paman Sam tersebut. Umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama jangan sampai dikelabui oleh mereka yang pada saat-saat sekarang ini sedang berupaya untuk merebut posisi ketua umum tanfidziyyah PBNU.
Golongan Allah adalah kaum muslimin dan mukminin sejati yang berjuang menegakkan kalimat-Nya sedang golongan setan adalah mereka yang menghalangi jalan Allah serta menolak berlakunya syari’at Islam dari kelompok kafir dan munafik baik orang Barat maupun Timur.
Saya berpandangan bahwa ilmu Tuhan lebih besar dan lebih luas dari yang semata-mata tertera di antara lembaran-lembaran Qur’an. 
§
Ucapan Ulil bahwa ilmu Allah lebih luas dari apa yang tertera dalam kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya adalah benar. Tetapi ucapannya ini adalah sebentuk pengaburan. Karena syari’at Allah adalah porsi besar dari ilmu Allah yang luas. Kedua-duanya adalah benar. Namun kita hanya diperintah untuk mengikuti syari’at-Nya yang termaktub dalam kitab-kitab-Nya atau yang tersimpan dalam hati para ulama. Allah berfirman:
) ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا تتبع أهواء الذين لا يعلمون (
“Kemudian Kami jadikan kamu beada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan (agama) itu maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS: al-Jaatsiyah: 18),
serta dalam (QS. Al- ‘Ankaabut: 48):
) بل هو آيات بينات في صدور الذين أوتوا العلم وما يجحد بآياتنا إلا الظالمون (
“Sebenarnya, Al-qur’an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada-dada orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami  kecuali orang-orang yang zalim.”
Kita tidak diperintah untuk mengamati ilmu Allah yang tidak diberikan kepada makhluq-Nya dan tidak diturunkan dalam bentuk wahyu kepada para nabi-Nya. Syari’at Allah adakalanya termaktub dalam kitab-kitab-Nya atau digali dari kitab-kitab tersebut dengan mekanisme istinbath yang dikenal dalam disiplin ushul fiqh.
Ilmu Tuhan adalah penjumlahan dari seluruh kebenaran yang tertera dalam setiap lembaran “Kitab Suci” atau “Kitab tak Suci”, lembaran-lembaran yang dihasilkan akal manusia, serta kebenaran yang belum sempat terkatakan, apalagi tertera dalam suatu kitab apapun.
Kebenaran Tuhan, dengan demikian, lebih besar dari Islam itu sendiri   sebagai agama yang dipeluk oleh entitas social yang bernama umat Islam. kebenaran Islam lebih besar dari Qur’an, Hadits dan seluruh korpus kitab tafsir yang dihasilkan umat Islam sepanjang sejarah.
§
Ucapan ini sudah masuk dalam filsafat yang membahayakan. Akidah kita adalah bahwa Alqur’an dan seluruh kitab-kitab-Nya yang tidak tersentuh tangan-tangan perubahan tidak disangsikan lagi sebagai kebenaran. Sedang buku-buku karya manusia yang memuat kekufuran dan kemusyrikan adalah kesesatan  meskipun dihiasi  dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang adil dalam pandangan mereka. Adapun kitab-kitab hadits dan fiqh yang berada di tangan kaum muslimin maka mayoritas isinya benar jika sesuai dengan syari’at Allah dan salah jika bertentangan dengannya seperti hadits-hadits palsu dan pendapat-pendapat yang bertentangan dengan nash-nash syar’iyyah.
Ucapan Ulil di muka dan di sini bahwa ilmu Allah lebih besar dari yang tertera dalam lembaran-lembaran kitab suci, hadits dan tafsir tidak diragukan lagi merupakan sebuah pelecehan terhadap Alqur’an  di mana pelecehan ini bisa meng-akibatkannya keluar dari Islam. Keingkarannya akan kebenaran mutlak Alqur’an dan seluruh kitab samawi yang otentik adalah penolakan terhadap firman Allah:
) الله الذي أنزل الكتاب بالحق والميزان (
“Allah lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan).” (QS al Syuuraa: 17), dan (QS. al Baqarah: 213):
) وأنزل معهم الكتاب بالحق (
“dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar.”
Serta (QS. al Najm: 3-4):
) وما ينطق عن الهوى إن هو إلا وحي يوحى (
“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”., dan penghinaan terhadap ulama. Dalam risalah kami yang berjudul “Al Tiryaaq al Naji’ al Mufid min Sumumi Kalamil ‘Aniid” kami menyebutkan nash-nash dari ulama yang menyatakan bahwa menghina ulama dan memusuhi mereka termasuk ciri-ciri kemunafikan karena para ulama termasuk sya’ariillah (symbol-simbol agama Allah). Imam Thabarani meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Umamah RA bahwa Rasulullah bersabda:
" ثلاثة لا يستخف بهم إلا منافق ذو شيبة في الإسلام وذو العلم وإمام مقسط "
“Tiga hal tidak dilecehkan kecuali oleh orang munafik ; orang Islam yang telah beruban, ulama dan pemimpin yang adil.”
Dalam konteks ini kami pandang pantas untuk mengutip redaksi Sullamuttaufiq sbb: Kesimpulan dari sebagian besar keterangan di muka yang telah dikemukakan oleh Qadli ‘Iyadl dan Ibnu Hajar al-Haitami merujuk kepada kesimpulan bahwa seluruh keyakinan, perbuatan dan ucapan yang menunjukkan penghinaan atau merendahkan Allah, salah satu kitab-Nya yang berjumlah 104, para Nabi (naskah lain tertulis para rasul), para malaikat yang telah disebut di muka, symbol-simbol keagamaan seperti ka’bah dan masjid, salah satu hukum-hukum agama seperti sholat, puasa, haji dan zakat, janji mendapatkan pahala bagi yang taat dan ancaman mendapat siksa bagi yang durhaka adalah kekufuran jika terdapat niat menghina dan merendahkan atau termasuk ma’shiyat yang sangat haram jika tidak ada motif tersebut. Demikianlah pandangan dari pengarang Sullamuttaufiq yaitu Muhammad Nawawi al-Bantani. Sebelumnya kami telah mengutip dari Ibnu hajar dalam kitabnya Al I’laam ‘an Qawaathi’il Islam bahwa melontarkan kalimat kufur seperti mengutuk Nabi SAW, memaki, mendustakan atau merendahkan derajat beliau vonis hukumny adalah dibunuh tanpa perlu mempertimbangkan factor apapun sebab dalam hal ini, siapapun tidak bisa ditoleransi dengan dalih ketidaktahuan atau salah berbicara dsb.
Oleh karena itu, Islam sebetulnya lebih tepat disebut sebagai “proses” yang tak pernah selesai, ketimbang sebuah “lembaga agama” yang sudah mati, baku, beku, jumud dan mengungkung kebebasan. Ayat Innaddiina indallahil Islam (QS 3:19) lebih tepat diterjemahkan sebagai, “Sesungguhnya jalan religiutas yang benar adalah proses yang tak pernah selesai menuju ketundukan (Tuhan Yang Maha Besar)”.
Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang Maha Benar.
Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya. Maka, fastabiqul khairaat , kata Qur’an (QS 2:148); berlomba-lombalah dalam menghayati jalan religiusitas itu.
§
Ucapan ini adalah kegilaan dan kekufuran luar biasa serta keterhanyutan dalam filsafat setan, karena Ulil menganggap Islam sebagai lembaga yang telah mati, beku dan jumud padahal Islam telah dipeluk oleh jutaan manusia dan diterima mereka dengan suka cita dan hati yang lapang kecuali orang yang telah ditakdirkan sebagai manusia celaka sebagaimana Ulil dan kawan-kawannya.
Ulil mengulang-ulang pemaknaan Islam sebagai penyerahan diri kepada Allah SWT. Yang benar  orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah hanyalah orang mukmin yang mematuhi kitab Alllah dan sunnah Nabi-Nya. Allah berfirman:
) يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم  (  الآية.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alqur’an) dan rasul (sunnah-Nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS al Nisaa’: 59) dan:
) وما أرسلنا من رسول إلا ليطاع بإذن الله (
“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizing Allah”. (QS: al Nisaa’: 64).
Ucapan Ulil di muka bahwa seluruh agama benar dengan seluruh perbedaan variasinya  tidak ragu lagi adalah sebuah pembenaran terhadap seluruh agama sebagaimana dilakukan oleh pendahulu dan gurunya yaitu Abdurrahman Wahid. semoga Allah mengutuk keduanya. Ayat yang dijadikan argument oleh Ulil:
) فاستبقوا الخيرات (
“Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan.” (QS al Baqarah: 148) adalah khithab yang semata-mata dialamatkan kepada kaum muslimin yang disuruh menghadap ka’bah dalam sholat tidak dialamatkan kepada ummat agama lain. Dengan demikian ayat ini adalah dalil atas kemuliaan kaum muslimin dan berlomba-lombanya mereka dalam meraih kebaikan mengalahkan ummat lain yang tidak mendapat hidayah untuk meyakini keutamaan Ka’bah dan keutamaan Hari Jum’at.
Syarat dasar memahami Islam yang tepat adalah dengan tetap mengingat, apapun penafsiran yang kita bubuhkan atas agama itu, patokan utama yang harus menjadi batu uji adalah maslahat manusia itu sendiri.
Agama adalah suatu kebaikan buat umat manusia; dan karena manusia adalah organisme yang terus berkembang, baik secara kuantitatif dan kualitatif, maka agama juga harus mampu mengembangkan diri sesuai kebutuhan manusia itu sendiri. Yang ada adalah hukum manusia, bukan hukum Tuhan, karena manusia adalah stake holder yang berkepentinmgan dalam semua perbincangan soal agama ini.
§
Ucapan ini adalah pengulangan dari ucapan sebelumnya menyangkut pengkultusan akal dan memprioritaskannya atas syari’at sebagaimana pandangan Mu’tazilah. Malah lebih berani dan melebihi Mu’tazilah. Ucapan Ulil ini mengandung pengingkaran berkali-kali terhadap syari’at Allah yang sacral yang dikenal oleh semua manusia lebih-lebih para ulama. Pengingkaran terhadap syari’at Allah tidak disangsikan lagi tingkat kekufurannya melebihi menghina dan merendahkannya.
Jika Islam hendak diseret kepada suatu penafsiran yang justru berlaanan dengan maslahat manusia itu sendiri, atau malah menindas kemanusiaan itu sendiri, maka Islam yang semacam ini adalah agama fosil yang tak lagi berguna buat umat manusia.
Mari kita cari Islam yang lebih segar, lebih cerah, lebih memenuhi maslahat manusia. Mari kita tinggalkan Islam yang beku, yang menjadi sarang dogmatisme yang menindas maslahat manusia itu sendiri.
§
Kami meyakini bahwa Syari’at Islam menjamin kemaslahatan  sejati untuk kaum muslimin bahkan seluruh manusia. Kami tidak mengakui maslahah mauhumah (kemaslahatan fiktif) yang diserukan oleh kafir Barat dan Timur serta diikuti oleh kaki tangan mereka seperti Ulil ini. Karena menolak mafsadah lebih diutamakan dari pada menarik manfaat dan ketiadaan mafsadah dalam arti steril dari bid’ah dan maksiat adalah esensi maslahat dan kebahagiaan sesungguhnya.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rohmat ta’dhim dan keselamatan-Nya kepada pendidik berbesar Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Walhamdulillahi Robbil Alamin.





Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

 

Facebook Gue