Koreksi atas buku “Lubang Hitam Agama” (LHA) yang beridentitas Sumanto
al-Qurthubi dengan pengantar khusus Ulil Abshar Abdalla memakai jasa penerbitan
“Rumah Kata”.
1. KEBEBASAN
BEREKSPRESI
Tema
ini dimulai dengan menceritakan dialog Salman Rusydi(1)
dengan Tuan Qodli dan kesemuanya
dialamatkan pada Rasulullah SAW. Di tengah cerita Salman Rusydi berargumen
ketika “Dzul Huwaisiroh” menghina Nabi Beliau melarang membunuhnya, apakah Tuan
Qodli juga lupa bahwa Nabi membiarkan begundal Abdullah bin Ubai berkeliaran di
sekitarnya meski ia sering menghina Nabi?. (2)
Argumen Rusydi ini
paradoks dengan tema penulis yang memperjuangkan “Beyond the teks” (melampaui
teks), sebab ini masalah hak yang bisa diambil dan tidak terserah pemiliknya
(Nabi Muhammad SAW) dan memang ada pertimbangan lain yang lebih urgens mengapa
Beliau membiarkan mereka berdua. Yaitu: لئلا يقول الناس أن محمدا يقتل أصحابه, agar manusia tidak berkata bahwa Muhammad membunuh Sahabatnya.
Sebab
kalau Beliau mengeksekusi, kekompakan dan persatuan umat yang baru beliau gagas
akan terancam dan labil, dan ini angin segar bagi musuh-musuh Beliau. Mereka
akan memprovokasi orang-orang yang pro dengan Dzul Huwaisiroh atau Abdullah bin
Ubai sebagai senjata-senjata ampuh.
Jadi,
substansi hukum dalam masalah ini adalah:
-
Nabi (pemilik hak) masih hidup dan memaafkan.
-
Menghindari madlarat yang lebih besar yang
mengancam stabilitas keamanan negara.
Berarti hukum ini (Nabi tidak mengeksekusi) akan
mengalami tranformasi tergantung ada tidaknya kedua substansi tersebut. Karena الحكم يدور
مع علته وجودا وعدما, hukum itu berputar pada
illatnya wujud atau tidak.
Jadi,
ruang dan waktu yang menjawab semua ini, sekarang Nabi sudah wafat dan kondisi
umat Islam sekarang tidak merasa terancam stabilitas keamanan negaranya, sebab
memang belum punya negara Islam yang menyatukan umat Islam secara Universal.
Berarti
kalau publik muslim marah, mengutuk, menuntut eksekusi Salman Rusydi, itu
berangkat dari pemahaman kontekstual bukan tekstual yang regress. Sebab Nabi
sudah wafat, kehormatan, harga diri, prestise Beliau adalah bagian dari
perasaan primordial publik Muslim yang harus dipersembahkan secara utuh dan
dibela walau nyawa taruhannya sebab:
النبي أولى بالمؤمنين من أنفسهم وأزواجه أمتهاتهم
(الأحزاب: 6).
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mu’min dari diri mereka
sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.”
Jadi,
kalau Salman Rusydi merengek-rengek pada Tuan Qodli dan umat Islam, agar dia
tidak dieksekusi dengan argumen yang tekstual seperti tadi juga berlindung di
balik “hak mengekpresikan anugerah Tuhan” silahkan bawa saja rengekan itu besok
di hari pembalasan di hadapan Muhammad dan kalau sekarang di dunia ini dia
ingin selamat dari tajamnya pedang, panasnya peluru, berlindung saja di ketiak
bangsa Inggris atau Margareth Ticher yang dengan antusias menyambut,
mengambil, menciumi kotoran-kotoran Salman Rusydi.
Aksi
Salman Rusydi terjadi tahun 1989, lalu diteruskan tahun 1994 oleh Steven
Spielberg dengan merilis film True Lies yang menggambar-kan Islam pimpinan
Abdul Aziz sebagai teroris yang memimpin organisasi terror ‘Crimson Jihad’. Dan
pada bulan juli 1997, wanita Yahudi Israel, Tatyana Suskin, membuat dan
menyebarkan dua puluh poster yang menghina Islam dan Nabi Muhammad diantaranya
ada poster seekor babi yang mengenakan kafiyah ala Palestina.
Tidak
berhenti sampai di situ, para penerus jejak Salman Rusydi diawal abad- 21
tepatnya 2002 dimuat tulisan jurnalis Nigeria, Isioma Daniel tentang
Rasul dan Miss Word. Tahun 2004 dirilis film dokumenter garapan produser
Belanda, Theo Van Gogh, yang menghina Islam dan Nabi Muhammad. Kemudian
tahun 2005 musium Tate di London menambah koleksinya dengan patung karya John
Latham. 30 September 2005 koran Jyllands Posten menerbitkan
kartun-kartun yang menghina Rasulullah, dan pada Januari 2006 dimuat lagi di
Norwegia. Awal Februari 2006 dua surat kabar Selandia Baru, Wellington’s
Dominion Post dan Christxhuruch’s The Press mencetak ulang kartun-kartun
yang menghina Rasulullah.(3)
Aksi-aksi
tersebut mereka lakukan untuk melukai perasaan umat Islam, bukan Muhammad,
sebab walaupun semua manusia menghina Nabi, beliau tidak akan pernah bergeser
dari keNabian-nya. Dalam peristiwa Hudaibiyah beliau berkata pada diplomat
Quraisy:
إني لرسول الله وإن كذبتموني.
“Sesungguhnya aku adalah benar-benar utusan Allah, walaupun
kalian semua (Quraisy) tidak mempercayaiku.”
Juga untuk menghipnotis opini masyarakat dunia
dengan menebar citra buruk tentang Islam. aksi ini dilatar belakangi perasaan
takut terhadap dunia Islam akan menghegemoni percaturan dunia, menggulung
peradaban mereka. Dan sebetulnya strategi demikian ini senjata makan tuan,
dengan aksi seperti ini justru menumbuh suburkan solidaritas muslim internasional
dan cepat atau lambat persatuan umat Islam yang diimpi-impikan akan terwujud
dan terjadilah apa yang mereka takutkan selama ini.
2. DOKUMEN
LAKNAT
Setelah
selesai mendongeng,penulis LHA membuat kesimpulan tentang obyek kesucian yang
disandarkan pada para Nabi atau Kitab suci seperti al-Qur’an, dia menulis:
“al-Qur’an sehingga menjadi “kitab suci” (sengaja saya pakai tanda kutip) juga
tidak lepas dari peran serta tangan-tangan gaib yang bekerja di balik layar
maupun di atas panggung politik kekuasaan untuk memapankan status al-Qur’an.
Dengan kata lain ada proses historis yang amat pelik dalam sejarah pembukuan
al-Qur’an hingga teks ini menjadi sebuah korpus resmi yang diakui secara
konsensus oleh semua umat Islam.”(4) (LHA;
64-65).
Ini
argumen mereka-mereka yang di luar gelanggang (belum mengimani al-Qur’an
sebagai kitab suci), alur argumennya mengajak, memprovokasi dan memaksa publik
muslim untuk membuang hazanah pusaka leluhur ke tong-tong sampah dengan alasan
proses historis al-Qur’an dari komunikasi lisan ke komunikasi tulisan sangat
meragukan.
Kalau
betul kata penulis LHA, agar dialog bisa diteruskan, mestinya menyertakan
dokumen laknat yang ngumpet ribuan tahun ditelan sejarah terkutuk, baru
bisa diadu keotentikan dokumen publik muslim yang diwarisi dari generasi ke
generasi dengan dokumen laknat itu yang hobinya ngumpet.
Dan
kalau tidak punya atau belum ketemu, ada alamat yang bisa dituju yaitu di
Lebanon ada seorang pendeta yang bernama Abu Musa al-Hariry, dia punya
segudang dokumen-dokumen laknat yang dicari penulis, entah dia masih hidup atau
sudah mati.
Dan
kalau di pojok ruang hati dia (penulis LHA) masih tertinggal secuil rongsokan
iman kepada al-Qur’an, dia mestinya bertanya; mengapa al-Qur’an dijadikan kitab
suci?, bagaimana proses historis yang sudah ribuan tahun bisa dijamin
keakuratannya?, dan lain-lain. Pembahasan ini bisa dilihat dalam bab.
Pluralisme.
Selanjutnya untuk mengukuhkan argumennya bahwa
tidak ada obyek kesucian yang berlaku universal, al-Qur’an sekalipun, dia
mengutip ucapan Ali bin Abi Thalib ra.,
القرآن خط مسطور بين دفــّتين لا ينطِق، إنما يتكلم به الرجال
"Al-Qur’an hanyalah sebuah tulisan yang ditulis
diantara dua lembar kertas, ia tidak berbicara, manusialah yang membuatnya
bicara."
Dalam
kitab “Jam’ul Masanid” juz; 17-20 dalam bab “Jumlatu min manaqibi
‘Aliyyin” dari Sahabat Abu Juhaifah
Beliau berkata pada Ali ra:
هل عندكم شيء من الوحي إلا ما في كتاب
الله؟، قال: والذي فلق الحبة وبرأ النسمة ما أعلمه إلا فهما يعطيه الله رجلا في
القرآن.... (رواه البخاري).
“Apakah
kamu mempunyai sesuatu (wahyu) selain yang ada dalam kitab Allah?, Ali berkata:
“Demi Dzat yang membuka biji-bijian dan melahirkan makhluk yang bernyawa, saya
tidak mengetahuinya kecuali kefahaman yang diberikan Allah kepada seseorang
tentang al-Qur’an…”
Begitulah lafadz yang
diriwayatkan Bukhori, Imam Ahmad, Abi Dawud, Turmudzi dan Nasa’i, dan itulah
yang ada dalam referensi umat Islam, tidak seperti yang ditulis LHA, tapi
keduanya semakna. Tidak biasanya pemikir liberal berdalil, apalagi sekedar
atsar sahabat, Alqur’an saja mereka anggap barang rongsokan, tapi karena lagi
butuh, punya kepentingan, dan hajat, seperti kata orang arab:
"صاحب الحاجة أرعن لا يروم إلا حاجته ولو بطريق باطل ولا شك
أن الذي قضى حاجته أرعن "
“Orang yang
punya kepentingan itu sangat bodoh, tidak punya keinginan kecuali untuk
memenuhi kebutuhanya walaupun dengan jalan yang batil, dan memang orang yang
sedang melaksanakan hajat, kondisinya sangat jelek.”
Memang secara ontologis atau
dasari tidak ada teks suci, semua kesucian palsu, yang ada hanya Dzat Yang Maha
Suci yaitu Allah. Sebab, term suci adalah abstrak ketika disandarkan
pada benda-benda konkrit berupa tulisan pada lembaran-lembaran kertas. Jadi,
yang suci adalah nilai-nilai yang terkandung dalam lembaran-lembaran kertas.
Dan sebagai konsekuensinya barang konkrit ini juga disucikan, tidak boleh
memegang bagi yang punya hadats, harus diletakkan di tempat teratas, diciumi
dll. karena itu Kalam Allah, Dzat yang Maha Suci.
Kalau tidak percaya, sekarang
raba sakumu ada apa disitu? Ada dompet! Buka …ada lembaran-lembaran uang kertas
dengan berbagai tulisan angka nominal.
Kami ingin bertanya sederhana
saja, mengapa lembaran-lembaran kertas yang secara ontologis tidak berharga
tidak ada bedanya dengan potongan-potongan kertas yang ada di tong-tong sampah
kau lipat rapi, kau masukkan dompet kulit, kau letakkan secara tersembunyi di
sakumu?.
Dan kamu pasti akan menjawab;
karena ada tulisan angka bernilai seratus ribu misalkan”. Begitu pula kami,
lembaran-lembaran kertas yang kuciumi ini kuletakkan di tempat teratas, kalau
aku hadats tidak berani menyentuhnya? Semua itu kulakukan karena ada tulisan
bernilai firman-firman Allah… Itu satu!.
Kedua, mengapa kau susah payah
peras keringat banting tulang juga pikiran, bahkan mungkin kau rela menjual
harga diri, idiologi atau nyawa sekalipun hanya demi mendapatkan kertas
berukuran 10x5 cm yang tidak ada bedanya dengan bekas bungkus nasi yang ada di
tong-tong sampah (secara ontologis)?
Kamu harus menjawab dengan
tegas; “Karena hanya dengan kertas bertuliskan angka nominal seperti ini, semua
orang termasuk aku bisa mencukupi kebutuhan hidup, makan, rumah, kendaraan
dll.”
Begitu pula kami, sejak kecil
susah payah belajar membaca tulisan lembaran-lembaran kertas ini setelah itu
belajar bagaimana memahami-nya lalu berusaha melakoni intruksi-intruksi yang
terkandung di dalamnya, membela ajaran-ajarannya walaupun nyawa taruhannya.
Semua itu kulakukan karena hanya dengan lembaran-lembaran kertas bertuliskan
Kalamullah ini, kami bisa mencukupi kebutuhan hidup paling esensial yaitu
selamat di dunia dan Akhirat kelak.
Kalau masih ngeyel dengan
berkata; “tidak ada teks suci yang berlaku universal, sebab al-Qur’an hanya
dianggap suci oleh umat Islam, tidak umat lain. dst…”(5)
Bagi yang beriman kepada Allah
dan al-Qur’an cukup membaca ayat-ayat seperti:
ولو شاء ربك لجعل
الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين إلا من رحم ربك ولذلك خلقهم (هود:
118-119)
“Jikalau
Tuhanmu menghendaki tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.”
Tapi, bagi mereka yang belum
beriman bisa ambil analogi interaksi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang sangat tergantung dengan kertas yang ada angka nominal, sebab ada rupiah,
dolar, rupee, yen, poundsterling dll, semuanya punya subyek dan ruang
sendiri-sendiri. Kalau mereka menuntut ambisius, menghayal tentang kesucian
teks secara universal, sama saja mereka berambisi dan menuntut mata uang rupiah
berlaku universal, dan itu merupakan keinginan orang gila.
Untuk menutupi nalar kurang
terapi ini, mereka berkata: ”karena tidak ada seorangpun yang bisa mengetahui
kehendak Tuhan. Klaim-klaim atas kesucian teks, kebenaran ajaran atau klaim
kitab sucinya yang resmi bikinan Tuhan harus dihentikan”.(6)
Ini prinsip ekslusif yang
menuntut pengikutnya bersikap anti toleran, dan ingat, ini dunia bung, bukan
alam kubur, yang berlaku hanya kompetisi total. Semua berjuang untuk menduduki
klasemen teratas atau setidak-tidaknya mempertahankan eksistensinya.
Pundsterling, Dollar, Yen dll. akan terus (bukan sekedar klaim) berjuang agar
mata uangnya menduduki peringkat pertama dengan terus meningkatkan perekonomian
domestik dalam negerinya.
Oleh karenanya, Islam akan terus
dengan dakwahnya, Kristen dengan misionarisnya dll., mereka berkompetisi
mati-matian untuk menduduki peringkat teratas atau minimal eksistensi mereka
aman dengan terus berdialog dengan penduduk bumi agar memeluk Islam atau
Kristen. Mana idiologi yang paling rasional itulah yang akan menjadi juara dan
selalu menjawab problem-problem peradaban manusia disegala ruang dan waktu.
Memang ada mata uang yang dalam
batas subyek serta ruang tertentu berlaku universal, seperti Dollar Amerika,
atau ada upaya menyatukan mata uang seperti negara-negara di benua Eropa yaitu
Euro dan ini bisa terealisasi kalau pertumbuhan ekonomi masing-masing negara
paralel.
Begitu pula idiologi yang dalam
batas subyek dan ruang tertentu berlaku universal, seperti Islam. Sebab Islam
tidak bercokol di Jazirah Arab saja, tapi dalam batas subyek dan ruang tertentu
di Amerika, Eropa, Australia, Afrika dan Asia. Semuanya Allahu Akbar.
Dan kalau Euro terealisasi, dan
ini tentu berangkat dari masing-masing negara Eropa paralel pertumbuhan
ekonominya, maka begitulah idiologi, ketika masing-masing pihak yang terlibat
dialog (da’i mengajak umat manusia memeluk Islam, misionaris mengajak masuk
Kristen, dll.) sudah satu kata, yang terjadi adalah me-Wisuda idiologi juara
tersebut sebagai idiologi universal penduduk bumi.
Dan yang pasti, idiologi itu
bukan pemikiran liberal yang beridentitas:
-
Akal
sebagai Tuhan
-
Pemikir-pemikir
orientalis sebagai para Nabi
-
Buku-buku
orientalis sebagai kitab suci
-
Salman
Rusydi sebagai Wali Kutub
-
Novel
The Satanic Verses sebagai satu-satunya referensi Suluk
-
Mencaci
maki para Nabi, Sahabat, Tabi’in dan Ulama’-ulama’ sebagai ritual resmi.
Tapi, dengar baik-baik! Idiologi
itu adalah idiologi Tauhid. Sebab inilah yang paling rasional, tidak pernah
terdengar kapanpun dan di manapun seorang da’i pulang nyengir karena
kalah berdebat mempertahankan argumen Tuhan hanya satu, juga satu-satunya
solusi alternatif dari problem-problem peradaban manusia diberbagai ruang dan
waktu.
Lihat dunia abad 20, ada dua
raksasa super power dunia, Kapitalis dan Sosialis. Dan kekuatan yang kurang
diperhitungkan adalah Islam. Tapi apa kata sejarah, dipenghujung abad 20
sosialis ambruk dikubur ganasnya kompetisi dan pada permulaan abad 21 tinggal
kapitalis Barat yang terus takut dan selamanya akan takut dengan dunia Islam.
Mereka terus memprovokasi masyarakat dunia dengan jargon-jargon; “Islam sebagai
bibit dan basis Teroris dunia Internasional”, dan aksi intelektual-intelektual
orientalis terus melebarkan sayapnya untuk menggerogoti pemahaman publik muslim
terhadap hazanah pusaka leluhurnya. Dan kebetulan jamrud khatulistiwa kebagian
sayap liberal Paramadina dan JIL.
Benar kata Rasulullah SAW:
ليبلغن هذا الأمر ما بلغ الليل والنهار
ولا يترك الله بيت مدر ولا وبر إلا أدخله الله هذا الدين ..... (رواه
أحمد).
“Akan
sampai perkara ini (Islam) seiring malam dan siang, dan Allah tidak akan
menyisakan rumah yang terbuat dari tanah liat atau dari bulu kecuali akan
kemasukan agama ini….”
Jadi, kertas yang merupakan
barang konkrit yang tidak berharga dan ketika diberi tulisan angka nominal
menjadi berharga menurut manusia, begitu pula kertas yang bertuliskan
Kalamullah akan disucikan dan disakralkan oleh umat Islam.
Kalau semua ini masih dia
ingkari, maka jangan salahkan kalau tulisan seperti itu diseret dan dilempar
masuk LHA (Lubang Hitam Angker) tempat mangkalnya orang-orang gila 100
%. Sebab orang setengah gila saja ketika melihat selembar kertas di tengah
jalan lalu dia hampiri dan ternyata berangka Rp. 100.000, kontan saja jiwa
setengahnya yang gila langsung sembuh 100 % dan cepat-cepat ngacir sambil
bersiul.
3. NABI BANGSA ARAB
Selanjutnya penulis LHA pada
hal; 65 berkata: “Padahal sebagian proses otorisasi itu berjalan dan
berkelindan dengan persoalan-persoalan yang murni milik bangsa Arab, bahkan
proses turunnya ayat-ayat al-Qur’an sendiri tidak lepas dari intervensi Quraisy
sebagai suku mayoritas Arab.”
Argumen ini bermuara pada
pemahaman bahwa Muhammad diutus hanya untuk bangsa Arab, risalahnya tidak
universal seperti yang dikatakan umat Islam. Alur argumen ini barang rongsokan
milik Ali Abdul Raziq dalam kitabnya “al-Islam wa Ushulu al-Hukmi”, tapi
sayang tidak disertakan ayat-ayat yang mengukuhkan pemahaman ini agar publik
muslim benar-benar terhipnotis. Biasanya mereka menggunakan ayat-ayat seperti:
وهذا كتاب أنزلناه
مبارك مصدق الذي بين يديه ولتنذر أم القرى ومن حولها. (سورة الأنعام: 92).
“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah kami turunkan yang
diberkahi membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan agar kamu
memberi peringatan kepada penduduk Mekah dan orang-orang yang di luar
lingkungannya.”
Juga dalam Surat al-Syura; 7, al-Zuhruf; 44,
al-Syu’aro’: 214.
وكذلك أوحينا إليك قرآنا عربيا لتنذر أم القرى ومن حولها وتنذر
يوم الجمع لا ريب فيه. (الشورى: 7).
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Qur’an dalam bahasa Arab
supaya kamu memberi peringatan kepada ummul quro (penduduk Mekah) dan penduduk
negeri-negeri sekelilingnya serta memberi peringatan pula tentang hari
berkumpul yang tidak ada keraguan padanya.”
وإنه لذكر لك ولقومك وسوف تسألون (الزحرف: 44).
“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu
kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan dimintai
pertanggungjawaban.”
وأنذر عشيرتك الأقربين (الشعراء: 214)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.”
Menurut
mereka, pemikiran-pemikiran Muhammad berkembang secara alami senada dengan
al-Qur’an karyanya. Sebetulnya kalau mau jujur al-Qur’an sendiri telah
membantah argumen seperti ini dalam berbagai tempat surat al-Makiyah sangat
jelas bahwa al-Qur’an berstatus universal. Konsekuensinya risalah Muhammad juga
universal, bukan untuk Quraisy atau Bangsa Arab saja.
Sebab,
setelah Shulhul Hudaibiyah Beliau mengirim surat-surat pada
diktator-diktator bumi, Kisro, Kaisar, al-Najjasyi, Muqoiqis dll. Dan disetiap
akhir surat Beliau tertulis:
فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون (آل عمران:
64).
“Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka: saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang
berserah diri kepada Allah.”
Ucapan seperti ini bukanlah ucapan seorang tokoh
ambisius, tapi seorang Nabi yang telah menerima wahyu. Adapun ayat-ayat yang
digunakan para orientalis seperti di atas, itu berbicara tentang stimulansi
dakwah yang merupakan metode pragmatis.
Beliau memulai perseorangan setelah turun ayat:
يا أيها المدثر . قم فأنذر.(المدثر: 1-2).
“Hai orang yang berselimut! Bangunlah lalu berilah peringatan.”
Kemudian,
para kerabat beliau setelah turun ayat:
وأنذر عشيرتك الأقربين. (الشعراء: 214).
“Dan berilah pringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.”
Lalu satu Kabilah Quraisy ketika Beliau naik bukit
Shofa dan terus melebar pada semua Kabilah Arab, apalagi pada musim haji.
Pernah juga ke Thoif sebagai pelaksanaan instruksi لتنذر أم القرى ومن حولها
Ayat-ayat
seperti tadi, tidak bertentangan untuk mengukuhkan keuniversalan dakwah Beliau.
Sebab, seperti al-An’am: 92 ternyata sebelum ayat ini selang satu ayat
berbunyi:
قل لا أسألكم عليه أجرا، إن هو إلا ذكرى للعالمين . (الأنعام:
90).
“Katakanlah ! aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan
al-Qur’an. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk semua umat.”
Juga bisa dibaca ayat-ayat
di bawah ini:
تبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ليكون للعالمين
نذيرا (الفرقان: 1)
“Maha suci Allah yang telah
menurunkan al-Furqon (al-Qur’an) kepada hamba-Nya agar dia memberi peringatan
kepada seluruh alam.”
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين (الأنبياء: 107).
“Dan tidaklah Kami mengutus
kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
قل لا أسألكم عليه أجرا إن هو إلا ذكرى للعالمين
(الأنعام: 90).
“Katakanlah aku tidak meminta
upah kepadamu dalam menyampaikan al-Qur’an. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah
peringatan untuk segala umat.”
إن هو إلا ذكر للعالمين ولتعلمن نبأه بعد حين (ص:
87-88)
“al-Qur’an tidak lain
hanyalah peringatan bagi semesta alam dan sesungguhnya kamu akan mengetahui
kebenaran berita al-Qur’an setelah beberapa waktu lagi.”
وإن يكاد
الذين كفروا ليزلقونك بأبصارهم لما سمعوا الذكر ويقولون إنه لمجنون وما هو إلا ذكر
للعالمين. (القلم: 51-52).
“Dan sesungguhnya orang-orang
kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka
tatkala mereka mendengar al-Qur’an dan mereka berkata; sesungguhnya ia
(Muhammad) benar-benar orang gila dan al-Qur’an itu tidak lain hanyalah
peringatan bagi seluruh ummat.”
إن هو إلا ذكر للعالمين (التكوير: 27).
“al-Qur’an tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.”
قل يا أيها الناس إني رسول الله إليكم جميعا
(الأعراف: 158).
“Katakanlah hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua.”
وما أرسلناك إلا كافة للناس بشيرا ونذيرا (سبأ: 28).
“Dan Kami tidak mengutus kamu
melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan.”
Sebenarnya kalau mau obyektif mulai surat
al-Fatihah الحمد لله
رب العالمين sampai Surat an-Nas قل أعوذ برب الناس ملك الناس إله الناس semuanya menunjukkan bahwa al-Qur’an berstatus universal. Jadi
bukan kitabnya Kabilah Quraisy atau Arab saja seperti kata mereka pemilik kitab
Taurat sebagai kitabnya Bani Israel sampai Tuhan mereka klaim Tuhan Bani
Israel. Dan memang pembahasan kitab Taurat hanya berkisar Bani Israel dalam
berbagai periode.
Hadits-hadits
Nabi juga mengukuhkan pemahaman ini.
وكان النبي يبعث إلى قومه خاصة وبعثت إلى الناس كافة
(متفق عليه)
“Dahulu seorang Nabi diutus pada kaumnya saja, dan aku diutus
pada semua manusia.”
بعثت إلى كل أحمر وأسود. (رواه أحمد)
“Aku diutus pada semua orang yang berkulit dan hitam.”
4.
KREATIFITAS INTELEKTUAL
Selanjutnya
penulis LHA pada hal; 69 berkata: “setiap pemeluk agama membutuhkan kreativitas
intelektual, membutuhkan tokoh-tokoh agama yang kritis terhadap ajarannya guna
memperbaharui agama itu sendiri dari keterbatasan-keterbatasan sejarah.”
Pemahaman
seperti itu bersumber dari idiologi bahwa syari’at Islam bersandar pada asas
fundamental yang selalu terpisah dari struktur alam semesta seperti yang kita
lihat. Padahal doktrin-doktrin Islam khususnya yang inklusif selalu sholihatun
daiman likulli zamanin wa makanin, memperhatikan kemaslahatan umat di
berbagai waktu dan ruang, tapi karena kemaslahatan potensial untuk dipermainkan
keinginan-keinginan (syahwat) dan egoisme manusia, maka syari’at Islam membuat
neraca sebagai standar kemaslahatan hakiki yang memenuhi kebutuhan naluri
manusia dan disusun dalam prinsip-prinsip stimulansi prioritas yang terwujud
dalam tiga tahapan, yaitu; tahap dloruri (primer), haaji (sekunder) dan tahsini
(suplemen).
Benar
perkataan seperti tadi, tapi kreativitas intelektual tidak seperti yang mereka
pahami. Entah mereka ini belajar agama Islam dari siapa ?? kok menyamaratakan
doktrin-doktrin Islam dengan agama-agama lain yang statis, tidak menggubris
kebutuhan manusia dalam berbagai ruang dan waktu.
Memang
para intelektual Barat memutus hubungan dengan pihak gereja sebab ajaran-ajaran
Injil sudah tidak relevan dengan zaman. Tapi Islam bukanlah Kristen atau
agama-agama lainnya, karena konsep Islam ada yang qoth’iyyah dan dhonniyyah.
Prinsip-prinsip yang qoth’iyyah menuntut pemeluknya untuk bersikap
ekslusif, ini tidak mengalami transformasi sama sekali dan semua agama pasti
punya prinsip-prinsip ekslusif seperti Islam, kecuali idiologi liberal.
Prinsip-prinsip
ekslusif (qoth’i) ada yang qoth’iyyatu tsubut (baku keberadaannya) yang
diambil dari al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir, ada yang qoth’iyyatud
dalalah (baku pemahamannya) yaitu tidak menerima pemahaman lain kecuali
satu tafsir saja, seperti ayat:
يا أيها
الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه
لعلكم تفلحون. (المائدة: 90).
“Hai orang-orang yang beriman ! sesungguhnya khomr, berjudi,
berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keuntungan.”
Ayat
ini menunjukkan dengan yakin atas keharaman khomr dan berjudi dalam bentuk
perintah untuk menjauhi yang tidak disebut dalam al-Qur’an kecuali bersamaan
dengan menyebut berhala dan thoghut serta dosa-dosa besar lainnya, serta
konsekuensi keberuntungan bagi orang yang menjauhinya.
Terkadang
juga dalam satu nash mengandung banyak hukum, sebagian qoth’I (baku
pemahamannya) dan sebagian lagi dhonni (meragukan pemahamannya), maka
tidak diperbolehkan mengambil sebagian dhonni dalam satu nash sebagai dalil
untuk mengingkari pemahaman yang baku (qoth’i) seperti ayat:
والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا
نكالا من الله والله عزيز حكيم. (المائدة: 38).
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah
tangan keduanya sebagai balasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah dan Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana.”
Ayat ini menunjukkan wajibnya memotong tangan
tidak menerima pemahaman lain seperti perintah dalam ayat ini berstatus sunnah
atau mubah juga pemahaman memotong tangan secara majazi seperti dalam
sya’ir: اقطع لسانه (potonglah lisannya dengan sifat dermawan) seperti pemahaman
orang-orang modern yang terpengaruh pemikiran orientalis Barat.
Tapi,
tangan mana yang dipotong? Sebatas mana? Berapa nishob harta yang dicuri yang mewajibkan untuk
dipotong tangannya? Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan had? Serta apa saja syubhat yang menggagalkan pelaksanaan had?, semua
itu masuk dalam pemahaman dhonni, yang mempersilahkan pada semua pemikir
untuk menyampaikan ide dan ijtihadnya dalam ruang lingkup ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.
Jadi, Islam sangat membutuhkan kreativitas-kreativitas
intelektual dalam masalah doktrin-doktrin yang dhonniyatud
dalalah yang menuntut untuk bersikap inklusif atau menerima
semua pendapat atau ijtihad kelompok lain, sehingga dalam berbagai zaman dan
ruang Islam selalu relevan menjawab problematika peradaban manusia.
والله أعلم بالصواب والحمد لله رب العالمين
(1)
. Penulis “The Satanic
Verses” yang menghujat, menghina, mengumpat, mencaci maki, menuduh zina dengan
para pelacur lengkap dengan karikatur bertajuk Makkah Muhammad dan Lokalisasi Hijab, dan kotoran-kotoran lainnya.
(2) . Sumanto
al-Qurtuby, Lubang Hitam Agama (LHA), hal;63.
(3) .
al-Mihrab, Edisi 21, tahun ke-3, 2006 M/ 1427 H.
(4) . LHA,
hal; 64-65.
(5) . Ibid,
hal: 68.
(6) . Ibid,
hal; 69.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar