Koreksi atas buku “Lubang Hitam Agama”

Rabu, Maret 21, 2012

Koreksi atas buku “Lubang Hitam Agama” (LHA) yang beridentitas Sumanto al-Qurthubi dengan pengantar khusus Ulil Abshar Abdalla memakai jasa penerbitan “Rumah Kata”.

1.      KEBEBASAN BEREKSPRESI
Tema ini dimulai dengan menceritakan dialog Salman Rusydi(1) dengan Tuan Qodli dan kesemuanya dialamatkan pada Rasulullah SAW. Di tengah cerita Salman Rusydi berargumen ketika “Dzul Huwaisiroh” menghina Nabi Beliau melarang membunuhnya, apakah Tuan Qodli juga lupa bahwa Nabi membiarkan begundal Abdullah bin Ubai berkeliaran di sekitarnya meski ia sering menghina Nabi?. (2)
Argumen Rusydi ini paradoks dengan tema penulis yang memperjuangkan “Beyond the teks” (melampaui teks), sebab ini masalah hak yang bisa diambil dan tidak terserah pemiliknya (Nabi Muhammad SAW) dan memang ada pertimbangan lain yang lebih urgens mengapa Beliau membiarkan mereka berdua. Yaitu: لئلا يقول الناس أن محمدا يقتل أصحابه, agar manusia tidak berkata bahwa Muhammad membunuh Sahabatnya.
Sebab kalau Beliau mengeksekusi, kekompakan dan persatuan umat yang baru beliau gagas akan terancam dan labil, dan ini angin segar bagi musuh-musuh Beliau. Mereka akan memprovokasi orang-orang yang pro dengan Dzul Huwaisiroh atau Abdullah bin Ubai sebagai senjata-senjata ampuh.
Jadi, substansi hukum dalam masalah ini adalah:
-          Nabi (pemilik hak) masih hidup dan memaafkan.
-          Menghindari madlarat yang lebih besar yang mengancam stabilitas keamanan negara.
Berarti hukum ini (Nabi tidak mengeksekusi) akan mengalami tranformasi tergantung ada tidaknya kedua substansi tersebut. Karena الحكم يدور مع علته وجودا وعدما, hukum itu berputar pada illatnya wujud atau tidak.
Jadi, ruang dan waktu yang menjawab semua ini, sekarang Nabi sudah wafat dan kondisi umat Islam sekarang tidak merasa terancam stabilitas keamanan negaranya, sebab memang belum punya negara Islam yang menyatukan umat Islam secara Universal.
Berarti kalau publik muslim marah, mengutuk, menuntut eksekusi Salman Rusydi, itu berangkat dari pemahaman kontekstual bukan tekstual yang regress. Sebab Nabi sudah wafat, kehormatan, harga diri, prestise Beliau adalah bagian dari perasaan primordial publik Muslim yang harus dipersembahkan secara utuh dan dibela walau nyawa taruhannya sebab:
النبي أولى بالمؤمنين من أنفسهم وأزواجه أمتهاتهم (الأحزاب: 6).
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mu’min dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.”
Jadi, kalau Salman Rusydi merengek-rengek pada Tuan Qodli dan umat Islam, agar dia tidak dieksekusi dengan argumen yang tekstual seperti tadi juga berlindung di balik “hak mengekpresikan anugerah Tuhan” silahkan bawa saja rengekan itu besok di hari pembalasan di hadapan Muhammad dan kalau sekarang di dunia ini dia ingin selamat dari tajamnya pedang, panasnya peluru, berlindung saja di ketiak bangsa Inggris atau Margareth Ticher yang dengan antusias menyambut, mengambil, menciumi kotoran-kotoran Salman Rusydi.
Aksi Salman Rusydi terjadi tahun 1989, lalu diteruskan tahun 1994 oleh Steven Spielberg dengan merilis film True Lies yang menggambar-kan Islam pimpinan Abdul Aziz sebagai teroris yang memimpin organisasi terror ‘Crimson Jihad’. Dan pada bulan juli 1997, wanita Yahudi Israel, Tatyana Suskin, membuat dan menyebarkan dua puluh poster yang menghina Islam dan Nabi Muhammad diantaranya ada poster seekor babi yang mengenakan kafiyah ala Palestina.
Tidak berhenti sampai di situ, para penerus jejak Salman Rusydi diawal abad- 21 tepatnya 2002 dimuat tulisan jurnalis Nigeria, Isioma Daniel tentang Rasul dan Miss Word. Tahun 2004 dirilis film dokumenter garapan produser Belanda, Theo Van Gogh, yang menghina Islam dan Nabi Muhammad. Kemudian tahun 2005 musium Tate di London menambah koleksinya dengan patung karya John Latham. 30 September 2005 koran Jyllands Posten menerbitkan kartun-kartun yang menghina Rasulullah, dan pada Januari 2006 dimuat lagi di Norwegia. Awal Februari 2006 dua surat kabar Selandia Baru, Wellington’s Dominion Post dan Christxhuruch’s The Press mencetak ulang kartun-kartun yang menghina Rasulullah.(3)
Aksi-aksi tersebut mereka lakukan untuk melukai perasaan umat Islam, bukan Muhammad, sebab walaupun semua manusia menghina Nabi, beliau tidak akan pernah bergeser dari keNabian-nya. Dalam peristiwa Hudaibiyah beliau berkata pada diplomat Quraisy:
إني لرسول الله وإن كذبتموني.
“Sesungguhnya aku adalah benar-benar utusan Allah, walaupun kalian semua (Quraisy) tidak mempercayaiku.”
Juga untuk menghipnotis opini masyarakat dunia dengan menebar citra buruk tentang Islam. aksi ini dilatar belakangi perasaan takut terhadap dunia Islam akan menghegemoni percaturan dunia, menggulung peradaban mereka. Dan sebetulnya strategi demikian ini senjata makan tuan, dengan aksi seperti ini justru menumbuh suburkan solidaritas muslim internasional dan cepat atau lambat persatuan umat Islam yang diimpi-impikan akan terwujud dan terjadilah apa yang mereka takutkan selama ini.


2.      DOKUMEN LAKNAT
Setelah selesai mendongeng,penulis LHA membuat kesimpulan tentang obyek kesucian yang disandarkan pada para Nabi atau Kitab suci seperti al-Qur’an, dia menulis: “al-Qur’an sehingga menjadi “kitab suci” (sengaja saya pakai tanda kutip) juga tidak lepas dari peran serta tangan-tangan gaib yang bekerja di balik layar maupun di atas panggung politik kekuasaan untuk memapankan status al-Qur’an. Dengan kata lain ada proses historis yang amat pelik dalam sejarah pembukuan al-Qur’an hingga teks ini menjadi sebuah korpus resmi yang diakui secara konsensus oleh semua umat Islam.”(4) (LHA; 64-65).
Ini argumen mereka-mereka yang di luar gelanggang (belum mengimani al-Qur’an sebagai kitab suci), alur argumennya mengajak, memprovokasi dan memaksa publik muslim untuk membuang hazanah pusaka leluhur ke tong-tong sampah dengan alasan proses historis al-Qur’an dari komunikasi lisan ke komunikasi tulisan sangat meragukan.
Kalau betul kata penulis LHA, agar dialog bisa diteruskan, mestinya menyertakan dokumen laknat yang ngumpet ribuan tahun ditelan sejarah terkutuk, baru bisa diadu keotentikan dokumen publik muslim yang diwarisi dari generasi ke generasi dengan dokumen laknat itu yang hobinya ngumpet.
Dan kalau tidak punya atau belum ketemu, ada alamat yang bisa dituju yaitu di Lebanon ada seorang pendeta yang bernama Abu Musa al-Hariry, dia punya segudang dokumen-dokumen laknat yang dicari penulis, entah dia masih hidup atau sudah mati.
Dan kalau di pojok ruang hati dia (penulis LHA) masih tertinggal secuil rongsokan iman kepada al-Qur’an, dia mestinya bertanya; mengapa al-Qur’an dijadikan kitab suci?, bagaimana proses historis yang sudah ribuan tahun bisa dijamin keakuratannya?, dan lain-lain. Pembahasan ini bisa dilihat dalam bab. Pluralisme.
Selanjutnya untuk mengukuhkan argumennya bahwa tidak ada obyek kesucian yang berlaku universal, al-Qur’an sekalipun, dia mengutip ucapan Ali bin Abi Thalib ra.,
 القرآن خط مسطور بين دفــّتين لا ينطِق، إنما يتكلم به الرجال
"Al-Qur’an hanyalah sebuah tulisan yang ditulis diantara dua lembar kertas, ia tidak berbicara, manusialah yang membuatnya bicara."
Dalam kitab “Jam’ul Masanid” juz; 17-20 dalam bab “Jumlatu min manaqibi ‘Aliyyin” dari Sahabat Abu Juhaifah Beliau berkata pada Ali ra:
هل عندكم شيء من الوحي إلا ما في كتاب الله؟، قال: والذي فلق الحبة وبرأ النسمة ما أعلمه إلا فهما يعطيه الله رجلا في القرآن.... (رواه البخاري).
“Apakah kamu mempunyai sesuatu (wahyu) selain yang ada dalam kitab Allah?, Ali berkata: “Demi Dzat yang membuka biji-bijian dan melahirkan makhluk yang bernyawa, saya tidak mengetahuinya kecuali kefahaman yang diberikan Allah kepada seseorang tentang al-Qur’an…”
Begitulah lafadz yang diriwayatkan Bukhori, Imam Ahmad, Abi Dawud, Turmudzi dan Nasa’i, dan itulah yang ada dalam referensi umat Islam, tidak seperti yang ditulis LHA, tapi keduanya semakna. Tidak biasanya pemikir liberal berdalil, apalagi sekedar atsar sahabat, Alqur’an saja mereka anggap barang rongsokan, tapi karena lagi butuh, punya kepentingan, dan hajat, seperti kata orang arab:
"صاحب الحاجة أرعن لا يروم إلا حاجته ولو بطريق باطل ولا شك أن الذي قضى حاجته أرعن "
“Orang yang punya kepentingan itu sangat bodoh, tidak punya keinginan kecuali untuk memenuhi kebutuhanya walaupun dengan jalan yang batil, dan memang orang yang sedang melaksanakan hajat, kondisinya sangat jelek.”
Memang secara ontologis atau dasari tidak ada teks suci, semua kesucian palsu, yang ada hanya Dzat Yang Maha Suci yaitu Allah. Sebab, term suci adalah abstrak ketika disandarkan pada benda-benda konkrit berupa tulisan pada lembaran-lembaran kertas. Jadi, yang suci adalah nilai-nilai yang terkandung dalam lembaran-lembaran kertas. Dan sebagai konsekuensinya barang konkrit ini juga disucikan, tidak boleh memegang bagi yang punya hadats, harus diletakkan di tempat teratas, diciumi dll. karena itu Kalam Allah, Dzat yang Maha Suci.
Kalau tidak percaya, sekarang raba sakumu ada apa disitu? Ada dompet! Buka …ada lembaran-lembaran uang kertas dengan berbagai tulisan angka nominal.
Kami ingin bertanya sederhana saja, mengapa lembaran-lembaran kertas yang secara ontologis tidak berharga tidak ada bedanya dengan potongan-potongan kertas yang ada di tong-tong sampah kau lipat rapi, kau masukkan dompet kulit, kau letakkan secara tersembunyi di sakumu?.
Dan kamu pasti akan menjawab; karena ada tulisan angka bernilai seratus ribu misalkan”. Begitu pula kami, lembaran-lembaran kertas yang kuciumi ini kuletakkan di tempat teratas, kalau aku hadats tidak berani menyentuhnya? Semua itu kulakukan karena ada tulisan bernilai firman-firman Allah… Itu satu!.
Kedua, mengapa kau susah payah peras keringat banting tulang juga pikiran, bahkan mungkin kau rela menjual harga diri, idiologi atau nyawa sekalipun hanya demi mendapatkan kertas berukuran 10x5 cm yang tidak ada bedanya dengan bekas bungkus nasi yang ada di tong-tong sampah (secara ontologis)?
Kamu harus menjawab dengan tegas; “Karena hanya dengan kertas bertuliskan angka nominal seperti ini, semua orang termasuk aku bisa mencukupi kebutuhan hidup, makan, rumah, kendaraan dll.”
Begitu pula kami, sejak kecil susah payah belajar membaca tulisan lembaran-lembaran kertas ini setelah itu belajar bagaimana memahami-nya lalu berusaha melakoni intruksi-intruksi yang terkandung di dalamnya, membela ajaran-ajarannya walaupun nyawa taruhannya. Semua itu kulakukan karena hanya dengan lembaran-lembaran kertas bertuliskan Kalamullah ini, kami bisa mencukupi kebutuhan hidup paling esensial yaitu selamat di dunia dan Akhirat kelak.
Kalau masih ngeyel dengan berkata; “tidak ada teks suci yang berlaku universal, sebab al-Qur’an hanya dianggap suci oleh umat Islam, tidak umat lain. dst…”(5)
Bagi yang beriman kepada Allah dan al-Qur’an cukup membaca ayat-ayat seperti:
ولو شاء ربك لجعل الناس أمة واحدة ولا يزالون مختلفين إلا من رحم ربك ولذلك خلقهم (هود: 118-119)
“Jikalau Tuhanmu menghendaki tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan mereka.”
Tapi, bagi mereka yang belum beriman bisa ambil analogi interaksi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat tergantung dengan kertas yang ada angka nominal, sebab ada rupiah, dolar, rupee, yen, poundsterling dll, semuanya punya subyek dan ruang sendiri-sendiri. Kalau mereka menuntut ambisius, menghayal tentang kesucian teks secara universal, sama saja mereka berambisi dan menuntut mata uang rupiah berlaku universal, dan itu merupakan keinginan orang gila.
Untuk menutupi nalar kurang terapi ini, mereka berkata: ”karena tidak ada seorangpun yang bisa mengetahui kehendak Tuhan. Klaim-klaim atas kesucian teks, kebenaran ajaran atau klaim kitab sucinya yang resmi bikinan Tuhan harus dihentikan”.(6)
Ini prinsip ekslusif yang menuntut pengikutnya bersikap anti toleran, dan ingat, ini dunia bung, bukan alam kubur, yang berlaku hanya kompetisi total. Semua berjuang untuk menduduki klasemen teratas atau setidak-tidaknya mempertahankan eksistensinya. Pundsterling, Dollar, Yen dll. akan terus (bukan sekedar klaim) berjuang agar mata uangnya menduduki peringkat pertama dengan terus meningkatkan perekonomian domestik dalam negerinya.
Oleh karenanya, Islam akan terus dengan dakwahnya, Kristen dengan misionarisnya dll., mereka berkompetisi mati-matian untuk menduduki peringkat teratas atau minimal eksistensi mereka aman dengan terus berdialog dengan penduduk bumi agar memeluk Islam atau Kristen. Mana idiologi yang paling rasional itulah yang akan menjadi juara dan selalu menjawab problem-problem peradaban manusia disegala ruang dan waktu.
Memang ada mata uang yang dalam batas subyek serta ruang tertentu berlaku universal, seperti Dollar Amerika, atau ada upaya menyatukan mata uang seperti negara-negara di benua Eropa yaitu Euro dan ini bisa terealisasi kalau pertumbuhan ekonomi masing-masing negara paralel.
Begitu pula idiologi yang dalam batas subyek dan ruang tertentu berlaku universal, seperti Islam. Sebab Islam tidak bercokol di Jazirah Arab saja, tapi dalam batas subyek dan ruang tertentu di Amerika, Eropa, Australia, Afrika dan Asia. Semuanya Allahu Akbar.
Dan kalau Euro terealisasi, dan ini tentu berangkat dari masing-masing negara Eropa paralel pertumbuhan ekonominya, maka begitulah idiologi, ketika masing-masing pihak yang terlibat dialog (da’i mengajak umat manusia memeluk Islam, misionaris mengajak masuk Kristen, dll.) sudah satu kata, yang terjadi adalah me-Wisuda idiologi juara tersebut sebagai idiologi universal penduduk bumi.
Dan yang pasti, idiologi itu bukan pemikiran liberal yang beridentitas:
-          Akal sebagai Tuhan
-          Pemikir-pemikir orientalis sebagai para Nabi
-          Buku-buku orientalis sebagai kitab suci
-          Salman Rusydi sebagai Wali Kutub
-          Novel The Satanic Verses sebagai satu-satunya referensi Suluk
-          Mencaci maki para Nabi, Sahabat, Tabi’in dan Ulama’-ulama’ sebagai ritual resmi.
Tapi, dengar baik-baik! Idiologi itu adalah idiologi Tauhid. Sebab inilah yang paling rasional, tidak pernah terdengar kapanpun dan di manapun seorang da’i pulang nyengir karena kalah berdebat mempertahankan argumen Tuhan hanya satu, juga satu-satunya solusi alternatif dari problem-problem peradaban manusia diberbagai ruang dan waktu.
Lihat dunia abad 20, ada dua raksasa super power dunia, Kapitalis dan Sosialis. Dan kekuatan yang kurang diperhitungkan adalah Islam. Tapi apa kata sejarah, dipenghujung abad 20 sosialis ambruk dikubur ganasnya kompetisi dan pada permulaan abad 21 tinggal kapitalis Barat yang terus takut dan selamanya akan takut dengan dunia Islam. Mereka terus memprovokasi masyarakat dunia dengan jargon-jargon; “Islam sebagai bibit dan basis Teroris dunia Internasional”, dan aksi intelektual-intelektual orientalis terus melebarkan sayapnya untuk menggerogoti pemahaman publik muslim terhadap hazanah pusaka leluhurnya. Dan kebetulan jamrud khatulistiwa kebagian sayap liberal Paramadina dan JIL.
Benar kata Rasulullah SAW:
ليبلغن هذا الأمر ما بلغ الليل والنهار ولا يترك الله بيت مدر ولا وبر إلا أدخله الله هذا الدين ..... (رواه أحمد).
“Akan sampai perkara ini (Islam) seiring malam dan siang, dan Allah tidak akan menyisakan rumah yang terbuat dari tanah liat atau dari bulu kecuali akan kemasukan agama ini….”
Jadi, kertas yang merupakan barang konkrit yang tidak berharga dan ketika diberi tulisan angka nominal menjadi berharga menurut manusia, begitu pula kertas yang bertuliskan Kalamullah akan disucikan dan disakralkan oleh umat Islam.
Kalau semua ini masih dia ingkari, maka jangan salahkan kalau tulisan seperti itu diseret dan dilempar masuk LHA (Lubang Hitam Angker) tempat mangkalnya orang-orang gila 100 %. Sebab orang setengah gila saja ketika melihat selembar kertas di tengah jalan lalu dia hampiri dan ternyata berangka Rp. 100.000, kontan saja jiwa setengahnya yang gila langsung sembuh 100 % dan cepat-cepat ngacir sambil bersiul.

3. NABI BANGSA ARAB
Selanjutnya penulis LHA pada hal; 65 berkata: “Padahal sebagian proses otorisasi itu berjalan dan berkelindan dengan persoalan-persoalan yang murni milik bangsa Arab, bahkan proses turunnya ayat-ayat al-Qur’an sendiri tidak lepas dari intervensi Quraisy sebagai suku mayoritas Arab.”
Argumen ini bermuara pada pemahaman bahwa Muhammad diutus hanya untuk bangsa Arab, risalahnya tidak universal seperti yang dikatakan umat Islam. Alur argumen ini barang rongsokan milik Ali Abdul Raziq dalam kitabnya “al-Islam wa Ushulu al-Hukmi”, tapi sayang tidak disertakan ayat-ayat yang mengukuhkan pemahaman ini agar publik muslim benar-benar terhipnotis. Biasanya mereka menggunakan ayat-ayat seperti:
وهذا كتاب أنزلناه مبارك مصدق الذي بين يديه ولتنذر أم القرى ومن حولها. (سورة الأنعام: 92).
“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah kami turunkan yang diberkahi membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada penduduk Mekah dan orang-orang yang di luar lingkungannya.”
Juga dalam Surat al-Syura; 7, al-Zuhruf; 44, al-Syu’aro’: 214.
وكذلك أوحينا إليك قرآنا عربيا لتنذر أم القرى ومن حولها وتنذر يوم الجمع لا ريب فيه. (الشورى: 7).
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada ummul quro (penduduk Mekah) dan penduduk negeri-negeri sekelilingnya serta memberi peringatan pula tentang hari berkumpul yang tidak ada keraguan padanya.”
وإنه لذكر لك ولقومك وسوف تسألون (الزحرف: 44).
“Dan sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan dimintai pertanggungjawaban.”
وأنذر عشيرتك الأقربين (الشعراء: 214)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.”
Menurut mereka, pemikiran-pemikiran Muhammad berkembang secara alami senada dengan al-Qur’an karyanya. Sebetulnya kalau mau jujur al-Qur’an sendiri telah membantah argumen seperti ini dalam berbagai tempat surat al-Makiyah sangat jelas bahwa al-Qur’an berstatus universal. Konsekuensinya risalah Muhammad juga universal, bukan untuk Quraisy atau Bangsa Arab saja.
Sebab, setelah Shulhul Hudaibiyah Beliau mengirim surat-surat pada diktator-diktator bumi, Kisro, Kaisar, al-Najjasyi, Muqoiqis dll. Dan disetiap akhir surat Beliau tertulis:
فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون (آل عمران: 64).
“Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah.”
Ucapan seperti ini bukanlah ucapan seorang tokoh ambisius, tapi seorang Nabi yang telah menerima wahyu. Adapun ayat-ayat yang digunakan para orientalis seperti di atas, itu berbicara tentang stimulansi dakwah yang merupakan metode pragmatis.
Beliau memulai perseorangan setelah turun ayat:
يا أيها المدثر . قم فأنذر.(المدثر: 1-2).
“Hai orang yang berselimut! Bangunlah lalu berilah peringatan.”
Kemudian, para kerabat beliau setelah turun ayat:
وأنذر عشيرتك الأقربين. (الشعراء: 214).
“Dan berilah pringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.”
Lalu satu Kabilah Quraisy ketika Beliau naik bukit Shofa dan terus melebar pada semua Kabilah Arab, apalagi pada musim haji. Pernah juga ke Thoif sebagai pelaksanaan instruksi لتنذر أم القرى ومن حولها
Ayat-ayat seperti tadi, tidak bertentangan untuk mengukuhkan keuniversalan dakwah Beliau. Sebab, seperti al-An’am: 92 ternyata sebelum ayat ini selang satu ayat berbunyi:
 قل لا أسألكم عليه أجرا، إن هو إلا ذكرى للعالمين . (الأنعام: 90).
“Katakanlah ! aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan al-Qur’an. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk semua umat.”
Juga bisa dibaca ayat-ayat di bawah ini:
تبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا (الفرقان: 1)
“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqon (al-Qur’an) kepada hamba-Nya agar dia memberi peringatan kepada seluruh alam.”
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين (الأنبياء: 107).
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
قل لا أسألكم عليه أجرا إن هو إلا ذكرى للعالمين (الأنعام: 90).
“Katakanlah aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan al-Qur’an. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.”
إن هو إلا ذكر للعالمين ولتعلمن نبأه بعد حين (ص: 87-88)
“al-Qur’an tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam dan sesungguhnya kamu akan mengetahui kebenaran berita al-Qur’an setelah beberapa waktu lagi.”
وإن يكاد الذين كفروا ليزلقونك بأبصارهم لما سمعوا الذكر ويقولون إنه لمجنون وما هو إلا ذكر للعالمين. (القلم: 51-52).
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka tatkala mereka mendengar al-Qur’an dan mereka berkata; sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang gila dan al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh ummat.”
إن هو إلا ذكر للعالمين (التكوير: 27).
“al-Qur’an tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam.”
قل يا أيها الناس إني رسول الله إليكم جميعا (الأعراف: 158).
“Katakanlah hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.”
وما أرسلناك إلا كافة للناس بشيرا ونذيرا (سبأ: 28).
“Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.”
Sebenarnya kalau mau obyektif mulai surat al-Fatihah الحمد لله رب العالمين  sampai Surat an-Nas قل أعوذ برب الناس ملك الناس إله الناس semuanya menunjukkan bahwa al-Qur’an berstatus universal. Jadi bukan kitabnya Kabilah Quraisy atau Arab saja seperti kata mereka pemilik kitab Taurat sebagai kitabnya Bani Israel sampai Tuhan mereka klaim Tuhan Bani Israel. Dan memang pembahasan kitab Taurat hanya berkisar Bani Israel dalam berbagai periode.
Hadits-hadits Nabi juga mengukuhkan pemahaman ini.
وكان النبي يبعث إلى قومه خاصة وبعثت إلى الناس كافة (متفق عليه)
“Dahulu seorang Nabi diutus pada kaumnya saja, dan aku diutus pada semua manusia.”
بعثت إلى كل أحمر وأسود. (رواه أحمد)
Aku diutus pada semua orang yang berkulit dan hitam.”

4. KREATIFITAS INTELEKTUAL
Selanjutnya penulis LHA pada hal; 69 berkata: “setiap pemeluk agama membutuhkan kreativitas intelektual, membutuhkan tokoh-tokoh agama yang kritis terhadap ajarannya guna memperbaharui agama itu sendiri dari keterbatasan-keterbatasan sejarah.”
Pemahaman seperti itu bersumber dari idiologi bahwa syari’at Islam bersandar pada asas fundamental yang selalu terpisah dari struktur alam semesta seperti yang kita lihat. Padahal doktrin-doktrin Islam khususnya yang inklusif selalu sholihatun daiman likulli zamanin wa makanin, memperhatikan kemaslahatan umat di berbagai waktu dan ruang, tapi karena kemaslahatan potensial untuk dipermainkan keinginan-keinginan (syahwat) dan egoisme manusia, maka syari’at Islam membuat neraca sebagai standar kemaslahatan hakiki yang memenuhi kebutuhan naluri manusia dan disusun dalam prinsip-prinsip stimulansi prioritas yang terwujud dalam tiga tahapan, yaitu; tahap dloruri (primer), haaji (sekunder) dan tahsini (suplemen).
Benar perkataan seperti tadi, tapi kreativitas intelektual tidak seperti yang mereka pahami. Entah mereka ini belajar agama Islam dari siapa ?? kok menyamaratakan doktrin-doktrin Islam dengan agama-agama lain yang statis, tidak menggubris kebutuhan manusia dalam berbagai ruang dan waktu.
Memang para intelektual Barat memutus hubungan dengan pihak gereja sebab ajaran-ajaran Injil sudah tidak relevan dengan zaman. Tapi Islam bukanlah Kristen atau agama-agama lainnya, karena konsep Islam ada yang qoth’iyyah dan dhonniyyah. Prinsip-prinsip yang qoth’iyyah menuntut pemeluknya untuk bersikap ekslusif, ini tidak mengalami transformasi sama sekali dan semua agama pasti punya prinsip-prinsip ekslusif seperti Islam, kecuali idiologi liberal.
Prinsip-prinsip ekslusif (qoth’i) ada yang qoth’iyyatu tsubut (baku keberadaannya) yang diambil dari al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir, ada yang qoth’iyyatud dalalah (baku pemahamannya) yaitu tidak menerima pemahaman lain kecuali satu tafsir saja, seperti ayat:
يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون. (المائدة: 90).
“Hai orang-orang yang beriman ! sesungguhnya khomr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan.”
Ayat ini menunjukkan dengan yakin atas keharaman khomr dan berjudi dalam bentuk perintah untuk menjauhi yang tidak disebut dalam al-Qur’an kecuali bersamaan dengan menyebut berhala dan thoghut serta dosa-dosa besar lainnya, serta konsekuensi keberuntungan bagi orang yang menjauhinya.
Terkadang juga dalam satu nash mengandung banyak hukum, sebagian qoth’I (baku pemahamannya) dan sebagian lagi dhonni (meragukan pemahamannya), maka tidak diperbolehkan mengambil sebagian dhonni dalam satu nash sebagai dalil untuk mengingkari pemahaman yang baku (qoth’i) seperti ayat:
والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله والله عزيز حكيم. (المائدة: 38).
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya sebagai balasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah Maha Perkasa lagi Bijaksana.”
Ayat ini menunjukkan wajibnya memotong tangan tidak menerima pemahaman lain seperti perintah dalam ayat ini berstatus sunnah atau mubah juga pemahaman memotong tangan secara majazi seperti dalam sya’ir: اقطع لسانه (potonglah lisannya dengan sifat dermawan) seperti pemahaman orang-orang modern yang terpengaruh pemikiran orientalis Barat.
Tapi, tangan mana yang dipotong? Sebatas mana? Berapa nishob harta yang dicuri yang mewajibkan untuk dipotong tangannya? Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan had? Serta apa saja syubhat yang menggagalkan pelaksanaan had?, semua itu masuk dalam pemahaman dhonni, yang mempersilahkan pada semua pemikir untuk menyampaikan ide dan ijtihadnya dalam ruang lingkup ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.

Jadi, Islam sangat membutuhkan kreativitas-kreativitas intelektual dalam masalah doktrin-doktrin yang dhonniyatud dalalah yang menuntut untuk bersikap inklusif atau menerima semua pendapat atau ijtihad kelompok lain, sehingga dalam berbagai zaman dan ruang Islam selalu relevan menjawab problematika peradaban manusia.
والله أعلم بالصواب والحمد لله رب العالمين


(1) . Penulis “The Satanic Verses” yang menghujat, menghina, mengumpat, mencaci maki, menuduh zina dengan para pelacur lengkap dengan karikatur bertajuk Makkah Muhammad dan Lokalisasi Hijab, dan kotoran-kotoran lainnya.
(2) . Sumanto al-Qurtuby, Lubang Hitam Agama (LHA), hal;63.
(3) . al-Mihrab, Edisi 21, tahun ke-3, 2006 M/ 1427 H.
(4) . LHA, hal; 64-65.
(5) . Ibid, hal: 68.
(6) . Ibid, hal; 69.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

 

Facebook Gue