Musyawarah Buku (Estetika Nalar Sang Liberalis)

Selasa, Februari 21, 2012



Judul: Musyawarah Buku: Menyusuri Keindahan Islam dari Kitab ke Kitab
Penulis: Khaled Abou El Fadl
Penerjemah: Abdullah Ali
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan: Sptermber 2002
Tebal: 223 halaman

Suatu ketika, dahulu, ada saat di mana para sarjana muslim menempatkan aktifitas menulis sebagai kerja kesalehan. Olehnya, di setiap akhir mukadimah buku yang mereka susun, kurang lebih, mereka menulis begini, “Ini adalah upaya saya. Sekiranya saya benar, maka ini adalah rahmat Tuhan; dan sekiranya saya salah, saya memohon ampun kepada-Nya.” Kalimat yang begitu indah nan sarat makna. Namun, sayang sekali, keyakinan bahwa menulis sebagai bentuk kerja kesalehan ini merupakan satu dari begitu banyak hal yang terhapus dari memori masyarakat muslim kontemporer. Lewat buku berjudul ini, Musyawarah Buku, Khaled Abou El Fadl, Guru Besar Hukum Islam di Univesitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, maujud untuk mengingatkan umat Islam akan tradisi-tradisi yang mereka lupakan.

Untuk kategori buku yang memuat perihal khazanah kesarjanaan jurisprudensi Islam klasik, buku ini tergolong unik dari sisi penyajiannya. Abou El Fadl menghadirkan buku ini dalam bentuk dialogis; musyawarah imajiner dengan karya-karya para sarjana muslim klasik, semisal al-Thabari (w. 923 M.), Ibnu Rusyd (w. 1198 M. [di Barat Ibnu Rusyd diidentifikasi dengan nama Avverous]), dan masih banyak lagi. Walhasil, gaya dialogis buku ini mampu menghadirkan wacana Islam klasik yang sejatinya rumit menjadi “nyaman” dicerna. Bagi Abou El Fadl, teks-teks klasik Islam adalah gudang pemikian masa lalu untuk menjaga pikiran generasi masa depan. Dengan demikian, pikiran masa lalu juga dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran generasi masa kini.

Dalam batas tertentu, membaca Musyawarah Buku boleh jadi mengingatkan kita pada gaya Jostein Gaarder dalam menyajikan ragam wacana filsafat lewat novel Dunia Sophie. Akan tetapi, sisi lain yang menarik dari karya Abou El Fadl ini adalah kemampuannya dalam menyajikan realita ironi yang menghiasi hidup para sarjana muslim klasik ketika bersentuhan dengan kekuasaan. Tengok saja sepenggal kutipan berikut:

Mata saya beralih ke buku-buku karya Ibn Taymiyah (w. 782 H/1328 M.), yang pada masanya sangat kontroversial dan mungkin lebih mudah mengundang perselisihan, tapi justru sangat unik. Dewasa ini, setiap orang menyebutnya dan sangat sedikit yang memahaminya. Pada masanya sekalipun, dia membuat bingung teman dan musuhnya. Para pencelanya menuduhnya gila, dan dia merana meninggal di penjara. Saya merinding membayangkan betapa dia seringkali dipukuli karena keyakinannya dan betapa dia menikmati penderitaannya itu! Tetapi, bukankah siksaan selalu menjadi akte-ketulusan yang dikeluarkan untuk kelompok yang paling cerdas dan berani? (h. 25)

Tidak berhenti pada ironi masa lalu, Abou El Fadl juga menghadirkan banyak ironi masa kini, melalui kacamata masa lalu, yang belakangan sangat tampak di wajah umat Islam, seperti kekerasan terhadap perempuan, kasus terorisme yang berakar pada kurangnya pemahaman akan warisan tradisi, dan kecenderungan mayoritas umat Islam yang acuh terhadap signifikansi buku.

Sejarah dan kebudayaan Islam merespons secara konkret dan jelas: Ratusan wakaf sepanjang sejarah Islam diberikan untuk mendukung universitas-universitas, para ulama, dan beasiswa. Sebagai muslim yang mencari Tuhannya, mereka menemukan keberagaman dan keagungan luar biasa pada makhluk dan ciptaan Tuhan. Mereka menemukan dan memperkaya warisan Yunani, Persi, Romawi, Israel, dan Arab. Ribuan musyawarah bermunculan di seluruh wilayah kaum muslim ketika Islam kembali memperkenalkan dunia kepada Peradaban buku. Selama beberapa abad, mayoritas jalan menuju pengetahuan telah melewati Islam….

Jalan kaum muslim menuju pengetahuan terintangi oleh dogma, sikap apologetis, kemalasan, dam kebodohan yang sebenarnya tidak rumit. Tapi kebanyakan, jalan kaum muslim terintangi oleh sikap acuh tak acuh yang nyaris sempurna terhadap nilai akal dan peran yang dimainkannya dalam mencari pengetahuan. Kaum muslim dewasa ini lebih suka membangun gedung-gedung ketimbang pikiran….
Masalahnya muncul ketika setiap muslim yang kaya lebih suka membangun gedung ketimbang menyokong pemikiran, dan ketika kaum muslim melupakan nilai buku meskipun ada fakta bahwa agama mereka didasarkan pada sebuah kitab yang berbicara tentang peran buku-buku.

Walhasil, buku ini harus juga dilihat dalam konteks penulisnya sebagai seorang Guru Besar Hukum Islam yang mukim di Barat. Seperti buku-bukunya yang lain, pucuk pemikiran Abou El Fadl sekedar menambahkan dua persoalan umat Islam dalam tesis yang diajukan oleh pemikir muslim kelahiran Aljazair namun mukim di Perancis, Mohammed Arkoun, yakni (1) yang tak terpikir (unthought); dan (2) yang tak terpikirkan (unthinkable). Bagi Abou El Fadl, di samping kedua persoalan ini, umat Islam dewasa ini terjerembab dalam apa yang disebut olehnya dengan “yang terlupakan” (forgotten) tentang warisan tradisi moralitas plus kesalehan intelektual yang ditinggalkan oleh para sarjana muslim klasik. Kita tak boleh lupa, bahwa di samping persoalan halal dan haram dalam doktrin keagamaan, ada pula soal pantas dan tak pantas yang niscaya dihitung. Dan, ini soal keindahan dalam warisan intelektual. Soal estetika yang diaku oleh semua agama.

Sekarang, tiba waktu salat subuh, dan fajar masuk melalui jendela-jendela, menyeru agar Musyawarah diakhiri. Sebagaimana biasa, sebagai kilasan terakhir saya membaca Ibn al-Kutub (Putra Buku) Jalal al-Din al-Suyuthi (w. 911 H/1505 M.), yang diberi nama menurut kelahirannya di atas tumpukan buku-buku. Nasibnya, sejak saat itu, terkucil, dan hidupnya menghasilkan beberapa tulisan yang sangat dalam. Dia suka menolak semua jabatan atau hadiah yang diberikan kepadanya, karena apa manfaat yang bisa diberikan semua itu! Pada usia empat puluh tahun, dia mengisolasi diri dari semua orang dan melewatkan sisa hidupnya dengan buku-bukunya. Dia melahirkan dan dilahirkan kembali setiap hari di atas tumpukan buku-buku yang sama. Ibn al-Kutub, nama yang sungguh pas untuk seorang ahli pikir dari Paradaban Buku, sebuah peradaban yang dibentuk untuk memenuhi anjuran Kitab Tuhan Mahaagung.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Teruntuk perempuanku "nanti"

Kamis, Februari 02, 2012

Bermula tangan ini menulis apa yang telah dirangkai oleh perasaan yang ada dalam hati.
Aku mulai bertanya-tanya adakah aku sudah seharusnya mulai mencari rusuk kiriku yang hilang..
Bukanlah niat ini disertai oleh nafsu tetapi atas keinginan seorang laki-laki  yang mulai menyadari untuk menyempurnakan setengah agamanya.

Kerap kali kuderapkan dalam doaku dengan ungkapan "Kau tercipta untukku."
Awalnya aku kurang mengerti apa sebenarnya arti kalimat ini karena kusadari kekurangan diri ini.
Rahmat dan hidayah Allah yang diberikan kepada diriku, kini aku mengerti bahwa pada suatu hari nanti, aku harus mengambil satu tanggungjawab yang sememangnya diciptakan hanya untuk diriku, yaitu dirimu.

Aku mulai mempersiapkan diri dari segi fisik, spiritual dan juga intelektual untuk bertemu denganmu.
Aku menginginkan pertemuan kita yang pertama aku kelihatan 'sempurna' di hadapanmu walaupun sejatinya masih banyak lagi kelemahan diri ini.
Aku coba mempelajari arti dan hakikat tanggungjawab yang harus aku perlihatkan ketika dipertemukan dengan dirimu.

Aku pun coba membatasi pembicaraanku dengan gadis lain yang hanya dalam lingkaran urusan penting.
Karena aku risau akan menceritakan rahasia diriku kepadanya karena seharusnya engkaulah yang harus mengetahuinya. Karena dirimu adalah sebahagian dariku dan lainnya adalah hak bagimu untuk mengetahui segala lahir dan batin diriku ini.

Apabila diriku memakai kopiah, aku digelar ustadz. Diriku diselubungi jubah, digelar kyai. Lidahku mengajak manusia ke arah makruf digelar da'i. Bukan itu yang aku pinta karena aku hanya mengharapkan keridhaan Allah.
Yang aku takuti, diriku mula didekati oleh wanita karena perawakanku dan perwatakanku.

Baik yang indah berhijab atau yang ketat bert-shirt, semuanya singgah disisiku.
Aku risau imanku akan lemah. Diriku tidak dapat menahan dari fitnah ini.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah yang lebih bahaya untuk seorang lelaki melainkan wanita."
Aku kuatir amalanku bukan sepenuhnya untuk Rabbku tetapi untuk makhluknya. Aku memerlukan dirimu untuk menghindari fitnah ini.

Aku kuatir kurangnya ikhlas dalam ibadahku menyebabkan diriku dicampakkan ke neraka meninggalkkan kau seorang diri di syurga.
Aku akan merasa bersalah kepada dirimu karena kuatir cinta yang hak dirimu akan aku curahkan kepada wanita lain.
Aku sukar untuk mencari dirimu karena dirimu bagaikan permata bernilai di antara ribuan kaca menyilau.

Tetapi aku yakin jika namamu yang ditulis di Luh Mahfuz untuk diriku, niscaya rasa cinta itu akan Allah tanam dalam diri kita.
Tugas pertamaku bukan menikmati keindahanmu tetapi mensolehkan diriku. Sukar untuk mencari solehah dirimu andai solehku tidak setanding dengan ke'solehah'nmu.
Janji Allah pasti kupegang dalam misi mencari dirimu, "Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik."

Jika masa remaja ku pernah mencari cinta. Matang kian menjelma dan kehadiran wanita amat terasa untuk berada di sisi.
Setiap kali aku merasakannya, aku terbayang akan dirimu.
Disana engkau setia menunggu diriku, tetapi disini aku curang kepadamu kalau aku bermain dengan cinta cinta yang tak sebenarnya
Sampaikan doamu kepada diriku agar aku dapat menahan gelora kejantananku disamping aku mengajukan sendiri doa diperlindungan diri.

Bukan harta, rupa dan keturunan yang aku pandang dalam mencari dirimu. Cukuplah agama sebagai pengikat kasih antara kita.
Saat dimana aku bakal melamarmu, akan ku lihat wajahmu sekilas agar menciptakan keserasian diantara kita karena itu pesan Nabi kita.
Tidak perlu alis mata seakan alis mata unta, wajah bersih seakan putih telur atau pun bibir merah delima tetapi cukup cuma akidah sekuat akar, ibadah sebagai makanan dan akhlak seindah budi.

"Kawinilah isteri karena empat perkara; keturunan, harta, rupa dan agama. Dan jika kau memilih agama, engkau tidak akan menyesal."
Jika aku dipertemukan danganmu, akan ku jaga perasaan kasih ini supaya tidak tercurah sebelum masanya. Akan ku jadikan syara' sebagai pendiding diri kita.
Akan ku jadikan akad nikah itu sebagai cap halal untuk mendapatkan dirimu.

Biarlah kita mengikuti nenek moyang kita, Nabi Adam dan Siti Hawa yang bernikah sebelum disatukan agar kita dapar menikmati kenikmatan perkawinan.
Yang menjadikan ketenangan jiwa, ketenteraman hati dan kedamaian batin.
Doakan diriku ini agar tidak berputus asa dan sesat dalam  mencari dirimu karena aku memerlukan dirimu untuk melengkapkan sebahagian agamaku.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
 

Facebook Gue