Islam
datang sebagai rahmat alam semesta, sebagai agama yang sempurna. Islam tidak
hanya berkutat dalam dunia transenden yang sarat dengan nuansa eskatologis
sehingga sama sekali tidak bersentuhan dengan wilayah profan, atau dalam kata
lain hanya berkaitan dengan apa yang disebut wilayah vertikal. Namun Islam
tampil dengan syari’at yang komprehensif yang mencakup semua sendi kehidupan
manusia baik yang berhubungan dengan dunia maupun akhirat.
Allah
berfirman dalam surat
al-Madinah ayat. 3 :
اليَوْمَ أكْمَلْتُ لَكُمْ
دِيْنَكُمْ وَأَتْمِمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيْنًا.
[المائدة: 3].
“…pada hari Ini Telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
Islam
juga menampilkan sistem politik dan tata negara, baik menyangkut
prinsip-prinsipnya maupun petunjuk praktisnya, sekalipun tentunya masih mem-butuhkan
pemahaman-pemahaman interpretatif dari al-Qur’an dan Hadits secara holistik.
Namun, walau demikian kita tidak bisa menutup mata dan harus kita akui bahwa Islam
memang tidak menawarkan satu format maupun sistem politik dan tata negara yang baku, Islam hanya
mengajarkan nilai-nilai dan etika-etika perpolitikan maupun ketatanegeraan 1). Tesis ini dapat kita buktikan secara
nyata dalam sejarah suksesi kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan
khalifah-khalifah sesudahnya mulai Abu Bakar yang dipilih secara
terbuka, kemudian Sayyiduna Umar bin Khatthab yang naik tahta dengan
dengan wasiat Abu Bakar disusul Sayyiduna Utsman bin Affan yang
menjadi khalifah setelah dipilih oleh dewan formatur yang ditentukan Sayyiduna Umar yang berjumlah enam orang.
Setelah Sayyidina Utsman wafat akibat tragedi pembunuhan yang dilakukan
kaum pemberontak, umat Islam pada waktu itu mengalami ke-vakum-an
kekuasaan, sehingga hal itu membuat sahabat-sahabat senior tidak tinggal diam
dan segera mengambil tindakan tegas dengan membai’at Sayyidina Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah ke empat.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Daulah Islamiyyah mengadopsi sistem Monarchi
Absholut sampai tumbangnya kerajan Turki Utsmani.
Ada sebuah pelajaran berharga yang kita
petik dari kejayaan Islam masa ialu, yaitu konsep Syuro. Karena kosep
ini telah mendapat legitimasi langsung dari Allah, dimana dalam Alqur’an Dia
benar benar memerintahkan nabi beserta ummatnya untuk memanfaatkan konsep syuro
ini sebagai jembatan emas untuk menyelesaikan berbagai persoalan.
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ (آل عمران :159)
“…dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu…”
Hanya
saja, realisasi konsep syuro ini pada awal awal Islam lebih bersifat insidental
dan kasuistik. Peristiwa perang khandaq merupakan contoh konkrit dari
aplikasi konsep syuro tersebut.
Meskipun
ulama-ulama lain berpendapat bahwa Ahlul Halli wal ’Aqdi hanya sebatas dewan per-timbangan, sedangkan
keputusan terahir tetap ber-ada di tangan imam.5)
Demikian gambaran sepintas dari
beberapa bentuk pemerintahan yang ditawarkan Islam, dimana pada intinya roda
pemerintahan dipegang oleh seorang Imam, sementara Ahlul Halli Wal Aqdi sebagai
manifestasi aspirasi rakyat.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer