Mengembalikan Jati Diri IPNU sebagai Organisasi Pelajar

Minggu, Februari 03, 2013


Organisasi pelajar di Indonesia ini cukup banyak; ada Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berafiliasi ke Ormas Masyumi, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), dll. Lantas, kemana mereka selama ini ? mengapa tidak ada di dalam sekolah seperti OSIS dan Pramuka ?

Sesungguhnya organisasi – organisasi tersebut, dahulu berada di lingkungan sekolah dan menjadi salah satu pilihan bagi setiap siswa dalam rangka mengembangkan minat dan bakat yang sudah barang tentu disesuaikan dengan keyakinan yang mereka anut. Selain sebagai media pengembangan diri melalui minat dan bakat, mencari pengalaman, menyalurkan hobi, organisasi – organisasi ini juga menjadi sumber inspirasi bagi para aktifis dan anggotanya untuk melakukan pembacaan kritis terhadap pemerintah atas situasi dan kondisi pendidikan di Indonesia, baik pada ranah kualitas maupun ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Melalui organisasi – organisasi ini pulalah telah lahir banyak sekali pemimpin, tokoh, akademisi, pemikir yang saat ini duduk sebagai petinggi negeri ini baik pada jalur partai politik, birokrasi, maupun jalur lainnya.

Hal tersebut juga dialami oleh IPNU. Keberadaan IPNU yang lahir pada tanggal 24 Februari 1954 dan  lahir tanggal 2 Maret 1955 sesungguhnya merupakan organisasi pelajar yang besar dan berwibawa. Bahkan Muktamar IPNU yang pertama tanggal 28 Februari 1955 di Malang, presiden Soekarno dan pejabat tinggi lainnya seperti wakil perdana menteri dan menteri agama, menyempatkan hadir pada saat pembukaan. Hal ini membuktikan bahwa IPNU dan  sebagai anak kandung Nahdlatul Ulama mempunyai makna dan peran yang besar terutama saham atas berdiri dan tegaknya NKRI di era perjuangan dan awal-awal kemerdekaan Indonesia.

Sampai dengan awal tahun 1980 an, IPNU masih mempunyai kepanjangan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. Namun keberadaan IPNU dan beberapa organisasi berbasis pelajar lainnya ternyata disikapi lain pada saat pemerintah orde baru. Dengan dalih mengembalikan sekolah pada dunia pendidikan serta menghindari konflik antar organisasi serta demi tercapainya prestasi akademik yang tinggi bagi setiap siswa, maka orde baru mengeluarkan UU No 8 tahun 1985 dan SKB 3 Menteri yang melarang Ormas berbasis pelajar masuk di sekolah – sekolah, serta menjadikan OSIS sebagai satu – satunya organisasi bagi pelajar di sekolah. . Oleh karena itu hanya ada dua pilihan bagi IPNU waktu itu, yaitu antara dibubarkan pemerintah atau memilih berganti nama menjadi “Putra” dan bergerak di luar lembaga sekolah Maka, pada Kongres IPNU X di Jombang tahun 1988, demi menghindari buldoser Orde Baru dan asas penyelamatan institusi IPNU maka kongres memutuskan merubah Akronim ‘P’ pada IPNU menjadi ‘Putra’. Mulai saat itulah IPNU dan  mulai tidak lagi didengar gaungnya di sekolah – sekolah terutama yang bernaung di bawah LP. Ma’arif.

Sesungguhnya keberadaan OSIS sebagai satu – satunya organisasi di sekolah merupakan bentuk pengebirian pemerintah terhadap dunia pelajar. Betapa tidak, setidaknya ada beberapa alasan ; Pertama, OSIS adalah organisasi yang hanya mempunyai hubungan struktur di dalam sekolah yang bersangkutan (baca; lokal) dan tidak mempunyai jaringan berskala nasional. Kedua, dengan melokalisir gerakan pelajar pada satu sekolah tersebut, maka pelajar di Indonesia tidak dapat menyatukan gagasan dan aspirasi serta kritik pendidikan terhadap pemerintah karena gagasan akan berhenti pada institusi sekolah tersebut. Ketiga, dengan melokalisir gerakan pelajar, maka pemerintah orde baru akan dengan mudah menundukkan dan mengontrol gerakan dan gagasan pelajar yang berpotensi merusak citra dan kehormatan orde baru. Keempat, dengan OSIS sebagai satu – satunya organisasi intra sekolah, akan dengan mudah bagi penguasa untuk menggiring siswa pada ideology / keyakinan tertentu sesuai dengan selera penguasa. Dengan demikian, OSIS pada waktu itu adalah salah satu bentuk penyeragaman yang dilakukan oleh orde baru sebagai upaya mengebiri aktifitas siswa oleh pemerintah. Jika dicermati, kebijakan ini adalah bentuk lain penyekatan gerakan pelajar agar bersifat terbatas dan tidak terorganisir secara nasional.

Pasca Reformasi 1998 di Indonesia, telah memunculkan kesadaran baru di kalangan aktifis IPNU. Pada era ini muncul kesadaran bersama untuk mengembalikan IPNU pada garis kelahirannya, yaitu kembali ke basis pelajar. Maka Kongres IPNU XIV dan  XIII di Surabaya tahun 2003 memutuskan IPNU kembali ke ‘ Ikatan pelajar nahdlatul Ulama’ dan  kembali menjadi ‘Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama’. Keputusan tersebut merupakan pilihan terbaik di tengah perubahan dan kompleksitas tantangan yang dihadapi Nahdlatul Ulama. Sebab pelajar adalah segmen penting yang harus dibina dan diapresiasi, karena komponen inilah yang sejatinya menjadi aset masa depan. Pelajar NU sebagai kekuatan masa depan pada waktu-waktu lalu kurang mendapat perhatian yang optimal oleh Nahdlatul Ulama. Oleh karena itu saat ini IPNU dibutuhkan sebagai organisasi yang secara intensif menjadi wadah pemberdayaan pelajar NU. Bagi Nahdlatul Ulama, IPNU dan  merupakan generasi yang paling mungkin untuk didesain dan ditata sedemikian rupa menjadi generasi penerus dan pewaris Nahdlatul Ulama, karena terdiri dari kader yang relative homogen dalam level pemikiran, yang memungkinkan untuk membentuk dan melakukan sikap yang sama atas sebuah fenomena dan permasalahan.

Dengan keterbukaan akses informasi serta kebebasan berkumpul dan berserikat sebagi konsekuensi logis dari Negara demokrasi, mestinya kebijakan pemerintah tentang organisasi berbasis pelajar harus dirubah. Bahkan, sudah banyak sekolah – sekolah yang mengganti OSIS dengan organisasi lainnya. Hal ini terjadi terutama di sekolah – sekolah swasta. Namun demikian masih banyak sekolah yang yang tidak menerima kehadiran organisasi selain OSIS. Lantas bagaimana posisi IPNU di sekolah ? di sekolah – sekolah negeri IPNU dapat berperan sebagai organisasi ekstra kampus, sedangkan di Sekolah – sekolah di bawah naungan LP Ma’arif sudah saatnya IPNU dan  mengantikan posisi OSIS. Toh saudara kita dari ormas lain juga sudah melakukan hal serupa.

Mengapa Harus IPNU  ?

Gambaran bangsa Indonesia di masa datang secara tidak langsung tergambar dari kualitas pelajarnya saat ini. Pelajar sebagai generasi muda merupakan pewaris sejarah sekaligus cermin miniature peradaban. Betapa tidak, hasil belajar tentu tidak hanya diukur dari nilai akademik di sekolah tetapi juga dari proses pengalaman hidup pelajar dalam bersosialisasi dengan lingkungannya,  Hal ini akan jadi sandaran utama bagi tindak lanjut pembangunan bangsa. Sebab siapa lagi yang akan meneruskan tahapan cita – cita bangsa, jika bukan para generasi muda yang sarat dengan bekal keilmuan. Pelajar dituntut memperkaya diri dengan kelengkapan perangkat skill maupun pengetahuan di tengah fluktuasi kehidupan yang serba rumit. Pelajar harus selalu menempa diri dengan pengalaman, keilmuan dan sikap mental kokoh agar menjadi generasi yang mendekati sempurna sehingga mampu menjawab berbagai problem zaman dengan tawaran konsep dan formula baru sesuai dengan konteks zamannya.
Menurut KH. Hasyim Muzadi mantan Ketua Umum PBNU, IPNU menjadi penting bagi pelajar NU karena kader NU harus dibekali dua macam keilmuan ; Pertama, keilmuan disipliner dimana kader NU (baca;IPNU) belajar dan sekolah dan kedua, keilmuan keagamaan visioner. Keagamaan Visioner berarti bagaimana Kader NU di sekolah – sekolah dapat juga mewarisi cara berpikir keagamaan Nahdlatul Ulama, tidak hanya mewarisi format organisasinya. Hal tersebut penting agar tidak terjadi kegagalan sebagaimana organisasi islam lainnya yang hanya berbentuk format kepemimpinan, tetapi ideologinya hilang. Organisasi model inilah yang sering melahirkan koruptor, dengan demikian, Islam tidak lagi bisa menjadi filter dari tindakan – tindakan amoral. ( Demi IPNU- Upaya memformat Gerakan IPNU pasca Kongres Surabaya ).


Setidaknya ada beberapa hal penting kenapa IPNU harus selalu ada di lingkungan kita: Pertama, Status IPNU sebagai badan Otonom NU yang paling muda yang bertugas melakukan pemberdayaan warga NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Dalam hal ini tugas IPNU adalah menggarap segmen pelajar, santri dan remaja . Dengan demikian siapa lagi yang akan melakukan pengkaderan warga NU yang masih “berstatus pelajar” kalau bukan IPNU .Kedua, IPNU adalah “anak:” yang termuda di jajaran NU dan yang paling memungkinkan untuk ditata. Kenapa ? karena IPNU terdiri dari kader yang relatif homogen dalam level pemikiran sehingga dapat dibentuk untuk melakukan sikap yang sama terhadap sebuah fenomena.Ketiga, Kepentingan NU untuk memelihara Keilmuan NU dam ideologi Aswaja.

Peran IPNU- Dalam Dunia Pelajar

Sebagai organisasi pelajar, IPNU mempunyai peran yang cukup signifikan. Meskipun saat ini masih banyak yang anggota dan pengurusnya ( maaf )sudah tidak lagi sesuai disebut sebagai pelajar, namun yang lebih penting adalah bagaimana IPNU mampu merumuskan issu strategis kepelajaran dalam setiap nafas kegiatan yang dilakukan IPNU. Hal itu dilakukan untuk senantiasa mengingatkan jatidiri organisasi IPNU sebenarnya.
Hal yang harus segera dilakukan adalah membuat IPNU sebagai organisasi yang memberi pelayanan dan manfaat bagi pelajar, tidak sedikit masalah yang dihadapi oleh pelajar misalnya, keterbatasan sarana belajar, kekurangan biaya sekolah, hilangnya motivasi belajar, masalah antar pelajar maupun antara pelajar dengan guru, antara pelajar dengan lingkungan ataupun dengan orang tua dll. Belum lagi ancaman bagi pelajar yang bersifat jangka panjang, misalnya NARKOBA, Free Sex, perdagangan anak dan pelacuran yang melibatkan pelajar.
Karenanya, alternatif yang bisa IPNU lakukan antara lain memfasilitasi peningkatan prestasii belajar (misalnya kelompok belajar / studi club dan lembaga bimbingan belajar) dan pembentukan kelompok yang bersifat kegemaran (olahraga dan seni). Sangat diyakini, Jika IPNU dapat konsisiten dalam kepemimpinan issue pelajar, maka setiap ada pelajar yang memiliki ketertariakan untuk terlibat aktif  di organisasi, maka IPNU akan senantiasa menjadi tujuan dan pilihan utama bagi pelajar untuk bergabung.

Sikap Pelajar Hari ini

Tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak pelajar kita yang beranggapan bahwa dengan berorganisasi maka kesempatan dan waktu belajar menjadi berkurang, sehingga organisasi hanya akan membuat pelajar kehilangan waktu belajar. Organisasi identik dengan penurunan prestasi akademik dan konsentrasi belajar siswa. Akan lebih baik jika digunakan untuk mengikuti les, bimbel dan semacamnya. Padahal, tidak jarang dijumpai orang yang disibukkan dengan organisasi ia justru akan lebih produktif, teratur dalam waktu dan jadwalnya sehingga ia bisa memanajemen waktu dan aktivitas dengan baik. Berbeda halnya dengan pelajar yang hanya pergi belajar lalu pulang lagi. Waktu mereka banyak terbuang sia-sia.
Perlu diberikan pemahaman bahwa dengan Berorganisasi ( baca ; mengikuti IPNU) ternyata memiliki banyak nilai-nilai positif yang bermanfaat dalam pengembangan pribadi. Misalnya, ada seorang pelajar yang dengan modal organisasi sudah bisa keliling Indonesia bahkan Asia dengan gratis. Dia sangat aktif di banyak organisasi, nilai raport selalu tinggi  tidak pernah mendapatkan nilai rendah, pada saat masih sekolah saja sudah mempunyai jutaan pengalaman yang berharga, dan saya yakin kalau dia masuk di dunia kerja pasti orang sangat mengincarnya.

Dengan aktif di IPNU setidaknya seorang siswa mempunyai skill baru yang tidak diajarkan pada pelajaran sekolah formalnya. Mereka akan tumbuh menjadi orang yang tidak pemalu, supel, empati kepada orang lain, berwawasan dan masih banyak lagi.
Akhirnya, perlu dibangun komitmen bersama untuk menjadikan IPNU dan  sebagai penunjuang prestasi ilmiah pelajar, sehingga tidak ada lagi alasan karena menjadi aktifis IPNU belajar sebagai tugas anak muda menjadi terkesampingkan. IPNU harus mampu menjadi penunjang bagi proses pengembangan keilmuan.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

 

Facebook Gue