Sekilas tentang Rukyatul Hilal, Ikmal dan Hisab

Rabu, Oktober 26, 2011


1. Rukyatul Hilal
Hilal berasal dari bahasa Arab الهِلَالُ. Kata ini berbentuk mufrod, sedangkan bentuk jamaknya adalah الأَهِلَّةُ. Hilal dalam bahasa Arab bermakna bulan baru. Yang dalam istilah Indonesia sering disebut dengan bulan sabit (crescent) yang pertama terlihat setelah terjadi ijtimak (konjungsi).
Sedangkan Ijtimak adalah bulan baru (new moon) disebut juga bulan mati. Ijtimak terjadi saat posisi bulan dan matahari berada pada jarak paling dekat. Secara astronomis, saat ijtimak terjadi maka bujur ekliptik (garis lintas) bulan sama dengan bujur ekliptik matahari dengan arah penglihatan dari pusat bumi. Pada waktu tertentu peristiwa ijtimak juga ditandai dengan terjadinya gerhana matahari yaitu saat lintang ekliptik bulan berimpit atau mendekati lintang ekliptik matahari. Periode dari peristiwa ijtimak ke ijtimak berikutnya disebut "bulan sinodis” yang lamanya 29 hari 12 jam, 44 menit 2,8 detik.

Imam Ibnu Manzhur berkata: “Hilal adalah bulan sabit yang nampak pada manusia saat awal bulan 1. Ada yang berpendapat bahwa yang dinamakan dengan hilal hanya untuk dua malam saja, kemudian setelah itu tidak lagi dinamakan hilal sampai datang bulan berikutnya. Dan ada yang mengatakan bahwa yang dinamakan hilal adalah tiga malam pertama, kemudian setelah itu dinamakan dengan qomar.”(Lisanul Arob 10/478)
Imam Ibnu Mulaqqin berkata: “Para ulama’ bahasa mengatakan: “Dinamakan dengan hilal itu dari malam pertama sampai malam ketiga. Adapun setelah itu maka dinamakan dengan qomar.”(Al I’lam bi Fawa’idi ‘Umdatil Ahkam 5/172. Lihat pula Mukhtarus Shihah: 290 dan Mishbahul Munir: 639)
Sedangkan kata rukyat, berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk mashdar dari kata kerja: رَأَى يَرَى رُؤْيَةً Yang berarti melihat (Lihat Mu’jamul Wasith 1/320)
Kata rukyat ini mempunyai dua konotasi makna yaitu melihat dengan pandangan mata (Rukyah bashoriyyah) dan melihat dengan ilmu dan pengetahuan (Rukyah ilmiyyah) yang ini bisa berarti mengetahui, menyangka, berpendapat, berpandangan atau kata yang semisalnya.
Kedua makna ini masyhur dalam bahasa Arab maupun dalam al Qur’an dan as sunnah. Barang siapa yang mengingkarinya, berarti dia mengingkari sesuatu yang sangat jelas keberadaannya.
Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqoyisil Lughoh 2/59 berkata: “Ru’yah adalah melihat dengan mata atau pengetahuan.”
Contoh penggunaan kata رأى yang berarti ru’yah bashoriyyah
رَأَى مُحَمَّدٌ الشَمْسَ
Muhammad melihat matahari
Sedangkan contoh penggunannya untuk ru’yah ilmiyyah
رَأَى مُحَمَّدٌ حِلَّ أَكْلِ لُحُوْمِ الْفَرَسِ
Muhammad berpendapat halalnya makan daging kuda.
Penggunaan ini pun banyak terdapat dalam al Qur’an maupun as sunnah.
Untuk ru’yah bashoriyyah, misalnya firman Alloh:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقبِيْلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ
Sesungguhnya ia (Iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. (QS. Al A’rof: 27)
Adapun untuk ru’yah ilmiyyah, semacam firman Alloh:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشمس والقمر والنجوم والجبال والشجر والدواب وكثير من الناس
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia?. (QS. Al Hajj: 18)
Tono Saksono, Ph.d dalam bukunya “Mengkompromikan rukyat dan hisab” hlm: 105-106 mengumpulkan ayat-ayat yang terdapat kata رأى dan pecahannya dalam dua kelompok. Yang satu bermakna ru’yah bashoriyyah dan satunya lagi ru’yah ilmiyyah.


Ayat yang mengandung kata ro’a berarti ru’yah bashoriyyah
No
No surat
Nama surat
Ayat
1
2
Al Baqoroh
55, 144
2
3
Ali Imron
13, 143
3
7
Al A’rof
27, 143, 146
4
8
Al Anfal
47,48
5
9
At Taubah
26, 40
6
10
Yunus
54
7
12
Yusuf
4, 31
8
13
Ro’d
2
9
19
Maryam
26
10
20
Thoha
107
11
24
An Nur
40
12
25
Al Furqon
40
13
26
Asy Syu’aro
61, 218
14
27
An Naml
40
15
31
Luqman
10
16
33
Al Ahzab
9
17
37
Shoffat
55
18
46
Al Ahqof
24
19
53
An Najm
11, 13
20
54
Al Qomar
2
21
63
Al Munafiqun
4, 5
22
68
Al Qolam
26
23
69
Al Haqqoh
8
24
76
Al Insan
19, 20
25
81
At Takwir
23
26
83
Al Muthoffifin
32
27
90
Al Balad
7
28
102
At Takatsur
6, 7
29
107
Al Ma’un
6

Sedangkan kata ro’a yang berarti ru’yah ilmiyyah terdapat dalam 61 surat, perinciannya adalah:
No
No surat
Nama surat
Ayat
1
2
Al Baqoroh
165, 243, 246, 258, 264
2
3
Ali Imron
23
3
4
An Nisa’
38, 44, 49, 51, 60, 61, 77
4
5
Al Ma’idah
83
5
6
Al An’am
6, 25, 27, 30, 40, 46, 47, 68, 93
6
7
Al A’rof
148
7
8
Al Anfal
50
8
9
At Taubah
126
9
10
Yunus
50, 59, 88, 97
10
11
Hud
28, 63, 88
11
12
Yusuf
35, 59
12
13
Ro’d
41
13
14
Ibrohim
19, 24, 28
14
16
An Nahl
48, 79
15
17
Al Isro
62, 99
16
18
Al Kahfi
63
17
19
Maryam
75, 77, 83
18
20
Thoha
89, 92
19
21
Al Anbiya’
30, 44
20
22
Al Hajj
2, 18, 63, 65
21
24
An Nur
41, 43
22
25
Al Furqon
22, 41, 42, 43, 45
23
26
Asy Syu’aro
7, 75, 201, 205, 225
24
27
An Naml
86
25
28
Al Qoshosh
71, 72
26
29
Al Ankabut
19, 67
27
30
Ar Rum
37
28
31
Luqman
20, 29, 31
29
32
Sajdah
12, 27
30
33
Al Ahzab
19
31
34
Saba
9, 31, 33, 51
32
35
Fathir
8, 27, 40
33
36
Yasin
31, 71, 77
34
37
Shoffat
14, 102
35
39
Az zumar
21, 38, 58, 60
36
40
Ghofir
69, 84, 85
37
41
Fushilat
15, 39, 52
38
42
Asy Syuro’
44
39
45
Al Jatsiyah
23
40
46
Al Ahqof
4,10, 33, 35
41
47
Muhammad
20
42
48
Al Fath
29
43
52
Ath Thur
44
44
53
An Najm
19, 33, 35
45
56
Al Waqi’ah
58, 63. 68, 71
56
57
Al Hadid
12
47
58
Al Mujadilah
7, 8, 14
48
59
Al Hasyr
11, 21
49
62
Al Jumu’ah
11
50
67
Al Mulk
3, 19, 27, 28, 30
51
70
Al Ma’arij
6
52
71
Nuh
15
53
72
Al Jin
24
54
76
Al Insan
13
55
79
An Nazi’at
36, 46
56
89
Al Fajr
6
57
96
Al Alaq
7, 9, 11, 13, 14
58
99
Al Zalzalah
6, 7, 8
50
105
Al Fil
1
60
107
Al Ma’un
1
61
110
An Nashr
2

Meskipun demikian, istilah rukyatul hilal selalu di identikkan dengan ru’yah bashoriyyah.
Berangkat dari sini, maka makna rukyatul hilal adalah: kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan pengamatan secara visual baik menggunakan mata langsung maupun dengan bantuan alat terhadap kemunculan hilal. Penggunaan alat bantu visual itu seperti teleskop, binokuler, kamera dan lainnya.
Rukyatul hilal ini dilakukan pada sore hari tanggal 29 bulan hijriyyah. Dengan melihat kearah ufuk barat saat matahari tenggelam, apabila saat itu kelihatan hilal maka berarti besoknya adalah awal bulan baru. Namun apabila tidak kelihatan bulan, maka berarti besok adalah tanggal 30 bulan tersebut. dan inilah yang dinamakan dengan ikmal.

2. Ikmal
Ikmal (atau yang juga biasa disebut dengan istikmal) dalam bahasa Arab berarti menyempurnakan. Dan yang dimaksud disini adalah menyempurnakan hitungan bulan hijriyyah menjadi 30 hari apabila pada sore hari tanggal 29 bulan hijriyyah tidak kelihatan hilal dalam kegiatan rukyatul hilal. Hal ini dikarenakan bahwa bulan hijriyyah itu berkisar antara 29 atau 30 hari. Maka apabila tidak ada tanda masuk awalnya bulan baru dengan dilihatnya hilal maka berarti besoknya menyempurnakan hitungan bulan menjadi tiga puluh hari.
Hal ini didasarkan pada beberapa hadits. Diantaranya:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلاَلَ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوْهُ ثَلاَثِيْنَ يَوْمًا
Dari Abu Huroiroh berkata: “Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: “Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila melihat hilal lagi maka berbukalah, Lalu jika ditutupi atas kalian maka berpuasalah tiga puluh hari.”(HR. Bukhari 4/106, Muslim 1081).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم ذَكَرَ رَمَضَانَ, فَقَالَ: لاَ تَصُوْمُوْا حَتَّى تَرَوْا الْهِلاَلَ وَلاَ تُفْطِرُوْا حَتَّى تَرَوْهُ, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا الْعِدَّةَ ثَلاَثِيْنَ
Dari Abdullah bin Abbas bahwasannya Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam menyebut Romadhon, lalu beliau bersabda: “Janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka sampai kalian melihat hilal lagi, Lalu jika ditutupi atas kalian maka sempurnakanlah hitungan (bulan) tiga puluh.”(HR. Nasai 1/301, Darimi 2/3, Ahmad 1/221 dengan sanad shahih).
عن ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لَا نَكْتُبُ وَلَا نَحْسُبُ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ
Dari Ibnu Umar dari Rosululloh bahwasannya beliau bersabda: Sesungguhnya kami adalah ummat yang ummi tidak menulis dan menghitung, satu bulan itu demikian dan demikian.”Maksud beliau adalah terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari.”(HR. Bukhori Muslim)
Berdasarkan beberapa hadits ini juga yang semisalnya, maka kalau pada sore hari tanggal 29 tidak kelihatan hilal, lalu besok harinya disempurnakan menjadi 30 hari. Maka pada sore hari tanggal 30, tidak perlu dilakukan lagi rukyatul hilal lagi, karena besoknya dipastikan awal bulan baru, karena bulan hijriyyah tidak akan melebihi 30 hari sebagaimana nash dari Rosululloh diatas.

3. Ilmu Hisab
Ilmu hisab yang juga disebut dengan ilmu falak
Secara bahasa falak berarti tempat peredaran bintang atau benda langit.
Ibnu Mahzhur berkata: Falak adalah tempat peredaran bintang. Bentuk jamaknya Aflak( أفلاك ).”(Lisanul Arob 10/478)
Sedangkan hisab, secara bahasa bermakna menghitung. Diantara penggunaan arti ini adalah firman Alloh:
الشمس والقمر بحسبان
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (QS. Ar Rohman: 5)
Adapun secara istilah, maka yang dimaksud dengan ilmu hisab atau ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari tentang posisi benda-benda langit. (Lihat ilmu Falak DR. Yahya Syami hlm: 46, dinukil dari Dukhul Syahril Qomari baina ru’yatil Hilal wal Hisab Falaki oleh Fahd bin Ali Al Hasun – Maktabah Syamilah)
Posisi benda langit yang dimaksud disini adalah lebih khusus kepada posisi matahari, bulan dilihat dari pengamat dibumi.
Ilmu inilah yang saat ini dikenal dengan ilmu astronomi, meskipun cakupan astronomi lebih luas daripada sekedar ilmu hisab dan falak.

Sejarah dan perkembangan ilmu hisab
Alloh menjadikan alam semesta ini dengan sebuah sunnatulloh yang tidak pernah ganti dan bergeser. Alloh Ta’ala mengisyaratkan hal ini dalam banyak firman Nya. Diantaranya:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
Juga firman Nya
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آَيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آَيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آَيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS. Al Isro’: 12)
Manusia dengan kemampuan akal dan daya fikir yang dianugerahkan Alloh kepadanya akhirnya mengetahui hal tersebut setelah pengamatan yang terus menerus terhadap peredaran benda-benda langit. Seperti bulan, matahari dan bintang gemintang.
KH Abdul Salam Nawawi Ketua Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur menuturkan:“Dengan observasi atau rukyat yang cermat dan berulang-ulang terhadap posisi benda-benda langit, manusia telah mengetahui ihwal peredaran benda-benda langit yang eksak itu beserta lintasannya. Observasi seperti itu telah dilakukan oleh bangsa Babilonia yang berada di antara sungai Tigris dan sungai Efrat (selatan Irak sekarang) pada kurang-lebih 3.000 tahun sebelum Masehi. Mereka sudah menemukan dua belas gugusan bintang-bintang (zodiak) di langit yang posisinya mereka bayangkan membentuk satu lingkaran. Setiap gugusan bintang akan berlalu setelah 30 hari. Penemuan mereka itu akhirnya melahirkan ilmu geometri dan matematika, ilmu ukur dan ilmu hisab (hitung).Ilmu perbintangan bangsa Babilonia itu kemudian dibawa oleh pedagang-pedagang dari Tunisia ke Yunani. Di antara orang Yunani yang kemudian dikenaI ahli dalam ilmu perbintangan (astronomi) dan geografi adalah Claudius Ptolemaeus (100-178 M.). Selanjutnya bangsa Arab mengambil alih ilmu perbintangan tersebut dari Yunani. Selama beberapa abad setelah Nabi Muhammad, tepatnya pada zaman kekhilafahan bani Abbasiyyah, kekayaan ilmu dari Yunani itu dikaji, diterjemahkan, dan sisajikan kembali dengan tambahan-tambahan komentar yang penting. Buku peninggalan Claudius Ptolemaeus yang disalin ke dalam bahasa Arab dinamakan Ptolemy’s Almagest (magest yang artinya ”usaha yang paling besar”adalah kata-kata Yunani yang diarabkan dengan imbuhan "al") Salah seorang ulama Islam yang muncul sebagai ahli ilmu falak terkemuka adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-850). Dialah pengumpul dan penyusun daftar astronomi (zij) yang tertua dalam bentuk angka-angka (sistem perangkaan Arab diperoleh dari India) yang di kemudian hari termasyhur dengan nama daftar algoritmus atau daftar logaritma. Daftar logaritma al-Khawarizmi ini ternyata sangat menentukan dalam perkiraan astronomis, sehingga ia berkembang sedemikian rupa di kalangan (sarjana astronom, mengalahkan teori-teori astronomi serta hisab Yunani dan India yang telah ada, dan bahkan berkembang sampai ke Tiongkok. Dari bangsa Arab, ilmu falak kemudian menyebrang ke Eropa, dibawa oleh bangsa Eropa yang menuntut ilmu pengetahuan di Andalus (sekarang menjadi Negara Spanyol) seperti di Sevilla, Granada, dan Cordoba. Muncullah di Eropa Nicolas Copernicus (1473-1543), ahli ilmu falak dari Polandia yang mencetuskan teori heliosentris yang masih digunakan sampai sekarang.1 Selanjutnya, dengan ditemukannya teleskop oleh Galileo Galilei (1564-1642) yang menguatkan teori Nicolas Copernicus, ilmu falak kian maju lebih jauh lagi. Penguasaan ulama Islam terhadap ilmu falak telah memungkinkan mereka untuk melakukan penyusunan kalender berdasarkan hisab 

Dan pada zaman modern ini, ilmu hisab atau astronomi ini mengalami sebuah kemajuan yang sangat pesat. Banyak lembaga penelitian astronomi didirikan, sebagaimana juga banyak kuliah yang secara khusus mengambil spesialisasi terhadap ilmu ini sehingga menjadi sebuah disiplin ilmi tersendiri ditengah–tengah ilmu-ilmu lainnya.

Jenis ilmu hisab
Ilmu hisab meliputi beberapa perhitungan astronomis khusus menyangkut posisi bulan dan matahari untuk mengetahui kapan dan di permukaan bumi mana peristiwa astronomis itu terjadi. Hisab yang berkembang awalnya hanya hisab terhadap awal bulan komariyah atau hijriyah. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, hisab berkembang dan menghasilkan beberapa macam hisab yang tentunya masih juga berkaitan dengan ibadah yaitu:

1. Hisab Awal Bulan Hijriyah
Ilmu hisab jenis ini yang sering digunakan untuk menyusun kalender bulan hijriyyah. Dan yang digunakan oleh sebagian orang untuk menentukan akhir bulan dan awal masuknya bulan baru.
2.Hisab Waktu Shalat 
Ilmu hisab jenis ini yang digunakan untuk menyusun jadwal waktu sholat
3.Hisab Arah Kiblat
Dengan ilmu hisab ini, maka arah ka’bah dari seluruh penjuru dunia dapat di deteksi sedekat mungkin. Hal itu adalah saat matahari berada persis berada diatas ka’bah, dalam artian saat itu ka’bah sama sekali tidak punya bayangan. Saat itu semua bayangan dimuka bumi dari sebuah benda yang tegak lurus pada sebuah bidang yang datar akan persis mengarah kearah ka’bah.
Dan biasanya hal ini terjadi dua kali dalam satu tahun.
Menurut kalender PBNU yang dihisab oleh Drs. H. Muhyiddin Khazin wakil ketua lajnah falakiyah PBNU menetapkan bahwa pada tahun 2010 terjadi pada hari jum’at 28 Mei 2010 pukul 16.17 wib dan hari jum’at 16 Juli 2010 pukul 16.26 wib. Sedangkan menurut Ibnu H. Tajus Syarof penyusun kalender menara kudus dan kalender Muhammadiyah yang dikeluarkan oleh pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk yang tanggal 28 mei 2010 terjadi pada pukul 16.18 wib dan yang pada tanggal 16 juli 2010 terjadi pada pukul 16.27 wib. Wallohu a’lam.
3.Hisab Gerhana Matahari dan Bulan
Sesuai dengan namanya, ilmu hisab ini untuk mengetahui waktu terjadinya gerhana matahari maupun gerhana bulan, baik gerhana total maupun sebagian, serta daerah mana saja yang terkena gerhana.
4.Hisab Konversi Penanggalan Hijriyah - Masehi
Ilmu hisab ini untuk bisa mengetahui perbandingan antara kalender masehi dengan hijriyyah. Misalkan Rosululloh wafat tanggal 12 Robiul awal tahun 11 Hijriyyah, tanggal itu bertepatan dengan tanggal berapa pada kalender masehi ?
Serta masih banyak ilmu-ilmu hisab lainya, diantaranya:
Hisab Posisi Harian Matahari dan Bulan
Hisab Visibilitas Hilal dari sebuah tempat
Hisab Fase-fase Bulan
Dan masih banyak lainnya.

Sistem-sistem dalam ilmu hisab
Terdapat banyak metode hisab (sistem hisab) untuk menentukan posisi bulan, matahari dan benda langit lain dalam ilmu Falak. Sistem hisab ini dibedakan berdasarkan metode yang digunakan berkaitan dengan tingkat ketelitian atau hasil perhitungan yang dihasilkan.

1.Hisab Urfi
Urf secara bahasa bermakna kebiasaan atau tradisi
Hisab Urfi adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah-kaidah sederhana. Pada sistem hisab ini perhitungan bulan komariyah ditentukan berdasarkan umur rata-rata bulan sehingga dalam setahun qomariyah umur dibuat bervariasi 29 dan 30 hari. Bulan bernomor ganjil yaitu mulai Muharram berjumlah 30 hari dan bulan bernomor genap yaitu mulai Shafar berumur 29 hari. Tetapi khusus bulan Zulhijjah (bulan 12) pada tahun kabisat komariyah berumur 30 hari. Tahun kabisat komariyah memiliki siklus 30 tahun dimana didalamnya terdapat 11 tahun yang disebut tahun kabisat (panjang) memiliki 355 hari, dan 19 tahun yang disebut basithah (pendek) memiliki 354 hari. Tahun kabisat ini terdapat pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan ke 29 dari keseluruhan siklus kabisat selama 30 tahun. Dengan demikian kalau dirata-rata maka periode umur bulan (bulan sinodis / lunasi) menurut Hisab Urfi adalah (11 x 355 hari) + (19 x 354 hari): (12 x 30 tahun) = 29 hari 12 jam 44 menit (menurut hitungan astronomis: 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik). Walau terlihat sudah cukup teliti namun yang jadi masalah adalah aturan 29 dan 30 serta aturan kabisat tidak menujukkan posisi bulan yang sebenarnya dan hanya pendekatan. Oleh sebab itulah maka hisab ini tidak bisa dijadikan acuan untuk penentuan awal bulan yang berkaitan dengan ibadah misalnya Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah.
2. Hisab Taqribi
taqribi secara bahasa bermakna pendekatan, aproksimasi
Hisab Taqribi adalah sistem hisab yang sudah menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik namun masih menggunakan rumus-rumus sederhana sehingga hasilnya kurang teliti. Sistem hisab ini merupakan warisan para ilmuwan falak Islam masa lalu dan hingga sekarang masih menjadi acuan hisab di banyak pesantren di Indonesia. hasil hisab taqribi akan sangat mudah dikenali saat penentuan ijtimak dan tinggi hilal menjelang 1 Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah yaitu terlihatnya selisih yang cukup besar terhadap hitungan astronomis modern. Beberapa kitab falak yang berkembang di Indonesia yang masuk dalam kategori Hisab Taqribi misalnya; Sullam al Nayyirain, Ittifaq Dzatil Bainy, Fath al Rauf al Manan, Al Qawaid al Falakiyah dsb.
3. Hisab Haqiqi
Haqiqi diambil dari kata haqiqoh yang berarti realitas atau yang sebenarnya.  
Hisab haqiqi adalah ilmu hisab yang menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik, menggunakan rumus-rumus terbaru dilengkapi dengan data-data astronomis terbaru sehingga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Sedikit kelemahan dari sistem hisab ini adalah penggunaan kalkulator yang mengakibatkan hasil hisab kurang sempurna atau teliti karena banyak bilangan yang terpotong akibat digit kalkulator yang terbatas. Beberapa sistem hisab haqiqi yang berkembang di Indonesia diantaranya: Hisab Hakiki, Tadzkirah al Ikhwan, Badi'ah al Mitsal dan Menara Kudus, Al Manahij al Hamidiyah, Al Khushah al Wafiyah, dsb.
4. Hisab Haqiqi Tahqiqi
tahqiq berarti pasti.
Ilmu hisab haqiqi tahqiqi ini sebenarnya merupakan pengembangan dari sistem hisab haqiqi yang diklaim oleh penyusunnya memiliki tingkat akurasi yang sangat-sangat tinggi sehingga mencapai derajat "pasti". Klaim seperti ini sebenarnya tidak berdasar karena tingkat "pasti”itu tentunya harus bisa dibuktikan secara ilmiah menggunakan kaidah-kaidah ilmiah juga. Namun sejauh mana hasil hisab tersebut telah dapat dibuktikan secara ilmiah sehingga mendapat julukan "pasti”ini yang menjadi pertanyaan. Sedangkan perhitungan astronomis modern saja hingga kini masih menggunakan angka ralat (delta T) dalam setiap rumusnya. Namun demikian hal ini merupakan kemajuan bagi perkembangan sistem hisab di Indonesia. Sebab sistem hisab ini ternyata sudah melakukan perhitungan menggunakan komputer serta beberapa diantaranya sudah dibuat dalam bentuk software/program komputer yang siap pakai. Beberapa diantara sistem hisab tersebut misalnya: Al Falakiyah, Nurul Anwar,
5. Hisab Kontemporer / Astronomi Modern
Sistem hisab ini yang menggunakan alat bantu komputer yang canggih menggunakan rumus-rumus yang dikenal dengan istilah algoritma. Beberapa diantaranya terkenal terkenal karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi sehingga dikelompokkan dalam High Accuracy Algorithm diantara: Jean Meeus, VSOP87, ELP2000 Chapront-Touse, dsb.  dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan sangat akurat seperti Jean Meeus, New Comb, EW Brown, Almanac Nautica, Astronomical Almanac, Mawaqit, Ascript, Astro Info, Starrynight dan banyak software-software falak yang lain.
Para pakar falak dan astronomi selalu berusaha menyempurnakan rumus-rumus untuk menghitung posisi benda-benda langit hingga pada tingkat ketelitian yang 'pasti /qat'i ''. Hal ini tentunya hanya bisa dibuktikan dan diuji saat terjadinya peristiwa-peristiwa astronomis seperti terbit matahari, terbenam matahari, terbit bulan, terbenam bulan, gerhana matahari, gerhana bulan, kenampakan planet dan komet, posisi bintang dan peristiwa astronomis yang lain.
Karena adanya berbagai sistem dalam ilmu hisab ini, dari mulai yang sederhana sampai yang menggunakan kaedah-kaedah astronomi modern, maka muncullah berbagai perbedaan. Yang mana itu bisa kita lihat dengan adanya perbedaan kalender yang sama-sama didasarkan dengan ilmu hisab. Bahkan ini pulalah yang menjadi salah satu penyebab perbedaan antara ahli hisab saat sidang itsbat yang biasa diadakan oleh Mentri agama saat awal dan akhir Romadhon dan awal Dzulhijjah yang insya Alloh akan dating keterangannya pada bab-bab mendatang

Hukum mempelajari ilmu hisab
Pembahasan tentang hukum mempelajari ilmu hisab tidak akan bisa dipisahkan dari hukum ilmu perbintangan. Karena memang ilmu hisab adalah salah satu bagian dari ilmu perbintangan.
Ditintau dari hukum syar’i, ilmu nujum atau perbintangan ini terbagi menjadi dua:
1. Ilmu Ta’tsir
Yaitu sebuah ilmu nujum untuk memprediksi kejadian-kejadian di bumi dengan berdasarkan keadaan perbintangan.
Misalnya: Si A lahir dengan zodiak bintang scorpion misalnya, maka diramalkan bahwa dia nantinya akan begini dan begitu.
Mislanya lagi: saat muncul bintang tertentu dilangit, maka dikatakan bahwa akan terjadi musibah besar atau yang lainnya.
Ilmu perbintangan yang jenis ini sangat jelas keharamannya.
Hal ini karena banyak hal. Diantaranya:
1. Mengkalim mengetahui sesuatu yang ghoib
Padahal Alloh berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
““Katakanlah: “Tidak ada seorangpun dilangit dan dibumi yang mengetahui perkara ghoib kecuali Alloh.”(QS. An Naml: 65)
2. Ilmu ini termasuk bagian dari sihir.
Rosululloh bersabda:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ ».
Dari Abu Huroiroh berkata: Rosululloh bersabda: “Barang siapa yang mempelajari ilmu hujum berarti telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir. Akan bertambah sihirnya selaras dengan ilmu hujum yang dipelajarinya.”(Hasan. HR. Ahmad 1/277, Abu Dawud 3905 dan lainnya. Lihat Ash Shohihah: 793)
Dalam hadits lainnnya, Rosululloh bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَتَخَوَّفُهُ عَلَى أُمَّتِيْ آخِرَ الزَّمَانِ ثَلَاثًا: إِيْمَانًا بِالنُّجُوْمِ وَ تَكْذِيْبًا بِالْقَدَرِ وَ حَيْفَ السُّلْطَانِ
Sesungguhnya yang paling aku takutkan pada umatku di akhir zaman adalah beriman dengan bintang, mendustakan takdir dan kedholiman penguasa.”(Lihat Ash Shohihah:1127)

Sedangkan ilmu nujum yang kedua adalah:
2. Ilmu tasyir
Maknanya adala ilmu yang mempelajari peredaran benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang dan lainnya serta kedudukannya. Yang nanti bisa berfungsi untuk kepentingan duniawi seperti menetukan arah, maupun yang berhubungan dengan agama. Misalnya memprediksi arah kiblat.
Ilmu hujum jenis tasyir ini boleh dan tidak haram. Hal ini didasarkan pada beberapa hal:
1.Diantara fungsi bintang adalah sebagai petunjuk arah
Firman Alloh:
وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.”(QS. An Nahl: 16)
2. Alloh menciptakan alam semesta ini dengan sebuah sunnatulloh yang pasti dan tidak akan berubah. Sehingga dengan ketetapan tersebut bisa dipelajari peredaran bulan, matahari dan lainnya.
Firman Alloh:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
3. Ilmu ini didasarkan pada pengamatan dan penelitian, maka hukumnya sama dengan ilmu keduniaan lainnya.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin telah menjelaskan masalah ini dengan sangat bagus. Beliau berkata: “Ilmu perbintangan itu terbagi menjadi dua macam: Ilmu ta’tsir dan Ilmu Tasyir
1. Ilmu Ta’tsir
Ilmu ini terbagi menjadi tiga macam:
Pertama:
Meyakini bahwa bintang itulah yang memberi pengaruh dan sebagai pelaku. Artinya bintang itu menciptakan peristiwa dan kejelekan di muka bumi. Ini termasuk syirik besar karena barang siapa yang mengklaim ada pencipta selain Alloh maka dia telah melakukan kesyirikan besar. Dia telah menjadikan makhluk yang ditundukkan menjadi pencipta yang menundukkan.
Kedua:
Anggapan bahwa bintang tersebut merupakan sebab untuk mengetahui ilmu ghoib. Dengan memperhatikan gerakan dan perubahan bintang-bintang tersebut maka akan terjadi dibumi peristiwa ini dan itu, karena bintang ini sebagai sebab begini dan begitu.
Misalnya: Fulan akan hidup sengsara karena dia lahir pada rasi bintang ini misalnya. Sedang si Allan itu hidupnya akan bahagia karena lahir pada rasi bintang itu. Keyakinan ini berarti menjadikan ilmu perbintangan sebagai sarana mengetahui ilmu ghoib, padahal klaim mengetahui ilmu ghoib adalah sebuah kekufuran serta keluar dari islam. Alloh berfirman:
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
“Katakanlah: Tidak ada seorangpun dilangit dan dibumi yang mengetahui perkara ghoib kecuali Alloh.”(QS. An Naml: 65)
Dalam ayat ini terdapat jenis pembatasan yang paling kuat karena adanya penafian dan penetapan. Maka jika ada seseorang yang mengklain mengetahui ilmu ghoib maka dia telah mendustakan al Qur’an.
Ketiga:
Keyakinan bahwa bintang tersebut merupakan sebab terjadinya kebaikan dan kejelekan. Maksudnya jika terjadi sesuatu lantas disandarkan kepada bintang tertentu, dan penyandaran ini dilakukan setelah terjadinya sesuai tersebut. Ini tergolong syirik kecil.
2. Ilmu tasyir
ilmu nujum jenis tasyir ini terbagi menjadi dua:
Pertama:
Peredaran bintang digunakan untuk kemaslahatan dalam masalah agama. Hal ini adalah sesuatu yang diperintahkan. Jika kemaslahatan agama itu bersifat wajib maka hokum mempelajarinya juga wajib. Misalnya untuk menentukan arah kiblat, dengan cara mengamati suatu bintang, bila muncul bintang tertentu pada sepertiga malam maka menunjukkan arah kiblat, bintang lain jika muncul seperempat malam menunjukkan arah kiblat.
Ilmu bintang yang semacam ini mempunyai maslahat yang sangat besar
Kedua:
Ilmu tasyir untuk kemaslahatan dunia. Hukumnya boleh, dan ini ada dua keadaan:
Pertama:
Untuk menetukan arah utara karena disana ada bintang tertentu. Ini diperbolehkan. Alloh berfirman:
وَعَلَامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ
“Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk.”(QS. An Nahl: 16)
Kedua:
Untuk menentukan musim dengan mencermati posisi bulan. Sebagian ulama salaf membenci ilmu ini, sementara sebagian lainnya membolehkannya. Kebencian sebagian mereka ini didasari oleh sebuah asumsi bahwa bila muncul bintang tertentu pada musim dingin atau panas, maka sebagian orang awam meyakini bahwa bintang itulah yang menyebabkan dingin, panas atau berhembusnya angin. Namun pendapat yang benar adalah boleh.”(Lihat Al Qoulul Mufid, Syaikh Ibnu Utsaimin 2/125-127)
Dan ilmu hisab masuk dalam bagian ilmu perbintangan yang tasyir dan bukan ta’tsir. Karena yang dipelajari dalam ilmu ini adalah peredaran bulan, matahari dan benda langit lainnya untuk berbagai kemaslahatan baik yang bersifat agama maupun dunia. Diantaranya petunjuk arah, petunjuk arah kiblat dan lainnya.
Wallohu a’lam
Dan ilmu ini sama sekali bukan mengklaim mengetahui ilmu ghoib. Ilmu hisab ini sangat mirip sekali dengan ilmu prakiraan cuaca yang juga bukan klaim mengetahui ilmu ghoib. Dan tidak bertentangan dengan firman Alloh:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.  (QS. Luqman: 34)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Masalah ini dianggap sulit oleh banyak orang, dia menyangka bahwa prakiraan ini bertentangan dengan firman Alloh:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ
“Hanya disisi Alloh lah kunci kunci ilmu ghoib.”(QS. Al An’am [6]: 59)
padahal sebenarnya tidaklah ada pertentangan, karena ilmu mereka berdasarkan sesuatu yang nampak nyata bukan berdasar pada ilmu ghoib, yang saya maksud dengan sesuatu yang nyata ini adalah bahwa Alloh itu Maha Bijaksana, segala sesuatu terjadi atas dasar hukum kausalitas, hukum sebab dan akibat, dan mungkin saja sebuah sebab itu diketahui oleh setiap orang, ada yang cuma diketahui oleh sebagian orang dan ada yang tidak diketahui oleh siapapun, dan kita mengetahui sebab segala sesuatu serta hikmahnya. Apabila Alloh ingin untuk menurunkan hujan, maka udara akan berubah secara khusus yang nantinya akan menghimpun mendung kemudian turunlah hujan, sebagaimana wanita yang hamil apabila diinginkan oleh Alloh untuk melahirkan anak, maka janin yang berada dalam perutnya akan tumbuh sedikit-demi sedikit sehingga sampai pada waktu melahirkannya. Begitu pula dengan mereka, mereka punya perhitungan yang jeli untuk bisa mendeteksi udara, yang dengannya akan bisa diketahui keadaan udara setelah itu, dan dari sinilah mereka mengatakan kalau akan terjadi hujan. Oleh karena itu yang kita ketahui bahwasanya perkiraan cuaca yang mereka lakukan itu tidak lebih dari empat puluh delapan jam, inilah yang saya dengar meskipun ada yang mengatakan bahwasanya perkiraan cuaca itu bisa dilakukan selama tiga hari, mana saja yang benar yang penting ilmu mereka itu terbatas karena hanya berdasar pada sebab-sebab yang konkrit yang tidak bisa diketahui kecuali dengan alat-alat tertentu. Bahkan kita pun dengan panca indra kita yang serba kurang, namun apabila kita melihat langit penuh dengan mendung dan petir serta kilat yang menyambar maka kita pun akan memperkirakan akan terjadi hujan, dan merekapun juga begitu, perkiraan itu jika mereka melihat perubahan udara yang bisa menimbulkan hujan. Dari sisni maka tidak ada pertentangan antara ayat tersebut degan realita yang ada, meskipun yang mereka perkirakan itu bisa salah dan bisa juga benar. (Lihat Majmu’ Fatawa Wa Rosa’il Syaikh Ibnu Utsaimin 5/272)

Wallohu a’lam




1 Istilah ‘bulan’ dalam bahasa Indonesia digunakan untuk dua makna: pertama: bulan dalam artian salah satu benda langit yang merupakan satelit bumi. Bulan inilah yang nampak dari bumi pada waktu malam hari, terkadang kecil yang disebut sebagai bulan sabit (dalam bahasa Arab disebut Hilal), dan terkadang besar berbentuk lingkaran yang disebut dengan purnama (dalam bahasa Arab disebut Badr) dan terkadang antara keduanya. (dalam bahasa Arab disebut Qomar, atau moon dalam bahasa Inggris)
Kedua: Bulan dalam artian nama sebuah masa tertentu, yang dalam kalender hijriyyah berkisar antara 29 dan 30 hari, sedangkan dalam kalender masehi berkisar antara 30 dan 31 hari kecuali bulan Pebruari sejumlah 28 hari kecuali tahun kabisat menjadi 29 hari. (dalam bahasa Arab disebut syahr)
Maka harap diperhatikan penggunaan kata bulan agar tidak terjadi kesalahfahaman
1 Bandingkan hal ini dengan buku kami “Matahari mengelilingi bumi.”Cetakan pustaka Al Furqon Gresik Jawa Timur


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

1 komentar:

ana mengatakan...

Assalam..
terima kasih said van halan,tulisan2nya sangat bermanfaat,saya tunggu tulisan terbaru.
wassalam..

 

Facebook Gue