Kalender Islam Internasional

Rabu, Oktober 26, 2011


Untuk menyempurnakan pembahasan tentang rukyat dan hisab ini, marilah kita tengok sebuah pembahasan  yang sangat erat hubungannya dengan masalah ini, yaitu masalah pembuatan dan penggunaan kalender yang dijadikan patokan oleh umat manusia dalam menentukan tanggal, bulan dan tahun mereka. Dalam islam kalender yang dikenal dan digunakan kaum muslimin sejak awal kemuculannya di jaziroh arab adakah kelender hijriyah  yang didasarkan pada peredaran bulan. Namun sebelum mengenal kalender tersebut lebih dalam, ada beberapa pembahasan yang kiranya perlu untuk difahami.

A.Urgensi Kalender dalam peradaban umat manusia
Dalam Kamus besar Bahasa Indenesia, Kalender mempunyai dua makna, yaitu :
1 daftar hari dan bulan dlm setahun; penanggalan; almanak; takwim;
2 jadwal kegiatan di suatu perguruan atau lembaga.
Dan yang kita maksud dengan pembahasan kita kali ini adalah makna yang pertama.
Sedangkan menurut Mohammad Ilyas, astronom terkemuka dari Malaysia kalender adalah sistem waktu yang mereflesikan lenting dan kekuatan suatu peradaban.
Kalender ini adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan umat manusia, Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup kecuali dengan berinteraksi dengan lainnya.  Dalam sekup kehidupan yang kecil saja, jika ada dua orang yang berjanji akan bertemu unuk urusan mereka, maka akan sangat sulit sekali melaksanakannya kecuali kalau adanya sebuah kalender yang bisa digunakan sebagai patokan janji mereka tersebut. Misalnya dua bulan lagi hari ini tanggal sekian bulan dan tahun sekian.
Dalam fiqh muamalah, kalau jual beli misalnya dilaksanakan secara tempo baik dari sisi penjual maupun pembeli , maka harus ditentukan waktu pembayarannya agar tidak terjerumus pada jahalah (ketidak jelasan). Dan itu sangat sulit kalau tidak ada sistem kalender yang menjadi patokan mereka berdua.

Perlunya mengetahui waktu ini  di isyaratkan oleh Alloh dengan sangat nampak dalam banyak ayat Nya. Diantaranya adalah :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
Juga firman Nya
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آَيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آَيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا آَيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا
Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS. Al Isro’: 12)
Juga firman Nya :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Sesungguhnya hitungan bulan disisi Alloh ada 12 bulan dalam kitab Alloh pada hari menciptakan langit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram (mulia). Ini adalah agama yang lurus. (QS. Al Ahqof : 15)
Ayat-ayat ini memberikan isyarat bahwa penciptaan langit dan bumi serta alam semesta serta peredaran  bulan matahari serta benda langit lainnya adalah dalam waktu yang telah ditetapkan oleh Alloh tanpa bergeser sehingga memungkinkan bagi manusia dengan taufiq dari Alloh untuk merumuskan pembuatan kalender pada hari-hari mendatang.
Terutama dengan perkembangan dunia yang demikian pesat, yang semuanya ditentukan oleh tepat oleh waktu yang telah ditentukan, maka tidak mungkin kecuali dengan adanya sebuah kalender yang mapan. Oleh karena itu kalau boleh maka akan kita katakan bahwa kalender adalah sebuah tuntutan peradaban (Civilizational imperative) dan bahkan merupakan syarat bagi suatu peradaban agar tetap eksis dan berkembang.
Oleh karena itu system pembuatan kalender ini sudah ada sejak dahulu kala, jauh sebelum kedatangan islam. Dan saat Rosululloh datang di jaziroh Arab, disaat itu sudah ada nama hari, tanggal dan bulan. Dan Rosululloh menetapkannya serta tidak mengingkarinya. Bahkan tatkala kaum muslim pada generasi awal -tepatnya pada zaman Kholifah Umar bin Khothob- ingin membuat sebuah kalender, mereka menetapkan nama hari dan bulan sebagaimana yang sudah ada sejak zaman jahiliyyah.

B. Kalender hanya untuk keperluan administrasi bukan untuk menetapkan ibadah yang disyaratkan rukyat visual.
Dan perlu saya tegaskan disini agar tidak terjadi kesalahfahaman, bahwa urgennya membuat kalender untuk umat islam berdasarkan ilmu hisab ini bukan perkara bid’ah, bahkan hal ini diperbolehkan jika hanya untuk digunakan dalam urusan keadministrasian, muamalah antar sesama, ketatanegaraan atau yang semisalnya. Namun jika untuk urusan penetapan ibadah seperti awal puasa, dan hari raya maka harus menunggu hasil rukyat hilal secara visual langsung.
Syaikh bin Baz pernah menjelaskan masalah ini dalam dengan bagus. Beliau berkata :
“Saya pernah memimpin dauroh ke enam dalam acara simposium tentang penyatuan kalender hijriyyah yang diadakan di kota mekkah al Mukarromah sejak dari selasa tanggal 10/1/1406 sampai hari kamis 12/1/1406 H. Pertemuan keterangan-keterangan tentang awal datangnya bulan-bulan qomariyyah pada tahun 1407 dan 1408 H serta lima bulan pada tahun 1409 H sesuai dengan dasar ilmu hisab yang dipakai para ahli falak. Namun saya tidak tanda tangan pada apa yang dihasilkan pada pertemuan tersebut, karena saya khawatir orang yang melihatnya akan menyangka bahwa saya setuju untuk menetapkan puasa, hari raya idul fithri serta hukum-hukum syar’I lainnya dengan ilmu hisab.
Dan saya telah memberikan pemahaman kepada anggota pada pertemuan tersebut. Saya juga sudah menjelaskan bahwa menetapkan hilal dan hukum-hukum syar’I harus dengan rukyah langsung atau dengan ikmal (menyempurnakan hitungan bulan), sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Rosululloh
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
“berpuasalah kalian karena melihat (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Lalu jika tertutupi atas kalian maka sempurnakan hitungan bulan Sya’ban 30 hari.” (HR. Bukhori Muslim)
Juga sabda beliau :
لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ أَوْ تُكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ أَوْ تُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
“Janganlah kalian mendahului bulan sehingga kalian melihat hilal atau menyempurnakan hitungan, kemudian berpuasalah sehingga kalian melihat hilal atau menyempurnakan hitungan.” (HR. Nasa’I dan Abu Dawud dengan sanad shohih)
Juga sabda Rosululloh :
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَحْسِبُ وَلاَ نَكْتُبُ وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». وَعَقَدَ الإِبْهَامَ فِى الثَّالِثَةِ « وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». تَمَامَ الثَّلاَثِينَ.
“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Satu bulan itu demikian demikian dan demikian dan saat yang ketiga beliau melipat ibu jari beliau. Juga terkadang demikian demikian dan demikian. Maksudnya sempurna tiga puluh hari.” (HR. Bukhori Muslim, dan lafadz ini dalam Muslim)
Dan hadits-hadits yang semakna dengan ini sangat banyak. Adapun  menyatukan kalender dengan ilmu hisab, maka tidak ada apa-apa untuk digunakan dalam urusan administrasi atau keperluan yang semisalnya.
Saya sampaikan ini untuk memberikan penjelasan, nasehat serta agar terbebas dari tanggung jawab. Semoga Alloh mencurahkan taufiq Nya kepada kita semua untuk melaksanakan apa yang dicintai dan di ridhoi Nya, sesungguhnya Alloh maha pemurah lagi mulia. Dan semoga sholawat serta salam senantiasa dianugerahkan kepada Rosululloh Muhammad pengikut dan para sahabat beliau.: (Lihat majmu’ fatawa syaikh bin Baz 15/153, Bida’ wa Akhho Tata’allaqu bil ayyam wasy syuhur hlm : 198)
Di Indonesia –alhamdulillah- cara inilah yang digunakan oleh Depag, dimana mereka mempunyai kalender untuk urusan keadministrasian. Namun untuk menetapkan awal bulan Romadhon syawal dan dzulhijjah maka diadakan sidang itsbat yang mengumpulkan ahli rukyat dan persaksian orang-orang yang melihat hilal serta dihadirkan pula ahli hisab. walhamdulillah. Dan alhamdulillah ini pulalah yang dilakukan oleh PBNU, dimana dalam kalender resminya mereka mengatakan :
“Catatan :
  1.  Penentuan awal-awal bulan pada almanak ini berdasarkan imkanur Rukyah untuk lokasi Jakarta (LT = -6 derajat 10’ , BT 106 derajat 49 ‘ dan TT 28 meter).
  2. Khusus penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah (untuk pelaksanaan ibadah) harus berdasarkan rukyatul hilal bil fi’li yang akurat, sehingga apabila pihak yang berwenang menentukannya berdasarkan rukyatul hilal, maka wajib mengikutinya.” (LIhat Almanak resmi PBNU 2010)
Namun sebelum membahas lebih jauh tentang kelender hijriyyah yang digunakan didunia islam, ada baiknya kita mengenal beberapa kalender dunia lainnya. Yaitu :

C.Kalender dunia
Secara umum ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini.
Pertama, kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari.
Kedua, kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satutahunnya adalah dua belas kali lamanya bulan mengelilingi bumi, yaitu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari.
Ketiga, kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.
Kalender Masehi, Iran, dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriah dan Jawa merupakan kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi.
Semua kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat. Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu yang dibuat sehari lebih panjang (tahun kabisat atau leap year).
Pada kalender solar, pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat munculnya hilal (Hijriah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriah, tanggal kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu dari tanggal kalender Hijriah.
Oleh karena itu ada baiknya kita mengenal kalender yang pernah dan sebagian masih digunakan oleh sebagian umat manusia. Diantaranya :

Pertama : Kalender Saka
Kalender saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India. Kalender ini merupakan sebuah penanggalan syamsiyah qomariyah (candra surya) atau kalender luni solar. Tidak hanya digunakan oleh masyarakat Hindu di India, kalender saka juga masih digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali, Indonesia, terutama untuk menentukan hari-hari besar keagamaan mereka.
Kalender Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang) direbut kaum Saka (Scythia) di bawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum Satavahana. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi Pisces) awal musim semi.
Nama-nama bulan pada kalender saka ini adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna.
Agar kembali sesuai dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh.
Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti kalender lunar  Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap dilanjutkan.
Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh padahari Jum'at Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdul kadir (1596-1651) dari Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya diseluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak Islam.
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal, Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud". Sya'ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.
Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.
Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam(Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Sebagai contoh, kurup pertama berlangsung dari Jumat Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai KamisKliwon 30 Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan.
Dengan demikian Rabu Wage 29 Dulkijah 1674 akhir kurup pertama langsung diikuti oleh awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675.
Setiap kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674 disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwa Legi), kemudian periode 1675-1794 kurup kamsiah (Amiswon =Alip-Kemis-Kliwon), dan periode 1795-1914 kurup arbangiah (Aboge =Alip-Rebo-Wage). Sejak 1 Muharam tahun Alip 1915 (1 Muharram 1403 Hijriah) yang jatuh pada 19 Oktober 1982, kita berada dalam kurup salasiah 1915-2034 (AsoPon = Alip-Seloso-Pon), di mana setiap 1 Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon. Tahun baru 1 Muharam (Sura) tahun Alip 1939, yang identik dengan 1 Muharram 1427 Hijriah, jatuh pada hari Selasa Pon tanggal 31 Januari 2006.

Kedua : Kalender Sunda
Belakangan ini mulailah populer apa yang disebut Kala Sunda, yang  dikatakan sebagai kalender lunar asli Sunda yang terlupakan selama ratusan tahun. Kala Sunda ternyata memiliki kejanggalan dalam penentuan awal bulan. Berbeda dengan kalender solar yang tidak tergantung pada posisi bulan, semua
kalender lunar dan lunisolar harus memperhitungkan munculnya bulan baru dalam penentuan tanggal satu.
Itulah sebabnya tanggal satu (awal bulan) dari kalender-kalender Hijriah, Jawa, Yahudi, Saka, Buddha dan Imlek selalu berdekatan.
Anehnya, Kala Sunda menetapkan tanggal satu ketika bulan berwujud setengah lingkaran (padahal seharusnya tanggal 7 atau 8). Istilah Sansekerta suklapaksa (paro terang), yang arti sesungguhnya "separo bulan (half-moon) sebelum purnama", dipersepsi secara lain oleh sang pembuat kalender Kala
Sunda, yaitu "awal bulan terjadi ketika bulan terlihat separo (half-moon)"
Ternyata apa yang dinamakan Kala Sunda itu merupakan kalender modern yang diramu dari berbagai sistem kalender lain, lalu dimodifikasi agar kelihatan berbeda dengan kalender-kalender sebelumnya. Sistem Kala Sunda persis sama seperti pinang dibelah dua dengan sistem kalender Jawa: dalam sewindu ada tiga tahun kabisat, dan setiap 120 tahun dihilangkan sehari, sehingga jika misalnya awal windu (indung powe) Senen Manis, maka awal windu selanjutnya Senen Manis juga. Setiap 120 tahun, indung powe berganti dari Senen Manis menjadi Ahad Kliwon, kemudian menjadi Sabtu Wage, dan seterusnya.Jadi, sama sekali tidak ada kelebihan Kala Sunda dari kalender karya Sultan Agung yang selama ini dipakai oleh masyarakat Sunda, termasuk oleh Harian Pikiran Rakyat setiap hari.
Nama-nama bulan dalam Kala Sunda (Kartika, Margasira, Posya, Maga,  Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, Asuji), nama-nama hari  (Radite, Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, Tumpek), serta pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16, semuanya itu meniru kalender Saka, kecuali nama hari Tumpek (Sabtu) yang entah dari mana diambil. Nama-nama ini bukan budaya asli Sunda, melainkan pinjaman dari India. Di kalangan rumpun Indo-Jermania (termasuk India), hari pertama berhubungan dengan dewa matahari (Raditya, Dies Solis, Sunday, Zondag, Sonntag, Dimanche), dan hari kedua dengan dewa bulan (Soma, Dies Lunae,Monday, Maandag, Montag, Lundi). Nama-nama hari kalender Saka yang sudah dihapuskan Sultan Agung lantaran berbau kemusyrikan kini dihidupkan kembali oleh Kala Sunda.
Masih ada lagi beberapa hal yang patut dijelaskan oleh sang pembuat kalender Kala Sunda. Mengapa bulan pertama dalam Kala Sunda adalah Kartika, yang dalam kalender Saka bulan kedelapan? Apakah manfaatnya menghitung tanggal satu dari saat bulan setengah lingkaran, yang tidak pernah ada sepanjang sejarah kalender sejak zaman Mesopotamia dan Mesir Purba? Apakah gunanya menghidupkan kembali pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa, padahal dalam kalender Saka modern di India tidak dipakai lagi? Jika sekarang tahun 1942 Sunda, berarti tahun 1 kalender Kala Sunda jatuh pada tahun 123 Masehi. Peristiwa penting apakah gerangan yang terjadi tahun 123 Masehi, sehingga kita tetapkan sebagai Tahun Satu?
Kala Sunda memang cukup akurat, cuma kita harus jujur mengatakan bahwa ini adalah kalender baru ciptaan seorang budayawan Sunda, Ali Sastramidjaja (Abah Ali), yang sangat patut kita hargai! Tetapi janganlah kita gegabah mengatakannya sebagai warisan leluhur Ki Sunda, sebab belum pernah ada kalender seperti itu. Prasasti-prasasti sebelum Islam selalu menggunakan kalender Saka (India), meskipun banyak yang dilengkapi pancawara (bahkan ada juga yang memakai sadwara) hari-hari asli Jawa dan Sunda

Ketiga : Kalender Hijriah Solar iran (persia)
Ditinjau dari hubungan terhadap kalender Hijriah, kalender Jawa berkebalikan dengan kalender Iran (Persia). Jika di Jawa kalender mengikuti Hijriah tetapi angka tahun tidak berubah, maka di Iran kalender tidak berubah tetapiangka tahun dihitung dari hijrah Nabi.
Jadi kalender Iran adalah kalender Hijriah Solar (kalender Hijriah dengan perhitungan matahari). Selain berlaku di Iran, kalender ini juga dipakai di Afganistan dan Tajikistan sebagai sesama rumpun bangsa Persia.
Kalender Iran diciptakan Raja Cyrus tahun 530 SM, dan dibuat lebih akurat pada awal abad ke-12 oleh ahli matematika dan astronomi yang juga sastrawan,Umar Khayyam (1050-1122). Tahun baru (Nawruz) selalu jatuh pada awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Farwardin, Ordibehest, Khordad, Tir, Mordad,Shahriwar, Mehr, Aban, Azar, Dey, Bahman, Esfand. Enam bulan pertama 31 Hari dan lima bulan berikutnya 30 hari. Bulan terakhir, Esfand, 29 hari (tahun biasa) atau 30 hari (tahun kabisat yang empat tahun sekali).
Dibandingkan dengan kalender solar yang lain, kalender Iran paling cocok dengan musim. Tanggal 1 Farwardin selalu 21 Maret (awal musim semi), tanggal 1 Tir selalu 22 Juni (awal musim panas), tanggal 1 Mehr selalu 23 September(awal musim gugur), dan tanggal 1 Dey selalu 22 Desember (awal musim dingin).
Setelah bangsa Iran memeluk agama Islam, tahun hijrah Nabi (622 M) dijadikan Tahun Satu, tetapi kalender tetap berdasarkan matahari. Tahun baru tanggal 1 Farwardin 1385 Hijriah Solar jatuh pada 21 Maret 2006.

Kempat : Kalender china
Seperti  halnya kalender saka, kalendar Cina juga menggunakan sistem penanggalan luni solar. Menurut legenda, kalendar Cina berkembang sejak tahun ketiga sebelum masehi. Para ahli menyepakati bahwa kalendar Cina sebagai patokan penanggalan yang paling lama digunakan di dunia. Kalendar ini adalah ciptaan pemerintah Huang Di atau Maharaja Kuning yang memerintah sekitar 2698-2599 SM.
Bukti arkeologi terawal mengenai kalendar Cina ditemukan pada selembar naskah kuno yang diyakini berasal dari tahun kedua sebelum masehi atau pada masa Dinasti Shang berkuasa. Pada masanya, dipaparkan tahun luni solar yang lazimnya 12 bulan, namun kadang-kadang ada pula bulan ke-13, bahkan bulan ke-14. Penambahan bilangan bulan dalam tahun kalendar memastikan peristiwa tahun baru tetap dilangsungkan dalam satu musim saja, sebagaimana kalender masehi meletakkan satu hari tambahan pada bulan Februari setiap empat tahun.

Di negara Cina sekarang, kalendar Cina hanya digunakan untuk menandai perayaan orang Cina, seperti Tahun Baru Cina, perayaan Duan Wu, dan Perayaan Kuih Bulan. Begitu juga dalam bidang astrologi, seperti memilih tahun yang sesuai untuk melangsungkan perkawinan atau meresmikan pembukaan bangunan baru. Sementara itu, untuk kegiatan harian, masyarakat Cina mengacu kepada hitungan kalender masehi

Kelima : Kalender Arab pra islam
Sebelum kedatangan islam, ditanah Arab dikenal sitem kalender berbasis campuran antara bulan (qomariyyah) dan matahari (syamsiyyah). Tahun baru (Ra's as-Sanah = "Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September.
Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar ("kuning"). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi') berturut-turut dinamai Rabi'ul-Awwal dan Rabi'ul-Akhir.  Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau "beku") sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya'ban (syi'b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan Ramadhan ("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat  orang lebih senang istirahat duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan  ini dinamai Dzul-Qa'dah (qa'id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat  Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim. Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi' yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.
Ternyata tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana saja yang mempunyai bulan nasi'. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain  Cuma 12 bulan. Lebih celaka lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itumasih dalam bulan nasi',belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan dikalangan masyarakat Arab.

Pemurnian kalender "lunar"
Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad, maka turunlah perintah Allah agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi'. Hal initercantum dalam firman Alloh :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36) إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. At-Taubah : 36, 37)
Dengan turunnya wahyu Allah di atas, Nabi Muhammad  mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan matahari. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser
setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan ("pembakaran") tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal ("beku pertama") tidak selalu pada musim dingin. Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin.
Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 18 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Mekah di musim dingin.
Nama-nama bulan yang ada pada kalender arab pra islam ini sampai sekarang masih digunakan dalam kalender hijriyyah. Hanya saja mereka tidak memiliki angka tahun. Oleh karenanya mereka menghitung tahu dengan peristiwa besar yang terjadi pada waktu tersebut. Misalnya tahun dimana lahir Rosululloh dikenal dengan istilah tahun gajah. Hal ini karena pada tahun tersebut Abrahah gubernur Yaman yang merupakan salah satu wilayah negara Ethoipia (Habsyah) menyerbu kota mekkah dengan pasukan gajah. Karena besarnya peristiwa ini maka tahun tersebut dikenal oleh manusia saat ini dengan tahun gajah. Dan mereka menghitung kejadian dengannya. Misal terjadi demikian satu atau dua tahun sebelum sathun gajah.

Keenam : Kalender Yahudi
Umat Yahudi menggunakan kalender Anno Mundi (Tahun Dunia) yang memulai perhitungan tahun sejak 3760 SM, tahun penciptaan langit dan bumi (Genesis) menurut keyakinan umat Yahudi. Tahun baru terjadi pada awal musim gugur (September atau Oktober). Sama dengan kalender Hijriyah, awal bulan ditandai oleh munculnya hilal.
Nama-nama bulan adalah Tishri, Heshvan, Kislev, Tebet, Shebat, Adar, Nisan, Iyyar, Sivan, Tammuz, Ab, Elul. Agar sesuai kembali dengan matahari, setiap tiga tahun ditambahkan bulan interkalasi sesudah Adar yang dinamai Adar Sheni (Adar kedua). Tahun baru 1 Tishri 5769 jatuh pada tanggal 20 September 2009, bertepatan dengan 1 Syawwal 1430 Hijriyah.
Hari Raya terpenting bagi umat Yahudi adalah Pesakh atau Paskah (artinya “lewat; bebas”), yaitu tanggal 14 Nisan, hari pembebasan Bani Israil yang dipimpin Nabi Musa a.s. dari perbudakan Fir`aun di Mesir selama ratusan tahun. Pada hari Paskah 14 Nisan, yang jatuh pada tanggal 30 Maret 2010, umat Yahudi dianjurkan menyembelih hewan qurban berupa domba.
Umat Nasrani juga merayakan Paskah, tetapi dengan makna yang berbeda, yaitu pembebasan manusia dari dosa. Mereka tidak menyembelih domba, sebab Nabi Isa al-Masih  mereka anggap sebagai “domba Paskah” yang sudah dikorbankan. Pada mulanya Paskah umat Nasrani sama dengan umat Yahudi, yaitu tanggal 14 Nisan. Sejak tahun 325 Masehi, melalui sidang Konsili di Nikea (Iznik di Turki sekarang), Paskah ditetapkan harus pada hari Minggu sesudah purnama selepas 21 Maret, agar cocok dengan perayaan Easter Sunday warisan kepercayaan kafir Romawi purba. Itulah sebabnya Paskah umat Nasrani tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2010.

ketujuh : Kalender Jepang
Kalender Jepang merupakan kalender solar yang dimulai tahun 660 SM, tatkala kaisar pertama, Jimmu Tenno, naik tahta. Pada mulanya tahun baru (Oshogatsu) jatuh pada awal musim semi. Ketika Jepang memasuki era modernisasi pada masa Kaisar Meiji (Mutsuhito) abad ke-19, mereka meniru segala yang berbau Eropa, termasuk menyesuaikan kalender Jepang dengan kalender Gregorian (Masehi). Kaisar Meiji menetapkan bahwa 1 Januari 1873 Masehi adalah 1 Januari 2533. Sejak itu kalender Jepang identik dengan kalender Masehi, hanya angka tahunnya yang berbeda.
Suatu periode beralih ke periode yang lain pada saat pergantian kaisar. Masa Kaisar Hirohito (1926-1988 Masehi atau 2586-2648 Jepang) adalah periode Showa (“kepeloporan”). Sejak Januari 1989 (2649) ketika Kaisar Akihito naik tahta, bangsa Jepang memasuki periode Heisei (“kesejahteraan”). Kini kita memasuki tahun 2670 atau tahun ke-22 periode Heisei.
Tahun Jepang berlaku di Indonesia pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 Masehi (2602-2605). Dalam naskah proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Sukarno dan Hatta tertulis "hari 17 boelan 8 tahoen 05". Angka 05 bukanlah karena Sayuti Melik salah ketik. Hari kemerdekaan bangsa dan negara kita memang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2605 (1945 Masehi).

Kedelapan : Kalender Romawi (Julian)
Kalender Masehi pada hakikatnya adalah kalender Romawi yang bermula sejak pendirian kota Roma, tujuh setengah abad sebelum Nabi Isa al-Masih dilahirkan. Ketika Romulus dan Remus mendirikan kota Roma tahun 753 SM menurut hitungan kita sekarang, mereka membuat kalender lunisolar. Awal tahun adalah awal musim semi, dan tahun pembangunan Roma ditetapkan sebagai tahun 1 AUC (ab urbi condita = “sejak kota dibangun”).
Nama-nama bulan adalah Martius (Mars, dewa perang), Aprilus (Aprilia, dewi cinta), Maius (Maya, dewi kesuburan), Junis (Juno, istri dewa Jupiter), Quintilis (bulan ke-5), Sextilis (bulan ke-6), September (bulan ke-7), October (bulan ke-8), November (bulan ke-9), December (bulan ke-10), Januari (Janus, dewa penjaga gerbang langit), dan Februari (Februalia, dewi kesucian). Masing-masing bulan 30 hari, kecuali Februari sebagai bulan terakhir hanya 24 atau 25 hari, sehingga jumlah setahun 354 atau 355 hari. Agar tahun baru tanggal 1 Martius tetap jatuh pada awal musim semi, setiap tiga tahun disisipkan bulan interkalasi, Mercedonius, setelah Februari.
Pada tahun 708 AUC (tahun 46 SM, kata kita sekarang), kalender lunisolar Romawi berubah menjadi kalender solar yang ditiru dari bangsa Mesir. Masyarakat Mesir purba menyembah dewa matahari dan kehidupan mereka sangat tergantung pada pasang dan surut Sungai Nil, sehingga mereka sejak tahun 4236 SM membuat kalender solar untuk menandai musim banjir, musim tanam dan musim panen. Penguasa Romawi saat itu, Julius Caesar, berpacaran dengan Cleopatra ratu Mesir. Untuk mengambil hati kekasihnya, Julius Caesar mengubah kalendernya menjadi kalender solar. Aneh tapi nyata: kalender berubah gara-gara cinta!
Dengan bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi Yunani di Iskandariah, awal tahun Romawi serta jumlah hari dalam setiap bulan disesuaikan dengan kalender Mesir. Tahun baru digeser dari Martius (Maret) menjadi Januari. Akibatnya, September yang artinya “bulan ke-7” (septem = tujuh) menjadi bulan ke-9. Nama bulan Quintilis diganti bulan Julius, diambil dari namanya sendiri. Banyaknya hari dalam sebulan: Januari 31, Februari 28 atau 29, Martius 31, Aprilus 30, Maius 31, Junis 30, Julius 31, Sextilis 31, September 30, October 31, November 30, dan December 31.
 Tahun 708 AUC itu ditetapkan oleh Julius Caesar menjadi tahun 1 Julian. Oleh karena merupakan tahun transisi dari sistem lunar ke sistem solar, tahun itu ditambah 90 hari: 67 hari diletakkan antara November dan December, dan 23 hari sesudah Februari. Jadi tahun 1 Julian berjumlah 445 hari, dan sering dijuluki annus confusionis (“tahun campur-aduk”).
Kaisar Romawi berikutnya, Octavianus Augustus, ingin juga mengabadikan namanya dalam kalender. Namanya, Augustus, dipakai mengganti nama bulan Sextilis. Untunglah kaisar-kaisar selanjutnya tidak memiliki keinginan serupa, sehingga nama-nama bulan tidak lagi mengalami perubahan.
Kalender romawi julian ini digunakan secara resmi di Eropa, sebelum adanya reformasi oleh Paus Gregorius XIII. Britani Raya baru menggunakannya para tahun 1752, Rusia baru menggunakannya tahun 1918 dan Yunani baru tahun 1923. Gereja ortodoks sampai sekarang tetap menggunakan kalender Julian sehingga perayaan natal dan tahun baru berbeda dengan kalender yang berlaku didunia sekarang yaitu kalender Gregorian.
Pada tanggal 1 Januari 1622, I januari ditetapkan sebagai permulaan tahun pada kalender  ini.

Kesembilan : Kalender Gregorian
Kalender inilah yang dikenal sekarang dengan istilah kalender masehi atau syamsiyyah. Dan inilah yang paling banyak digunakan di dunia. Kalau ditilik dari sejarahnya, niscaya kita temukan bahwa kalender ini perupakan penyempurnaan dari kalender Julian.
Yang pertama kali mengusulkannya adalah DR. Aloysius Lilius dari Napoli Italia. Dan usulan ini disetujui oleh Paus Gregorius XIII pada tanggal 24 Pebruari  1582. Sebagaimana kalender Julian, kalender Gregorian inipun berdasarkan gerakan matahari.
Kalender ini muncil karena dinilai bahwa kalender Julian kurang akurat, sebab permulaan musim semi (21 Maret) semakin maju sehingga perayaan paskah yang sudah disepakati sejak Konsisli Nicea I pada tahun 325 tidak tepat lagi. Lalu pada tahun 1582, hari satu Oktober diikuti dengan hari ahad 15 Oktober. Setelah kalender Gregorian ini di canangkan, tidak semua Negara mau mengunakannya. Rusia misalnya baru menggunakannya pada yahun 1918.
(Lihat Risalah al ustadz Abu Yusuf Al Atsari, memilih hisab atau rukyat hlm 38-40, Mengompromikan Rukyat Hisab oleh Tono Saksono Ph.D hlm : 47-68, makalah ust. Irfan Anshory dalam http://irfananshory.blogspot.com/2010/01/mengenal-berbagai-jenis-kalender.html)

D. Hukum menggunakan kalender Masehi (Gregorian)
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa didunia saat ini, kalender inilah yang paling banyak digunakan.
Kalender gregorian ini berbasis peredaran matahari. Dan menetapkan bahwa jumlah bulan dalam satu tahun adalah 12 bulan dengan jumlah hari yang tetap sebagaimana semula.
Diseluruh dunia waktu dan tanggal dengan menggunakan kalender ini sama. Dalam artian kalau di grenwich tanggal I januari tahun 2010 terjadi pada hari jumat, maka diseluruh dunia tanggal tersebut pun jatuh pada hari yang sama.
Dalam kalender ini pergantin hari dimulai pada pukul 00.00 atau jam 12 malam. Dan setelah lewat jam tersebut maka sudah masuk pagi hari berikutnya.
Dalam kalender ini dikenal istilah garis tanggal internasional (International Date Line) yang menentukan dimana dan kapan suatu tanggal dan hari dimulai . Garis ini terletak di laut Pasifik pada garus bujur 180 derajat. Garis ini tidak lurus mengikuti garis bujur tersebut dari utara keselatan, melainkan pada tempat tertentu membelok. Belokan yang paling mencolok adalah ketika melewati kepulauan Kiribati. Sebelum tahun 1955, kepulauan ini dibelah dua oleh garis tanggal International dan pada masing-masing bagian berlaku waktu yang berbeda. Akan tetapi sejak tahun 1955, GTI ini dibelokkan ke arah timur kepulauan trrsebut hingga mencapai titik ujung pada posisi 151 derajat bujur Barat dan 10 derajat lintang utara. Dan pada titik ujung ini berlaku WU (waktu Universal/GMT) + 14 jam. (Lihat Hari raya dan Problematika Hisab Rukyat oleh Prof DR. H. Syamsul Anwar, MA. hlm : 120)
Kalender ini dikenal dengan sangat luas dunia barat maupun di dunia islam. Di Indonesia, yang notebene sebagai bangsa terbesar muslimnya pun menggunakan kelender ini.
Namun sesuatu yang harus dan segera untuk difahami oleh semuanya adalah bagaimana hukum menggunakan kalender ini untuk berbagai kepentingan ?
Sesuatu yang harus kita fahami bersama bahwa menggunakan kalender ini dibenci bahkan sebagian para ulama’ melarangnya, kecuali kalau dalam kondisi yang mengharuskan atau dibutuhkan harus menggunakan kalender ini. Hal ini disebabkan beberapa hal berikut ini :
  1. Dengan menggunakan kalender ini akan menghilangkan kalender islam (kalender hijriyyah)
Dan inilah kenyataan yang ada di tengah kaum muslimin. Betapa banyak kaum muslimin tidak mengetahui kalender hijriyyah, bahkan nama bulannyapun tidak hafal.
  1. Dengan menggunakan kalender Gregorian dan meninggalkan kalender hijriyyah, maka dikhawatirkan akan termaskuk dalam sikap wala’ (loyalitas) kepada orang kafir. Minimalnya adalah bentuk tasyabuh (menyerupai kekhususan) orang kafir.
  2. Nama-nama bulan yang terdapat dalam kalender masehi adalah nama raja dan dewa orang Yunani dan Romawi.
Oleh karena itu para ulama’ pun melarangnya. Diantara mereka Syaikh sholih al Fauzan. Tatkala beliau menyebutkan bentuk-bentuk loyal kepada orang kafir, beliau berkata : “menggunakan kelender  mereka, terutama kalender yang menyebutkan ritual dan hari raya mereka, seperti kalender masehi (Gregorian)
Yang mana kalender ini adalah untuk memperingati hari natal kelahiran Nabi Isa, yang sebenarnya perayaan itu mereka buat-buat sendiri dan sama sekali bukan ajaran Nabi Isa. Maka menggunakan kalender ini berarti ikut serta untuk merayakan syiar dan hari raya mereka. Karenanya, hindarilah menggunakan kalender ini. Oleh karena itu tatkala para sahabat ingin menetukan kalender pada zaman Umar, mereka tidak menggunakan kalendernya orang kafir, dan mereka membuat kalender berdasarkan hijrohnya Rosululloh. ini semua menunjukkan atas wajibnya menyelisihi orang-orang kafir dan masalah ini juga masalah lainnya yang merupakan kekhususan mereka. (Al Wala’ wal Baro’ fil Islam hlm : 12)
Yang sangat menunjukkan terhadap apa yag dikatakan oleh Syaikh Al Fauzan adalah bahwa nama dari kelender masehi sangat kental hubungannya dengan kepercayaan paganisme bangsa Romawi bisa dilihat dari nama-nama yang dipergunakan. Berikut ini kedua belas nama bulan tersebut:
JANUARI. Merupakan bulan pertama dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa Janus, Dewa bermuka dua, yang satu mengahdap ke depan dan yang satunya menghadap ke belakang. Dewa Janus disebut juga sebagai Dewa Pintu.
FEBRUARI. Merupakan bulan kedua dalam tahun Masehi. Berasal dari nama dewa Februus, Dewa Penyucian.
MARET. Merupakan bulan ketiga dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa Mars, Dewa Perang. Pada mulanya, Maret merupakan bulan pertama dalam kalender Romawi, lalu pada tahun 45 SM Julius Caesar menambahkan bulan Januari dan Februari di depannya sehingga menjadi bulan ketiga.
APRIL. Merupakan bulan keempat dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut juga Aperire yang bereti ”membuka”. Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi Cinta orang Romawi.
MEI. Merupakan bulan kelima dalam kalender Masehi. Berasal dari nama Dewi Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia.
JUNI. Merupakan bulan keenam dari tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi Juno.
JULI. Merupakan bulan ketujuh dari tahun Masehi. Di bulan ini Julius Caesar lahir, sebab itu dinamakan sebagai bulan Juli. Sebelumnya bulan Juli disebut sebagai Quintilis, yang berarti bulan kelima dalam bahasa Latin. Hal ini dikarenakan kalender Romawi pada awalnya menempatkan Maret sebagai bulan pertama.
 AGUSTUS. Merupakan kedelapan dalam kalender Masehi. Seperti juga nama bulan Juli yang berasal dari nama Julius Caesar, maka bulan Agustus berasal dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus. Pada awalnya, ketika Maret masih menjadi bulan pertama, Maret menjadi bulan keenam dengan sebutan Sextilis.
SEPTEMBER. Merupakan bulan kesembilan dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Septem, yang berarti tujuh. September merupakan bulan ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
OKTOBER. Merupakan bulan kesepuluh dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Octo, yang berarti delapan. Oktober merupakan bulan kedelapan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
NOVEMBER. Merupakan bulan kesebelas dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Novem, yang berarti sembilan. November merupakan bulan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
DESEMBER. Merupakan bulan keduabelas atau bulan terakhir dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin Decem, yang berarti sepuluh. Desember merupakan bulan kesepuluh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
Bahkan asal usul kelender inipun sangat erat dengan agama Kristen. Sebagaimana yang dikatakan oleh Wikipedia bahasa Indonesia saat mendefinisikan kalender masehi,: “Kalender Masehi adalah kalender yang mulai digunakan oleh umat Kristen awal. Mereka berusaha menetapkan tahun kelahiran Yesus atau Isa sebagai tahun permulaan (tahun 1). Namun untuk penghitungan tahun dan bulan mereka mengambil kalender orang Romawi yang disebut kalender Julian. Kalender Julian lalu disempurnakan menjadi kalender Gregorian.
Namun apabila dalam kondisi yang mengharuskan untuk mengguakan kalender masehi, maka insya Alloh tidaklah mengapa. Karena memang kita sekarang hidup disebuah zaman yang sangat sulit atau bahkan  hampir mustahil utuk tidak menggunakan kelender itu.
Dan inilah fatwa para ulama’ seputar hukum menggunakan kalender masehi :
HUKUM MENGGUNAKAN KALENDER MASEHI
FATWA AL-LAJNAH AD-DÂ`IMAH LIL BUHÛTSIL ‘ILMIYYAH WAL IFTÂ`
[KOMISI TETAP UNTUK PEMBAHASAN ILMIAH DAN FATWA - ( SAUDI ‘ARABIA ) ]
Pertanyaan Ke-2 dari fatwa nomor 2072
Pertanyaaan : Bolehkah berinteraksi dengan kalender masehi dengan orang-orang tidak mengetahui kalender hijriyah, seperti kaum muslimin non arab atau atau orang-orang kafir mitra kerja?
Jawaban : Tidak boleh bagi kaum muslimin menggunakan kalender masehi karena sesungguhnya hal tersebut merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang nashara dan termasuk syiar agama mereka. Sebenarnya kaum muslimin, walhamdulillâh telah memiliki kalender yang telah mencukupi diri mereka yang mengaitkan mereka dengan Nabi mereka Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sekaligus ini merupakan kemuliaan yang besar. Namun apabila ada suatu kebutuhan yang sangat terdesak maka boleh menggabung kedua kalender tersebut.
Wabillahit Taufiq. Washallallâhu ‘ala Nabiyinâ Muhammad wa Âlihi wa Shabihi wa sallam
Al-Lajnah Ad-Dâ`imah Lil Buhûtsil ‘Ilmiyah Wal Iftâ`
Anggota : Bakr Abû Zaid
Shâlih Al-Fauzân
‘Abdullâh bin Ghudayyân
Wakil Ketua : ‘Abdul ‘Azîz Âlusy Syaikh
Ketua : ‘Abdul Azîz Bin ‘Abdillâh bin Bâz
FATWA ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN SHÂLIH AL-’UTSAIMÎN
Pertanyaan: Fadhîlatusy Syaikh, pertanyaanku ini ada 2 hal. Yang pertama bahwa sebagian orang mengatakan kita tidak boleh mengedepankan kalender masehi daripada kalender hijriyyah, dasarnya adalah karena dikhawatirkan terjadinya loyalitas kepada orang-orang kafir. Akan tetapi kalender masehi lebih tepat dari pada kalender hijriyyah dari sisi yang lain. Mereka mengatakan sesungguhnya mayoritas negeri-negeri menggunakan kalender masehi ini sehingga kita tidak bisa untuk menyelisihi mereka.
Jawaban: Bahwa realita penentuan waktu berdasarkan pada hilâl merupakan asal bagi setiap manusia, sebagaimana firman Allah subhanahu wa Ta’ala :
يَسْأَلونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Mereka bertanya kepadamu tentang hilâl. Katakanlah: “Hilâl itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; [Al Baqarah: 189]
Ini berlaku untuk semua manusia
Dan bacalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
ِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” [At Taubah: 36]
Bulan-bulan apakah itu? Maka tidak lain adalah bulan-bulan yang berdasarkan hilâl. Oleh karena itu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam menafsirkan bahwasannya empat bulan tersebut adalah : Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Inilah yang merupakan pokok asal.
Adapun bulan-bulan yang ada di tengah-tengah manusia sekarang ini adalah bulan-bulan yang bersifat perkiraan dan tidak dibangun di atas dasar yang tepat. Kalau seandainya hal itu berdasarkan bintang niscaya hal itu ada dasarnya karena bintang sangat jelas keberadaannya di atas langit dan waktu-waktunya. Akan tetapi bulan-bulan yang didasarkan atas prasangka tersebut tidaklah memiliki dasar. Sebagai bukti, di antara bulan tersebut ada yang 28 hari dan sebagiannya 31 hari yang semua itu tidak ada dasarnya sama sekali. Akan tetapi apabila kita dihadapkan pada dilema berupa kondisi harus menyebutkan kalender masehi ini, maka kenapa kita harus berpaling dari kalender hijriyyah kemudian lebih memilih kalender yang sifatnya prasangka dan tidak memiliki dasar tersebut?! Suatu hal yang sangat mungkin sekali bagi kita untuk menggunakan penanggalan hijriyyah ini kemudian kita mengatakan bahwa tanggal hijriyyah sekian bertepatan dengan tanggal masehi sekian. Karena melihat kebanyakan dari negeri-negeri Islam yang telah dikuasai oleh orang-orang kafir kemudian mereka merubah kalender hijriyyah tersebut kepada kelender masehi yang hakekatnya itu adalah dalam rangka untuk menjauhkan mereka dari perkara tersebut dan dalam rangka menghinakan mereka.
Maka kita katakan, apabila kita dihadapkan pada musibah yang seperti ini sehingga kita harus menyebutkan kalender masehi juga, maka jadikanlah yang pertama kali disebut adalah kalender hijriyyah terlebih dahulu kemudian kita katakan bahwa tanggal hijriyyah sekian bertepatan dengan tanggal masehi sekian.
Kemudian si penanya tadi mengatakan bahwa sisi yang kedua dari pertanyaan tersebut bahwa beberapa perusahaan mereka mengatakan bahwa kami tidak menggunakan kalender masehi ini untuk maksud berloyalitas kepada orang-orang kafir, akan tetapi karena keadaan perusahaan-perusahaan yang ada di dunia ini yang kita menjalin hubungan perdagangan bersamanya, menggunakan kalender masehi juga sehingga akhirnya kita pun mau tidak mau menggunakan kalender masehi juga. Kalau tidak maka disana ada suatu hal yang bisa memudharatkan diri kami baik dari hal-hal yang berkaitan dengan transaksi dagang dan sebagainya. Maka apa hukum permasalahan ini?
Jawabanya: Bahwa hukumnya adalah suatu yang mudah. Sebenarnya kita bisa menggabung antara keduanya. Misalnya engkau mengatakan bahwa aku dan fulan bersepakat dalam kesepakatan dagang pada hari ahad misalnya, yang hari tersebut bertepatan dengan bulan hijriyyah sekian, kemudian setelah itu baru kita sebutkan penanggalan masehinya, kira-kira mungkin tidak?
Penanya menjawab: Tentu, sesuatu yang mungkin.
(Liqâ`âtul Bâbil Maftûh)
FATWA FADHÎLATUSY SYAIKH SHÂLIH BIN FAUZÂN AL-FAUZÂN
Pertanyaan : Apakah menggunakan kalender masehi termasuk sebagai bentuk wala’ (loyalitas) terhadap Nashara?
Jawab : Tidak termasuk sebagai bentuk loyalitas tetapi termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan mereka (Nashara). Para shahabat pun tidak menggunakannya, padahal kalender masehi telah ada pada zaman tersebut. Bahkan mereka berpaling darinya dan menggunakan kalender hijriyyah. Ini sebagai bukti bahwa kaum muslimin hendaknya melepaskan diri dari adat kebiasaan orang-orang kafir dan tidak membebek kepada mereka. Terlebih lagi kalender masehi merupakan simbol agama mereka, sebagai bentuk pengagungan atas kelahiran Al-Masîh dan perayaan atas kelahiran tersebut yang biasa dilakukan pada setiap penghujung tahun (masehi). Ini adalah bid’ah yang diada-adakan oleh Nashara (dalam agama mereka).
Maka kita tidak ikut andil dengan mereka dan tidak menganjurkan hal tersebut sama sekali. Apabila kita menggunakan kalender mereka, berarti kita menyerupai mereka. Padahal kita -dan segala pujian bagi Allah semata- telah memiliki kalender hijriyyah yang telah ditetapkan oleh Amîrul Mu`minîn ‘Umar bin Al-Khaththâb bagi kita di hadapan para sahabat Muhajirin dan Anshar ketika itu. Maka ini sudah cukup bagi kita.
(Al-Muntaqâ min Fatâwa Al-Fauzân XVII / 5, fatwa no. 153 )
Fatwa Syaikh Jibrin
Syaikh Abdulloh bin Abdur Rohman Jibrin berkata : “Cukup bagi kaum muslimin untuk menggunakan kalender yang telah disepakati sejak zaman Umar bin khothob. Dimana beliaulah yang menetapkan kalender hijriyyah karena dimulai dengan hijrohnya Rosululloh, lalu hal ini diamalkan oleh kaum muslimin dalam kitab dan sejarah mereka, meskipun mereka mengetahui adanya beberapa kalender sebelum itu. Hal ini tetap berlangsung sampai sebagian besar negeri kaum muslimin dikuasai oleh kaum nashoro, yang akhirnya mereka menjajah sekaligus memaksakan untuk menggunakan kalender masehi, dengan tujuan agar kaum muslimin melupakan kalender hijriyyah.
Kami katakan : bahwa menggunakan kalender hijriyyah itu bisa mengingatkan  pada kejadian-kejadian pada sejarah islam, disamping bahwa kalender hijriyyah ini lebih jelas karena bersandar pada hilal yang langsung bisa dilihat, yang dengan melihatnya bisa mengetahui pergantian bulan. Maka kami nasehatkan kepada umat islam untuk mencukupkan diri dengan kalender hijriyyah yang sudah diamalkan kaum musin sejak dahulu kala. Dan hendaknya mereka berpaling dari kalender masehi yang belum jelas kebenarannya.” (majalah dakwah vol : 2076)


E. Kalender Hijriyyah
Kalender hijriyah adalah kalender bulan yang tahun pertamanya dimulai dengan peristiwa hijrohnya Rosululloh dari mekkah ke madinah.
Kalender inilah yang secara resmi digunakan oleh kaum muslimin untuk urusan keagamaan mereka.
Secara umum kalender hijriyyah berbasis peredaran bulan mengelilingi bumi yang itu setiap bulannya secara ilmu hisab memakan waktu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari)
Sejarah kalender ini berawal dari kalender pra islam yang telah kita singgung sebelum ini. Kalender pra islam tersebut tetap disepakati oleh islam dengan menjadikan satu tahun sama dengan 12 bulan dan empat diantaranya bulan haram (mulia) yang satu bulanya berkisar antara 29 atau 30 hari.
Hal ini sebagaimana firman Alloh :
 إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Sesungguhnya hitungan bulan disis alloh ada 12 bulan dalam kitab Alloh pada hari menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram (mulia). Ini adalah agama yang lurus. (QS. Al Ahqof : 15)
Dan sabda Rosululloh :
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَحْسِبُ وَلاَ نَكْتُبُ وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». وَعَقَدَ الإِبْهَامَ فِى الثَّالِثَةِ « وَالشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». تَمَامَ الثَّلاَثِينَ.
“Sesungguhnya adalah  umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Satu bulan itu demikian demikian dan demikian dan saat yang ketiga beliau melipat ibu jari beliau. Juga terkadang demikian dan demikian. Maksudnya sempurna tiga puluh hari.” (HR. Bukhori Muslim, dan lafadz ini dalam Muslim)
Adapu nama tahunnya maka menggunakan patokan peritiwa-peristiwa besar saat itu. Hal ini tetap berlangsung pada pemerintahan Abu Bakr Ash Shiddiq selama dua tahun dan enam tahun pertama khilafah Umar bin Khothob.
Dan pada tahun keenam pemerintahan beliau, Umar bin Khothob membuat sebuah kalender yang dijadikan patokan kaum muslimin.
Imam Ibnu Katsir menyebutkan : “Pada tahun 16 atau 17 atau 18 H, saat pemerintahan Umar bin Khothob, para sahabat sepakat  untuk menjadikan awal kalender islam dari hijrohnya Rosululloh. ceritanya suatu ketika disampaikan kepada Umar sebuah kertas perjanjian hutang, tertulis padanya  bahwa jatuh tempo pelunasan hutang tersebut pada bulan sya’ban. Maka umar berkata : “Sya’ban kapan ini ? sya’ban tahun ini, tahun lalu atau tahun yang akan datang ? kemudian beliau mengumpulkan para sahabat untuk minta musyawaroh mereka tentang pembuatan kalender untuk bisa mengeathui waktu pelunasan hutang atau lainnya. Maka ada yang mengusulkan : buat saja kalender seperti kalendernya orang Persia.” Namun Umar tidak menyukainya. Ada lagi yang mengusulkan : buat saja kalender seperti orang romawi.” Umar pun tetap tidak menyukainya. Ada yang mengusulkan : buat kalender dari kelahiran Rosulullo. Yang lainya mengusulkan : dari sejak diutusnya beliau. Ada yang mengusulkan : dari hijroh beliau, yang lainnya mengusukan : dari tahun wafatnya beliau. Akhirnya kholifah Umar cenderung pada menetapkan kalender dengan hijrohny Rosululloh disebabkan karena kemasyhuran peristiwa itu dan para sahabatpun sepakat menyetujinya.” (Lihat Al Bidayah wan Nihayah 4/510-511 dengan sedikit diringkas)
Ust. Irfan anshory  menyebutkan : “Pada masa Nabi Muhammad  penyebutan tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi'ul-Awwal Tahun Gajah ('Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah, Raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka'bah.
Ketika Nabi Muhammad wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia.
Pada tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy'ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: "Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun." Khalifah Umar bin Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi ('Am al-Fil, 571 M), dan ada pula  Yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama ('Am al-Bi'tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali bin Abi  Thalib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah ('Am  al-Hijrah, 622 M).
Ali bin Abi Thalib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Quran sangat banyak penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah. Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.
Maka Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriah.
Dokumen tertulis ber-tarikh Hijriah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar bin Khattab kepada seluruh penduduk Kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi.” (http://irfananshory.blogspot.com)
Kalender hijriyyah inilah yang seharusnya digunakan oleh segenap umat islam dimanapun berada, sehingga kaum muslimin bisa kembali pada apa yang dilakukan oleh generasi awal mereka sejak zaman Khilafah Umar bin Khothob.
Syaikh Abdul Lathif Al Qorni berkata : Nash-nash telah menunjukkan akan wajibnya menggunakan kalender hijriyysh. Diantaranya :
1.Firman Alloh :
يَسْأَلونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: “Hilâl itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; [QS. Al Baqarah: 189]
Sisi pengambilan dalilnya : Sesungguhnya Alloh menjadikan hilal sebagai tanda awal dan akhir bulan, dengan terbitnya hilal berarti datang bulan baru dan berakhir bulan lama. Hal ini menunjukan bahwa bulan itu harus berdasarkan peredaran bulan karena berkaitan dengan hilal.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Alloh menghabarkan bahwa hilal adaah tanda-tanda waktu bagi manusia, dan ini berlaku untuk semua urusan baik dalam hukum yang ditetapkan secara syar’I yang berupa mulai atau sebabnya sebuah ibadah, atau hukum yang ditetapkan oleh manusia. Hukum apapun yang ditentukan waktunya oleh syar’I ataupun hamba maka yang jadi patokan adalah hilal. Contohnya puasa, haji, waktu ila’ serta iddah…” (Majmu’ Fatawa 25 / 134)
2.Firman Alloh :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Sesungguhnya hitungan bulan disisi Alloh ada 12 bulan dalam kitab Alloh pada hari menciptakan langit dan bumi.” (QS. Al Ahqof : 15)
Sisi pengambilan dalilnya : Sesungguhnya Alloh mensifati waktu itu dengan hilal, dan apabila bulan yang ditentukan dnegan peredaran bulan itu sudah mencapai dua belas, maka dinamakan satu tahun.
Fakhruddin Ar Rozi berkata : “Para ulama’ mengatakan : berdasarkan ayat ini, maka wajib bagi kaum muslimin dalam waktu jual beli, hutang, haul zakat dan selurh hukum mereka agar berpedoman dengan hilal, dan tidak boleh untuk berpedoman pada kalender romawi (masehi-pent).” (Tafsir mafatihul ghoib 16/53)
3.Rosullloh bersabda :
“Apabila kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila kalian melihat hilal maka berhari rayalah, lalu jika tertutupi atas kalian maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhori Muslim)
Sisi pengambilan dalil : Bahwa Rosululloh menjadikan waktu akhir sya’ban dan masuknya Romadhon dengan hilal, maka demikian juga dengan bulan-bulan lainnya.
Semua nash ini secara tegas menunjukkan bahwa yang harus dijadikan patokan adalah adalah kalender hijriyyah bukan lainnya. Dan sebenarnya menggunnakan kalender inilah yang lebih mudah untuk manusia ditambah lagi bahwa ini disepakat oleh para sahabat dan tabi’in.
Syaikh Muhammad bin sholih al Utsaimin berkata : “kalender harian dimulai dengan terbenamnya matahari, kalender bulanan dimulai dengan hilal, sedangkan kalender tahunan dimuali dengan hijrohnya Rosululloh. inilah yang diamalkan oleh kaum muslimin dan para ulama’ dalam kitab-kitab mereka. (Dhiya’ lami’ hlm : 308).”
(Lihat istikhdam Tarikh milady oleh Syaikh Abdul lathif al Qorni di http://www.dorar.net/art/223)

F. Upaya menuju kalender islam Internasional.
Perkembangan global kehidupan umat manusia di dunia saat ini yang seakan akan hanya berada dalam satu kampung kecil, dimana seseorang mengadakan transaksi muamalah dengan lainnya yang berada jauh dibelahan bumi lainnya, terkadang ada sedikit kesulitan untuk menentukan hari dan tanggalnya dengan kalender hijriyyah, disebabkan adanya perbedaan tanggal antara kedua Negara. Hal ini sangat berbeda dengan kalender masehi yang diseluruh dunia tanggal berada pada hari yang sama, sedangkan pada kalender hijriyyah sangat ada kemungkinan ketidak samaan hari dan tanggal.
Dari sinilah maka berkembang pemikiran untuk membuat sebuah kalender islam yang bersifat internasional untuk urusan administrasi perkantoran, hubungan perdagangan maupun lainnya.
secara umum usulan kalender hijriyah internasional  yang ada dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu : Kalender zonal dan kalender terpadu (unifikasi). Berikut ini gambaran secara singkat tentang berbagai usulan tersebut. Namun sebelumnya, marilah kita tengok sekilas tentang kalender Ummul Quro.

1.Kalender Ummul Quro
Kalender Ummul Quro adalah kalender yang resmi digunakan di Kerajaan Arab Saudi, tapi hanya untuk urusan sipil dan administrasi saja, adapun yang berhubungan dengan hari keagamaan seperti puasa dan hari raya maka itu yang itu hak majlis qodho a’la (majlis hakim agung) yang menggunakan kaedah rukyatul hilal. Kalender ummul quro ini juga diikuti oleh sebagian negeri muslim seperti Qotar dan Bahroin.
Kalender ini merupakan pelanjut dari dua kalender sebelumnya, yaitu Kalender Nejed dan Kalender Kerajaan Arab Saudi. Kedua kalender ini dipadukan dan diberi nama Kalender Ummul Qura. Sebelum mencapai bentuk final seperti sekarang Kalender Ummul Qura telah mengalami perubahan-perubahan prinsip. Menurut  Zakki al Mushthofa dan Yasir Mahmud Hafizh, keduanya dari Pusat Ilmu dan Teknologi Raja Abdulaziz (King Abdulaziz City for Science and Technology), kalender ini telah mengalami empat tahap perkembangan:
  1. Fase pertama, sejak tahun 1370/1950 hingga tahun 1392/1972.
  2. Fase kedua : sejak tahun 1393/1973 hingga tahun 1419/1998
  3. Fase ketiga : sejak tahun 1419/1998 hingga tahun 1422/2002
  4. Fase keempat :  sejak tahun 1423/2003 hingga sekarang.
Saat ini, kalender ummul quro berdasarkan pada dua kreteria, yaitu  : pertama : pada tanggal 29  bulan berjalan  telah terjadi konjungsi  sebelum terbenamnya matahari. Kedua : bulan berada diatas ufuk setelah terbenamnya matahari. Apabila kedua kreteria ini terpenuhi , maka esok harinya diangap bulan baru.

3.Kalender zonal
Terdapat beberapa usulan dari ahli astronomi muslim untuk membuat kelender internasional namun tetap menggunakan prinsip zonal (membagi dunia menjadi beberapa daerah). Diantara usulan tersebut adalah :
a.Kalender Ilyas
Upaya yang pertama kali untuk membuat kalender hijriyyah internasional adalah apa yang dilakukan oleh Astronom muslim asal Malaysia yang bernama Muhammad Ilyas sejak 8 dekade yang lalu. Usulan beliau ini didasarkan pada dua hal :
Pertama : Hisab imkanur rukyat yang sekaligus berfungsi untuk menemukan  :
Kedua : Garis tanggal qomariyyah internasional.
Kalender Ilyas ini pertama kali dipromosikan oleh suatu badan  dari University of science Malaysia yang disebut International Islamic Calaender Programe.
b.Kalender usulan Qosim dkk
Qosim, al Utbi dan Mizyan dalam buku mereka “Itsbat syuhur al hilaliyyah wa musykilat tauqit islami” mencoba mengusulkan kalender hijriyyah internasional dengan menggunakan prinsip membagi dunia menjadi 4 zona yang sekaligus menjadi garis tanggal qomariyyah.
c.Kalender Qosim Al Audah
Pada tahun 2006, Qosim al Audah mengusulkan kalender  baru dengan menggunakan prisip :
-          Dunia dibagi menjadi 2 zona, zona barat dan zona timur
-          Bulan qomariyyah baru dimulai  di kedua  zona tersebut  pada hari berikutnya  apabila konjungsi  terjadi sebelum fajar di mekkah
-          Bulan baru dimulai pada hari berikutnya  dizona barat dan ditunda sehari dizona timur  apabila konjungsi di mekkah setelah fajar.
d.Kalender hijriyah universal
kalender ini diusulkan oleh komite hilal, kalender dan mawaqit dibawah organisasi Union for astronomy and space sciences (AUASS). Salah satu tokohnya adalah Muhammad syaukat audah.
Prinsip yang dugunakan :
- membagi dunia menjadi dua zona
- Bulan baru dimulai pada keesokan hari dimasing-masing zona  bila pada tanggal 29 sore bulan berjalan dimungkinkan dimungkinkan terjadi rukyat didaratan zona bersangkutan.

  1. Kalender Unifikasi (Terpadu)
Usul untuk kalender hijriah yang ingin menyatukan seluruh dunia pertama kali digagas oleh jamaluddin Abdur Roziq dari Maroko. Ia menamakan kalender usulannya At taqwim al Qomari al Islami al Muwahhad (Kalender Qamariah Islam Unifikasi (Terpadu).
Upaya ini dikuti oleh beberapa ahli astronomi lainnya. diantaranya : Kholid Syaukat dari Amerika serikat juga apa yang dilaksanakan pada pertemuan ahli untuk pengkajian masalah penentuan bulan qomariyah di kalangan muslim yang berlangsung di Maroko tanggal 9-10 Desember 2006, mereka merekomendasikan kaidah hisab kalender yang sama seperti dikemukakan oleh jamaluddin. Demikian pula Majlis fikih Amerika Utara juga mengadopsi kaidah hisab kalender jamaluddin.
Kesimpulannya, sampai saat ini ada dua pandangan untuk membuat klender islam internasional, yaitu kalender zonal dan kedua  kalender unifikasi. (Lihat Hari raya dan problematika hisab rukyat oleh Prof. DR. H. Syamsul Anwar, MA hlm : 123-147)
Namun sekali lagi saya tegaskan bahwa semua upaya pembuatan ini adalah upaya yang baik insya Alloh, namun harus hanya digunakan untuk urusan sipil, admisintrasi, hubungan bilateral antara Negara maupun yang semisalnya, dan tidak boleh digunakan untuk dasar menetapkan hari-hari keagamaan seperti awal dan akhir puasa serta hari raya. Untuk urusan keagamaan harus tetap menggunakan prinsip rukyatul hilal secara visual. Wallohu a’lam.

Muhammad Said Aidi SH.I
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan IPNU DKI Jakarta










Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

 

Facebook Gue