Menuju Titik Temu

Rabu, Oktober 26, 2011

Sebelum perjalanan yang lumayan panjang dan pengembaraan yang bagi orang sekerdil saya cukup melelahkan ini kita akhiri, masih ada sesuatu yang mengganjal dihati. Apakah ilmu hisab astronomi dan rukaytul hilal benar benar sesuatu yang kontradiksi sehingga benar-benar tidak dapat disatukan ? ataukah keduanya adalah dua hal yang berbeda tapi bukan kontradiksi, sehingga masih bisa disatukan ? sebagaimana air, teh dan gula adalah benda yang berbeda tapi sangat mungkin untuk disatukan bahkan akan terbuat darinya minuman teh manis yang lezat. Karenanya kita ikuti beberapa pembahasan berikut ini. Wallohul muwaffiq.

A.Haruskah hisab dan rukyat dipertentangkan ?
Sebagaimana yang telah kitab bahwa ilmu hisab astronomi yang ada sekarang bukanlah termasuk ilmu nujum (perbintangan) yang terlarang, bahkan termasuk dalam ilmu nujum tasyir yang mubah. Sebagaimana halnya ilmu prakiraan cuaca, karena semuanya dibangun diatas dasar ilmu yang bisa dibuktikan secara empiris dan akurat, meskipun juga masih ada celah kesalahan baik yang berupa kesalaha teknis maupun lainnya. Oleh karena itu menggunakan ilmu hisab ini bukan merupakan sesuatu yang tertolak secara total.
Hanya saja tatkala Alloh dan Rosul Nya mengaitkan masalah penetapan awal dan akhir puasa serta hari raya itu hanya dengan dua sebab yaitu rukyat hilal secara visual langsung dan ikmal, dan tidak ada sebab yang ketiga, maka kita tidak boleh sama sekali untuk merubah ketentuan Alloh dan Rosul Nya ini.
Ditambah lagi bahwa ilmu hisab sampai sekarang bukanlah sesuatu yang qoth’I, namun masih menyisakan banyak permasalahan keilmiyahan sebagaimana yang diakui sendiri oleh sebagian ahli astronomi. Oleh karena itu para ulama’ islam dari dulu sampai sekarang tidak memperbolehkan menggunakan ilmu ini untuk menetapkan awal puasa dan hari raya.  
Namun bukan berarti kita menolaknya sama sekali, karena ilmu ini adalah ilmu yang banyak manfaatnya baik yang berhubungan dengan masalah kita maupun lainnya. Saya tidak akan membahas itu semua karena bukan kapasitas saya untuk melakukannya, saya hanya akan membahas yang ada kaitannya dengan masalah kita. Diantara manfaat yang yang bisa digunakan adalah :

  1. Ilmu hisab bisa digunakan untuk menetapkan kelender hijriyyah yang ini sangat bermanfaat untuk kehidupan umat islam. Namun ini hanya bisa digunakan untuk kepentingan sipil dan administrasi, dan sama sekali bukan untuk menentukan hari-hari ibadah.
  2. Ilmu hisab boleh digunakan untuk membantu menetapkan waktu sholat, karena waktu sholat tidak disyaratkan dengan melihat tanda-tanda masuknya secara langsung. Dan para ulama’ kontemporer pun telah sepakat atas bolehnya berpedoman pada jadwal waktu sholat yang dibangun diatas ilmu hisab dengan syarat tidak secara nyata dan pasti bertentangan dengan waktu sebenarnya.
  3. Bisa membantu proses rukyatul hilal, dengan cara menentukan disebelah mana letak  hilal dari tempat terbenamnya matahari, sehingga dalam proses rukyatul hilal bisa menfokuskan melihat pada posisi tersebut.
  4. Jika secara hisab hilal tidak mungkin terlihat, ini bisa menjadi acuan bagi hakim, qodhi atau badan berwenang lainnya agar lebih hati-hati dalam menerima persaksian, dengan cara menanyakannya secara lebih cermat dan detail tentang hilal yang dia bersaksi melihatnya. Namun jika orang yang bersaksi melihatnya itu benar-benar bisa diterima persaksiannya, maka  harus diterima, meskipun secara ilmu hisab hilal tidak mungkin bisa dirukyat.
  5. Jika secara hisab hilal bisa terlihat karena sudah berada diatas ufuk, maka ini bisa  jadi acuan bagi badan berwenang untuk tidak tergesa-gesa dalam menetapkan besok harinya belum masuk bulan baru, namun benar-benar meningkatkan perhatiannya. Apakah benar-benar tidak ada yang melihatnya ataukah ada tapi belum disampaikan kepadanya. Namun jika benar-benar tidak ada bersaksi melihat hilal, maka rukyatlah yang jadi patokan, jadi harus ditetapkan bahwa besok harinya adalah menyempurnakan bulan tersebut  menjadi 30 hari.
  6. Dan manfaat lainnya dari ilmu hisab ini yang tidak bertentangan dengan syariat. 


Dengan  ini semoga kedua sistem yang saat ini banyak menjadi polemik dikalangan kaum muslimin ini bisa disatukan, kita tidak keluar dari ketentuan syar’i untuk tidak menetapkan bulan hijriyyah kecuali dengan rukyat hilal atau ikmal, namun kita juga tidak menafikan kemajuan ilmu sains dan teknologi terutama dibidang ilmu astronomi perbintangan. wallohu a’lam
Berangkat dari sini, maka bisa dijawab permasalahan berikut ini :

b. Bila terpaksa bertentangan antara ilmu hisab dengan rukyat hilal
Seandainya benar-benar tidak bisa dihindari pertentangan antara ilmu hisab dengan hasil rukyat, maka  kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk mengedepankan apa yang ditetapkan oleh Alloh dan RosulNya.
Alloh berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujurot : 1)
Jangan sampai kita menyelisihi ketentuan syar’I dengan alasan apapun. Renungkanlah firman Alloh Ta’ala”
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyelesihi ‘amr’ Rosul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.” (Qs. An Nur [24] : 63)
Saat menerangkan ayat ini, Imam Ibnu KAtsir berkata :  “Maka hendaklah orang-orang yang menyelesihi “amr” Rosul takut.” Maksud “amr” disini adalah jalan, manhaj, cara dan sunnah Rosululloh serta syariat beliau. Maka semua ucapan dan perbuatan harus ditimbang dengan ucapan dan perbuatan beliau, kalau sesuai maka diterima sedangkan kalau tidak sesuai maka harus ditolak, siapapun yang mengatakan dan melakukannya. Sebagaimana diriwayatkan dalam shohih Bukhori 2499 dan Muslim : 3242 bahwasannya Rosululloh bersabda :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa yang melakukan sebuah amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami maka dia itu tertolak.”
Maka maksud dari ayat ini adalah maka hendaknya orang yang menyelisihi syariat Rosululloh secara bathin maupun dhohir takut ( akan tertimpa sebuah fitnah) maksud dengan fitnah disini adalah hatinya akan tertimpa kekufuran, kemunafikan atau kebid’ahan. (Atau akan tertimpa adzab yang pedih) yakni selama masih hidup di alam dunia, dengan cara di bunuh, hukum atau dipenjara atau mungkin adzab lainnya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 3/373 )
Kalimat senada pun disampaikan oleh Imam Qurthubi : “Haram menyelisihi perintah Rosululloh dan wajib untuk mengikuti perintahnya. Adapun yang dimaksud dengan fitnah  disini adalah : pembunuhan sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, dan ada yang berpendapat bahwa fitnah dalam ayat ini adalah hatinya akan di cap kemunafikan karena sebab menyelishi Rosululloh.” (Tafsir Qurthubi : 12/321)
Camkanlah apa yang diceritakan oleh Imam Asy Syathibi dalam kitabnya Al I’tishom 1/132 ini semoga kita semua dituntun Alloh meniti jalan kebenaran. Bahwasannya Zubair bin Bakkar berkata : “Saya mendengar Imam Malik bin Anas ditanya oleh seseorang : “Wahai Abu Abdillah (kunyahnya Imam Malik), dari mana saya akan memulai ihrom ?.” Imam Malik menjawab : “Dari Dzul Hulaifah, dimana dulu Rosululloh memulia ihrom dari situ.” Maka orang tadi bertanya : “Saya kepingin ihrom mulai dari masjid Nabawi.” Imam Malik menjawab : “Jangan lakukan itu.” Dia menjawab : “Saya hanya ingin memulai ihrom dari masjid nabawi dari sisi kuburan Rosululloh.” Imam Malik menjawab : “Jangan lakukan, saya takut engkau akan terkena fitnah.” Dia mengatakan : “Fitnah apaan itu ? lha wong saya hanya menambah beberapa mil saja.” Maka beliau berkata : “Fitnah apakah yang lebih besar daripada engkau mempunyai pendapat bahwa  engkau bisa melakukan suatu amal perbuatan mulia yang tidak dilakukan oleh Rosululloh ? Alloh berfirman : “Maka hendaklah orang-orang yang menyelesihi perintah Rosul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih.”
Perhatikanlah wahai saudaraku seiman, kalau hanya menambah beberapa mil saja dikhawatirkan akan tertimpa fitnah karena menyelisihi apa yang dilakukan oleh Rosululloh, lalu bagaimana dengan seseorang yang meninggalkan apa yang ditetapkan oleh Rosululloh berupa menetapkan bulan dengan rukyat dengan ikmal, lalu mengambil ketentuan lainnya semacam ilmu hisab ? Semoga Alloh Ta’ala menyelamatkan diri kita dari fitnah dunia dan adzab akhirat.
Juga perhatikan dan renungkanlah atsar dari Abdulloh bin Mas’ud berikut ini :
Dari Amr bin Salamah berkata : "Kami duduk-duduk dipintu rumah Abdulloh bin Mas’ud sebelum sholat shubuh, ketika beliau keluar kami mengiringinya pergi ke masjid. Lalu tiba-tiba Abu Musa Al Asy’ari mendatangi kami dan bertanya : “Apakah Abu Abdir Rohman (Ibnu Mas’ud) sudah keluar (dari masjid)?.” Kami jawab : “Belum.” Lalu beliau duduk bersama kami, kemudian keluarlah Ibnu Mas’ud, kami semua berdiri mengerumuninya. Abu Musa bertanya kepada Ibnu Mas’ud: “Wahai Abu Abdir Rohman, tadi aku melihat suatu perkara yang aku ingkari, namun aku menganggap hal itu baik.” Kata Ibnu Mas’ud : “Apa itu ?.” Jawab Abu Musa : “Jika engkau berumur panjang niscaya engkau akan mengetahuinya, aku tadi melihat sekelompok orang di masjid, mereka duduk-dudik berhalaqoh (berkelompok), mereka sedang menunggu sholat. Setiap kelompok dipimpin oleh seseorang, sedang ditangan mereka terdapat kerikil, lalu pemimpin tadi berkata : “Bertakbirlah seratus kali.” Maka mereka berakbir seratus kali,  “Bertahlillah seratus kali.” Maka mereka bertahlil seratus kali. “Bertasbihlah seratus kali.” Maka mereka bertasbih seratus kali. Ibnu Mas’ud bertanya : “Apa yang kamu katakan kepada mereka?.” Abu Musa menjawab : “Aku tidak bilang apa-apa, aku menanti pendapatmu.” Kata Ibnu Mas’ud : “Tidakkah kamu katakan kepada mereka agar mereka menghitung kesalahan mereka  dan kamu jamin bahwa kebaikan mereka tidak akan disia-siakan.” Lalu Ibnu Mas’ud berlalu menuju masjid tersebut dan kami pun mengikutinya, sehingga sampai ditempat, Ibnu Mas’ud bertanya kepada mereka : “Benda apa yang kalian pergunakan itu ?.” mereka menjawab : “Kerikil, wahai Abu Abdir Rohman, kami gunakan untuk bertakbir, tahlil dan bertasbih.”  Timpal Ibnu Mas’ud : “Hitunglah kesalahan-kesalahan kalian, saya jamin kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sedikitpun, celakalah kalian wahai ummat Muhammad, betapa cepat kebinasaan kalian, itu mereka para sahabat Rosululloh  masih banyak bertebaran, ini baju beliau belum rusak, dan bejananya masih belum pecah. Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan Nya, Sungguh kalian berada pada sebuah agama yang lebih benar dari pada agamanya Muhammad, atau kalian adalah pembuka pintu kesesatan.” Mereka menjawab : “Wahai Abu Abdir Rohman, kami tidak menghendaki kecuali kebaikan.” Ibnu Mas’ud menjawab : “Betapa banyak orang yang menghendaki kebaikan namun tidak mendapatkanya. Sesungguhnya Rosululloh menceritakan kepada kami bahwasanya ada sebuah kaum yang membaca al Qur’an namun tidak melampaui kerongkongan mereka, demi Alloh, saya tidak mengetahui barangkali kebanyakan mereka adalah dari kalangan kalian.” Kemudian Ibnu Mas’ud berpaling dari mereka. Berkata Amr bin Salamah : “Kami melihat kebanyakan mereka  menyerang kami pada saat perang Nahrowan  untuk melawan orang-orang Khowarij.” (HR. Ad Darimi no : 206 dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shohihah no : 2005)
Renungkanlah jawaban Ibnu Mas’ud : “Betapa banyak orang yang menghendaki kebaikan namun tidak mendapatkanya.”
Kita tidak mengingkari bahwa siapapun yang masih lurus fithrohnya pasti menginginkan kebaikan untuk diri dan masyarakatnya, namun kita harus tahu bahwa patokan kebenaran adalah ketentuan Alloh dan Rosul Nya dan bukan lainnya.
Dan juga harus kita fahami semua, bahwa jika terjadi perselisihan antara kita, maka yang harus kita perhatikan adalah firman Alloh :
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Hai orang-orang yang beriman, Taatilah Alloh dan taatilah rosul Nya serta ulil amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)
Syaikh Abdul Aziz bin ِAbdulloh bin Baz berkata : “Dalam ayat ini Alloh Ta’ala memerintahkan untuk taat kepada Nya, juga taat kepada Rosul Nya  dan para pemimpin. Dan Alloh juga memerintahkan untuk mengembalikan perkara saat terjadi perselisihan kepada Alloh dan Rosul Nya. Para ulama’ telah menjelaskan bahwa maksud dari mengembalikan perkara kepada Alloh adalah dengan mengembalikan pada Al Qur’an al Karim, sedangkan mengembalikan kepada Rosul adalah mengembalikan kepada beliau selagi beliau masih hidup, adapun setelah wafatnya beliau maka kepada sunnah beliau.” (Majmu’ Fatawa wa Maqolat Syaikh bin Baz 1/238, lihat juga Mukhtashor Ash Showa’iqul Mursalah oleh Imam Ibnul Qoyyim 2/352)
Subhanalloh, begitulah memang sebenarnya, bahwa kewajiban  kita adalah mengembalikannya kepada al Qur’an an as sunnah sebagaimana apa yang difahami oleh para salafush sholih. Wallohul mustaan (Lihat masalah ini dengan agak luas pada bab 1-3 dari kitab saya matahari mengelilingi bumi, cetakan pustaka Al Furqon)
Dari sini, sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengedepankan hasil itsbat hilal dengan pedoman rukyatul hilal secara visual bila ternyata bertentangan dengan hasil yang ditetapkan ilmu hisab.  karena memang rukyat lah yang ditetapkan oleh Alloh dan Rosul Nya untuk menetapkan hilal sebagai tanda dari awal dan akhir bulan hijriyyah.
Namun, kita sangat menyadari bahwa masalah ini sudah menjadi polemik sejak lama sekali, kita tidak bisa mengingkari adanya perpecah-belahan yang terkadang sampai pada tingkat permusuhan, terutama dikalangan masyarakat bawah. Untuk untuk saya nasehatkan :

C.Pegang erat persatuan, singkirkan pertikaian.
Ketahuilah, bahwa diantara kenikmatan terbesar yang diberikan Alloh kepada kaum muslimin adalah menjadikan mereka bersaudara. Alloh berfirman :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara .” (QS. Ali Imron : 103)
Dalam menafsirkan lafazh : بِنِعْمَتِهِ (karena nikmat Alloh), sebagian ulama’ berkata : “Ini adalah peringatan bahwasannya terjalinnya tali persaudaraan dan terjalinnya cinta kasih diantara kaum mukminin hanyalah disebabkan karunia Alloh semata, sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Anfal : 63)
Maka yang menjadikan hati-hati manusia bersatu dalam beribadah kepada Nya, sekaligus saling mencintai, padahal mereka berasal dari berbagai penjuru dunia dari ras yang beraneka ragam, serta dari martabat yang bertingkat-tingkat hanyalah Alloh semata. Maka hendaklah kaum mukminin berbahagia dengan nikmat agung ini.
Oleh karena itu kita dapati bahwa syariat islam ini sangat menjaga persatuan, sekaligus berusaha mewujudkan persatuan dan persaudaraan dengan berbagai macam cara.
Diantaranya adalah dengan disyariatkannya mengangkat pemimpin tatkala safar untuk menghindari timbulnya silang pendapat. Rosululloh bersabda :
إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Jika tiga orang keluar untuk melakukan safatr maka hendaknya mereka mengangkat salah satu dari mereka sebagai amir (pemimpin).” (HR. Abu Dawud . Lihat Ash Shohihah : 1322)
Islam juga mensyariatkan mengucapkan dan menyebarkan salam unuk menimbulkan rasa saling mencintai. Rosululloh bersabda :
لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَىْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan  tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai ? sebarkan salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Demikian juga disyariatkan senyum jika bertemu dengan saudaranya, menjenguk orang sakit, menjawab salam, membalas orang yang mengucapkan hamdalah setelah bersin dan banyak syariat lainnya yang mana bertujuan agar kaum muslimin saling mencintai dan bersaudara.
Sebaliknya, syariat islam juga mengharamkan semua perkara yang mengantarkan kepada perpecahan dan perselisihan.
Diantaranya sabda Rosululloh :
وَلاَ يَبِيعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يَخْطُبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ
“Janganlah seseorang membeli diatas pembelian saudaranya. Dan janganlah ia meminang (seorang wanita) diatas pinangan saudaranya.” (HR. Bukhori Muslim)
Keduanya tidaklah diharamkan melainkan karena bisa menimbulkan permusuhan dan mengoyak baju persaudaraan.
Rosululloh juga bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ ، وَلاَ تَحَسَّسُوا ، وَلاَ تَجَسَّسُوا ، وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَلاَ تَبَاغَضُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Waspadalah kalian dari prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta, dan janganlah tahassus (mencari-cari kesalahan saudaranya melalui perantara berita), bertajassus ( mencari-cari kesalahan saudaranya dengan mengamati gerak-geriknya), saling hasad, saling membelakangi, saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Alloh yang saling bersaudara.” (HR. Bukhori : 5717)
Perhatikanlah ! keenam perkara diatas diharamkan karena merusak tali persaudaraan, karena itulah diakhir hadits tersebut Rosululloh memerintahkan  untuk saling bersaudara. Dan masih sangat banyak lagi hal-hal yang diharamkan demi menjaga persatuan dan persaudaraan antara kaum muslimin. (Lihat Lerai Perrtikaian dan sudahi permusuhan oleh  Ust. Firanda MA. hlm : 4-14)
Oleh karena itu, agar semua permusuhan ini bisa segera reda, maka semua orang harus legowo untuk mengembalikan semuanya kepada ketetapan Alloh dan Rosul Nya, dan menerima kebenaran yang berdasarkan al Qur’an dan as sunnah sebagaimana apa yang difahami dan diamalkan oleh ulama’ salaf sholih ahlus sunnah wal jamaah, meskipun berasal dari luar golongan dan kelompoknya. Semoga Alloh menjadikan kita mampu melihat kebenaran sebagai sebuah kebenaran dan memberikan kepada kita kekuatan untuk mengamalkannya, sebagaimana kita juga mohon kepada Alloh semoga menampakkan kepada kita kesalahan sebagai sebuah kesalahan dan kita diberi kekuatan untuk menghindarinya.  Amin ya robbal alamin.



Muhammad Said Aidi SH.I
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan IPNU DKI Jakarta



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

 

Facebook Gue