NU, Liberalisme, dan Fundamentalisme

Kamis, Agustus 11, 2011



Diskusi Ramadhan Ikatan Pelajar NU Jakarta

“NU, Liberalisme, dan Fundamentalisme”

Tantangan anak-anak muda NU dalam menyikapi Pemahaman liberalisme  dan mencuatnya fenomena fundamentalisme/radikalisme mengharuskan kita untuk mengkaji dan  bersiap diri sebagai tanggung jawab dalam  rangka menjaga amanat tradisi.

Rumusan sederhana NU tentang tata cara beragama ke dalam tiga aspek, teologi (Abu Hasan AL-Asy'ari dan Al-Maturidi), hukum (Abu Hanifah, Maliki, Syafi'i, Hambali), dan sufisme (Junaidi Al-Baghdadi dan Al-Ghozali) sangat tidak memadai untuk merespons dua tantangan serius tentang Liberalisme dan Fundamentalisme.

Pengembaraan intelektual anak-anak muda NU saat ini sudah merambah ke wilayah -wilayah kajian mendalam tentang filsafat, etimologis, sosiologis, antropologis, historis, kultur, dan politis. Perbandingan referensi antara orientalis dan oksidentalis menjadikan perspektif mereka menjadi luas.


Liberalisme
Kritisisme, liberalisme, skeptisisme, analitisme, dan progresif menjadi trade mark pemikiran mereka. Pisau metodologis kajian ini langsung dihadapkan dengan konsep-konsep tradisional NU berupa tiga dimensi di atas. Hasilnya mereka lebih condong kepada pikiran-pikiran liberal-kritis-proyektif karena menjanjikan masa depan ekonomi, intelektual, dan kebudayaan.

Hembusan globalisasi, modernisasi, dan informasi turut mempengaruhi pilihan anak-anak muda NU. Kondisi sosial-ekonomi-sdm umat Islam yang dekaden semakin menguatkan kebenaran pilihannya.

Hermeneutika mengalahkan kajian tafsir, humanisme-antroposentrisme mengalahkan kajian ahklak-tasawuf, rasionalisme, dekonstruksi-rekonstruksi mengalahkan kajian fikih klasik, dan teologi pembebasan mengalahkan kajian tauhid. Mayoritas anak-anak muda NU ini telah belajar di perguruan tinggi (UIN, Luar Negeri) yang terbiasa dengan kultur akademis-filosofis.

Fenomena Islam Liberal yang dimotori oleh kaum muda NU sepert Ulil Abshar Abdalla, Abdul Moqsith Ghozali,Zuhairi Misrawi,dkk adalah fakta yang tidak terbantahkan. Namun justru fenomena mereka dibantah sendiri oleh kaum muda NU dengan hadirnya FKMNU (Forum Kyai Muda NU) yang dimotori oleh Abdullah Syamsul Arifin, Idrus Ramli, Cholil Nafis, Dkk.

NU pun dituntut untuk mengembangkan pandangan moderatnya melalui kontekstualisasi dan aktualisasi konsep ahlus sunnah wal jama'ah. Ide Said Aqil Siradj tentang aswaja sebagai manhajul fikr (metodologi berpikir) adalah sebuah terobosan baru yang perlu ditindaklanjuti dan dimantapkan.

Kiai Sahal juga menekankan pentingnya kajian multidisipliner terhadap keilmuan sehingga terbangunan wawasan dan cakrawala pemikiran yang konprehensif-up to date-kontekstual. Dinamisasi dan rasionalisasi ushul fiqh dan qowa'id fiqh mendesak dilakukan agar landasan berpikir NU betul-betul ilmiah-filosofis yang membawa pesan keadilan, kemanusiaan, dan kemaslahatan.

Selain itu pengembangan Qiyas perlu diintensifkan. Sikap sunni yang akomodatif terhadap budaya lokal tidak lepas dari standarisasi Sunni yang mengakui Qiyas. Pengembangan Qiyas akan semakin menghidupkan tradisi dengan adanya upaya modifikasi kreatif. Qiyas akan mendorong tumbuhnya hasil kreativitas orisinil.

Optimalisasi Qiyas secara baik pada titik tertentu berpotensi melahirkan produk-produk hukum sebagaimana Imam Syafiíi yang telah mewadahi berbagai metode ijtihad, seperti istishab, masholih mursalah, istihsan, raíy ahl al-Madinah, urf, dan lainnya (Hilmy Muhammadiyah dan Sulthon Fatoni, 2004:136). Istiqroí (penelitian empiris) Imam Syafiíi sudah selayaknya diikuti dan dikembangkan, tidak sekadar teori yang dibanggakan.

Dalam konteks ini NU tidak boleh seenaknya mengklaim sesatnya liberalisme anak-anak mudanya ini, karena hal ini hanya akan menyebabkan semakin Skeptisnya mereka pada NU, disadari atau tidak saat ini kaum tua NU seakan masih meanggap remeh dalam menyikapi tantangan pemikiran yang sudah berjalan secara masif-eskalatif.

Fundamentalisme
Tantangan lain NU sekarang adalah eskalasi gerakan fundamentalis radikal yang mengusung simbol-simbol agama dalam wilayah politik, seperti ambisi mendirikan khilafah islamiyah menggantikan Pancasila yang dapat mengancam keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), penerapan syariat Islam yang kontroversial bagi negara pluralistik dan heterogen seperti Indonesia.

Munculnya muslim Indonesia yang radikal dan puritan seperti ini merupakan antitesis dari keberagamaan yang selama ini telah menjadi kultur agamis muslim Indonesia. Munculnya organisasi atau harakah yang mengatasnamakan Islam dan lebih cenderung untuk melakukan perlawanan terhadap negara sebenarnya bisa disebut sebagai dinamika yang bersifat transisional (Said Aqil Siraj, 2004). Paradigma tekstualis, parsial, fragmented, dan ad hoc terhadap doktrin Islam menjadikan kelompok ini eksklusif.

Dalam konteks ini NU dituntut untuk meneguhkan kembali paham ahlus sunnah wal jama'ah yang tawassuth (moderat), infitah (inklusif), i'tidal (lurus-konsisten), al-syura (musyawarah), tawazun (keseimbangan), musawah (kesetaraan), tasamuh (toleran) dan adalah (keadilan).

Dengan pinsip-prinsip inilah NU mampu berdiri pada semua kelompok bangsa secara fleksibel, akomodatif, dan responsif. Oleh sebab itu wajar kalau Nurcholis Madjid (almarhum) mengatakan bahwa NU adalah mainstream Islam di Indonesia.
NU dalam dakwahnya lebih mengedepankan dan mementingkan substansi dari pada performa yang verbal dan priskriptif. NU berada di garda depan dalam mengusung tradisi lokal sebagai landasan implementasi syariat Islam. Visi kultural NU mampu menyematkan tradisi moderasi dan toleransi umat Islam.

Dalam konteks hubungan agama vis a vis negara, alur pemikiran keislaman NU bersifat akomodatif. Artinya negara NKRI tidak bertentangan dengan misi profetis Islam. NU sendiri merupakan satu-satunya organisasi Islam yang pertama menyatakan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan agama Islam dan tidak akan menjadi agama baru bagi manusia.

Ketika pada tahun 1953 dalam Munas Alim Ulama di Cipanas, NU menetapkan Soekarno sebagai waliyyul amri al-dhoruri bis syaukah, itu juga dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI (Masdar F. Mas'udi, 2004). Karena pada saat itu NKRI sedang digoncang oleh kekuatan DI/TII di bawah pimpinan Kartosuwiryo yang menuntut dua hal kepada pemerintah. Pertama, supaya NKRI dijadikan sebagai Negara Islam Indonesia. Kedua, menuntut agar kepemimpinan Soekarno dianggap tidak sah.

Pada saat itu ternyata ulama NU lebih mementingkan nasionalisme dari pada formalisme agama. Mereka lebih memilih tetap dalam NKRI demi keutuhan bangsa meskipun harus hidup bersama-sama dengan orang-orang yang beragama lain.

NU mencontoh metode dakwah Nabi yang selalu menekankan sisi kemanusiaan, penghormatan HAM, keadilan, dan kemaslahatan umum, menghindari cara-cara ekstrem, radikal, dan fundamental yang antagonistik dengan misi profetis Islam dalam menegakkan moralitas luhur (makarimul akhlaq), dan kebahagiaan hakiki (sa'adah haqiqiyah).

Pribumisasi Islam yang digagas Gus Dur adalah salah satu manifestasi dari paradigma NU dalam memandang doktrin dan tradisi pluralis di Indonesia. Revitalisasi gerakan pribumisasi Islam ala Gus Dur mendesak dilakukan di tengah masifnya gerakan Islam radikal yang mengancam NKRI. (sd)

Waktu/Tempat                  
Diskusi akan diadakan Hari Jum’at 19 Agustus 2011 dimulai pada pukul 16.30 menjelang waktu berbuka puasa. Diskusi diadakan di Basecamp IPNU Jakarta Jln.Bromo no.19 Guntur,Halimun, Jakarta Selatan.

Panelis        
Diskusi dipimpin seorang  Panelis, sebagai Fasilitator pengarah diskusi. Setting alur diskusi Panelis memberikan stimulasi wacana-wacana kontemporer dalam pemikiran anak-anak muda NU.

Peserta       
Peserta diskusi sebanyak 60 orang adalah utusan dari 6 cabang IPNU se-DKI Jakarta dibagi 6 kelompok sesuai cabang jumlah  IPNU di DKI Jakarta yang akan dipimpin oleh masing-masing ketua cabang sebagai juru bicara. Pembahasan diskusi meliputi beberapa hal sesuai dengan tema yakni “NU,Liberalisme dan Fundamentalisme” diantaranya adalah :
1.    1. Liberalisme dalam Islam
2.    2. Hermeneutik vs Ushul Fikih
3.    3. Pluralisme atau Pluralitas
4.    4. Khilafah / Negara Islam
5.    5. Wahabiyah

*Said
Ka.Dept Litbang IPNU Jakarta


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

 

Facebook Gue