Organisasi pelajar di Indonesia ini cukup banyak; ada Pelajar Islam
Indonesia (PII) yang berafiliasi ke Ormas Masyumi, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM), Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan
Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), dll. Lantas, kemana mereka selama
ini ? mengapa tidak ada di dalam sekolah seperti OSIS dan Pramuka ?
Sesungguhnya organisasi – organisasi tersebut, dahulu berada di
lingkungan sekolah dan menjadi salah satu pilihan bagi setiap siswa
dalam rangka mengembangkan minat dan bakat yang sudah barang tentu
disesuaikan dengan keyakinan yang mereka anut. Selain sebagai media
pengembangan diri melalui minat dan bakat, mencari pengalaman,
menyalurkan hobi, organisasi – organisasi ini juga menjadi sumber
inspirasi bagi para aktifis dan anggotanya untuk melakukan pembacaan
kritis terhadap pemerintah atas situasi dan kondisi pendidikan di
Indonesia, baik pada ranah kualitas maupun ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan. Melalui organisasi – organisasi ini pulalah telah
lahir banyak sekali pemimpin, tokoh, akademisi, pemikir yang saat ini
duduk sebagai petinggi negeri ini baik pada jalur partai politik,
birokrasi, maupun jalur lainnya.
Hal tersebut juga dialami oleh IPNU. Keberadaan IPNU yang lahir pada
tanggal 24 Februari 1954 dan lahir tanggal 2 Maret 1955 sesungguhnya
merupakan organisasi pelajar yang besar dan berwibawa. Bahkan Muktamar
IPNU yang pertama tanggal 28 Februari 1955 di Malang, presiden Soekarno
dan pejabat tinggi lainnya seperti wakil perdana menteri dan menteri
agama, menyempatkan hadir pada saat pembukaan. Hal ini membuktikan bahwa
IPNU dan sebagai anak kandung Nahdlatul Ulama mempunyai makna dan
peran yang besar terutama saham atas berdiri dan tegaknya NKRI di era
perjuangan dan awal-awal kemerdekaan Indonesia.
Sampai dengan awal tahun 1980 an, IPNU masih mempunyai kepanjangan
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama. Namun keberadaan IPNU dan beberapa
organisasi berbasis pelajar lainnya ternyata disikapi lain pada saat
pemerintah orde baru. Dengan dalih mengembalikan sekolah pada dunia
pendidikan serta menghindari konflik antar organisasi serta demi
tercapainya prestasi akademik yang tinggi bagi setiap siswa, maka orde
baru mengeluarkan UU No 8 tahun 1985 dan SKB 3 Menteri yang melarang
Ormas berbasis pelajar masuk di sekolah – sekolah, serta menjadikan OSIS
sebagai satu – satunya organisasi bagi pelajar di sekolah. . Oleh
karena itu hanya ada dua pilihan bagi IPNU waktu itu, yaitu antara
dibubarkan pemerintah atau memilih berganti nama menjadi “Putra” dan
bergerak di luar lembaga sekolah Maka, pada Kongres IPNU X di Jombang
tahun 1988, demi menghindari buldoser Orde Baru dan asas penyelamatan
institusi IPNU maka kongres memutuskan merubah Akronim ‘P’ pada IPNU
menjadi ‘Putra’. Mulai saat itulah IPNU dan mulai tidak lagi didengar
gaungnya di sekolah – sekolah terutama yang bernaung di bawah LP.
Ma’arif.
Sesungguhnya keberadaan OSIS sebagai satu – satunya organisasi di
sekolah merupakan bentuk pengebirian pemerintah terhadap dunia pelajar.
Betapa tidak, setidaknya ada beberapa alasan ; Pertama,
OSIS adalah organisasi yang hanya mempunyai hubungan struktur di dalam
sekolah yang bersangkutan (baca; lokal) dan tidak mempunyai jaringan
berskala nasional. Kedua, dengan melokalisir
gerakan pelajar pada satu sekolah tersebut, maka pelajar di Indonesia
tidak dapat menyatukan gagasan dan aspirasi serta kritik pendidikan
terhadap pemerintah karena gagasan akan berhenti pada institusi sekolah
tersebut. Ketiga, dengan melokalisir gerakan
pelajar, maka pemerintah orde baru akan dengan mudah menundukkan dan
mengontrol gerakan dan gagasan pelajar yang berpotensi merusak citra dan
kehormatan orde baru. Keempat, dengan OSIS
sebagai satu – satunya organisasi intra sekolah, akan dengan mudah bagi
penguasa untuk menggiring siswa pada ideology / keyakinan tertentu
sesuai dengan selera penguasa. Dengan demikian, OSIS pada waktu itu
adalah salah satu bentuk penyeragaman yang dilakukan oleh orde baru
sebagai upaya mengebiri aktifitas siswa oleh pemerintah. Jika dicermati,
kebijakan ini adalah bentuk lain penyekatan gerakan pelajar agar
bersifat terbatas dan tidak terorganisir secara nasional.
Pasca Reformasi 1998 di Indonesia, telah memunculkan kesadaran baru
di kalangan aktifis IPNU. Pada era ini muncul kesadaran bersama untuk
mengembalikan IPNU pada garis kelahirannya, yaitu kembali ke basis
pelajar. Maka Kongres IPNU XIV dan XIII di Surabaya tahun 2003
memutuskan IPNU kembali ke ‘ Ikatan pelajar nahdlatul Ulama’ dan
kembali menjadi ‘Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama’. Keputusan
tersebut merupakan pilihan terbaik di tengah perubahan dan kompleksitas
tantangan yang dihadapi Nahdlatul Ulama. Sebab pelajar adalah segmen
penting yang harus dibina dan diapresiasi, karena komponen inilah yang
sejatinya menjadi aset masa depan. Pelajar NU sebagai kekuatan masa
depan pada waktu-waktu lalu kurang mendapat perhatian yang optimal oleh
Nahdlatul Ulama. Oleh karena itu saat ini IPNU dibutuhkan sebagai
organisasi yang secara intensif menjadi wadah pemberdayaan pelajar NU.
Bagi Nahdlatul Ulama, IPNU dan merupakan generasi yang paling mungkin
untuk didesain dan ditata sedemikian rupa menjadi generasi penerus dan
pewaris Nahdlatul Ulama, karena terdiri dari kader yang relative homogen
dalam level pemikiran, yang memungkinkan untuk membentuk dan melakukan
sikap yang sama atas sebuah fenomena dan permasalahan.
Dengan keterbukaan akses informasi serta kebebasan berkumpul dan
berserikat sebagi konsekuensi logis dari Negara demokrasi, mestinya
kebijakan pemerintah tentang organisasi berbasis pelajar harus dirubah.
Bahkan, sudah banyak sekolah – sekolah yang mengganti OSIS dengan
organisasi lainnya. Hal ini terjadi terutama di sekolah – sekolah
swasta. Namun demikian masih banyak sekolah yang yang tidak menerima
kehadiran organisasi selain OSIS. Lantas bagaimana posisi IPNU di
sekolah ? di sekolah – sekolah negeri IPNU dapat berperan sebagai
organisasi ekstra kampus, sedangkan di Sekolah – sekolah di bawah
naungan LP Ma’arif sudah saatnya IPNU dan mengantikan posisi OSIS. Toh
saudara kita dari ormas lain juga sudah melakukan hal serupa.
Mengapa Harus IPNU ?
Gambaran bangsa Indonesia di masa datang secara tidak langsung
tergambar dari kualitas pelajarnya saat ini. Pelajar sebagai generasi
muda merupakan pewaris sejarah sekaligus cermin miniature peradaban.
Betapa tidak, hasil belajar tentu tidak hanya diukur dari nilai akademik
di sekolah tetapi juga dari proses pengalaman hidup pelajar dalam
bersosialisasi dengan lingkungannya, Hal ini akan jadi sandaran utama
bagi tindak lanjut pembangunan bangsa. Sebab siapa lagi yang akan
meneruskan tahapan cita – cita bangsa, jika bukan para generasi muda
yang sarat dengan bekal keilmuan. Pelajar dituntut memperkaya diri
dengan kelengkapan perangkat skill maupun pengetahuan di tengah
fluktuasi kehidupan yang serba rumit. Pelajar harus selalu menempa diri
dengan pengalaman, keilmuan dan sikap mental kokoh agar menjadi generasi
yang mendekati sempurna sehingga mampu menjawab berbagai problem zaman
dengan tawaran konsep dan formula baru sesuai dengan konteks zamannya.
Menurut KH. Hasyim Muzadi mantan Ketua Umum PBNU, IPNU menjadi
penting bagi pelajar NU karena kader NU harus dibekali dua macam
keilmuan ; Pertama, keilmuan disipliner dimana kader NU (baca;IPNU)
belajar dan sekolah dan kedua, keilmuan keagamaan visioner. Keagamaan
Visioner berarti bagaimana Kader NU di sekolah – sekolah dapat juga
mewarisi cara berpikir keagamaan Nahdlatul Ulama, tidak hanya mewarisi
format organisasinya. Hal tersebut penting agar tidak terjadi kegagalan
sebagaimana organisasi islam lainnya yang hanya berbentuk format
kepemimpinan, tetapi ideologinya hilang. Organisasi model inilah yang
sering melahirkan koruptor, dengan demikian, Islam tidak lagi bisa
menjadi filter dari tindakan – tindakan amoral. ( Demi IPNU- Upaya memformat Gerakan IPNU pasca Kongres Surabaya ).