Syeikh Ali Saleh Muhammad Ali jaber

Senin, Agustus 29, 2011



Lahir di Kota Madinah Munawarah Saudi Arabia 3 Shafar 1396 H / 03 FEB 1976 M. Beliau menjalani pendidikan seluruhnya di Madinah, 1410 H Tamat Ibtidaiyah, 1413 H Tamat Tsanawiyah, 1416 H Tamat Aliyah, dan 1417 H – Sekarang Mulazamah dan Kursus Al-Quran di Masjid Nabawi – Madinah.Menikah dengan wanita Keturunan Indonesia bernama Umi Nadia, dan telah memiliki 1 anak bernama hasan, saat ini menetap di Pondok Bambu Jakarta Timur.

Guru-guru yang pernah mengajar beliau adalah :
Syeikh Abdul Bari’as Subaity (Imam Masjid Nabawi, sebelumnya Imam Masjidil Haram),
Syeikh Khalilul Rahman (Ulama Al Qur’an di Madinah dan Ahli Qiraat),
Syeikh Prof. Dr. Abdul Azis Al Qari’ (Ketua Majelis Ulama Percetakan Al-Qur’an Madinah dan Imam Masjid Quba),
Syeikh Said Adam (Ketua Pengurus Makam Rasulullah SAW dan Pemegang Kunci makam Rasulullah SAW),
Syeikh Muhammad Ramadhan (Ketua Majelis Tahfidzul Qur’an di Masjid Nabawi),
Syeikh Muhammad Husein Al Qari’ (Ketua Ulama Qira’at di Pakistan).
Selama di kota madinah beliau aktif sebagai Guru Tahfidz Qur’an di Masjid Nabawi dan Imam Sholat di salah satu masjid kota Madinah.

Kegiatan selama di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :
1. Guru Tahfidz Al-Qur’an di Islamic Centre / Masjid Agung Al- Muttaqin Cakranegara Lombok NTB,
2. Imam Besar dan Khatib di Masjid Agung Al- Muttaqin Cakranegara Lombok NTB,
3. Imam Sholat Tarawih, Qiyamul Lail dan pembimbing Tadarus Al- Qur’an selama Ramadhan 1432 H serta Imam Sholat Idul Fitri 1432 H di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Jakarta Pusat,
4. Pengajar di Pesantren Tahfidz Al- Qur’an Al- Asykar Puncak Jawa Barat,
5. Muballigh Majelis Taklim di Jakarta dan sekitarnya (Nikmatnya sedekah TPI, Indonesia Menghafal TPI, dan mengajar di majelis taqlim di pancoran)


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Rekapitulasi Hisab Syawal 1432 H

Minggu, Agustus 28, 2011





REKAPITULASI HASIL PERHITUNGAN AWAL BULAN SYAWAL 1432 H / 2011 M UNTUK KOTA-KOTA DI SELURUH INDONESIA PADA SAAT MATAHARI TERBENAM (SUNSET) PADA HARI SENIN WAGE, TANGGAL 29 AGUSTUS 2011 M MENURUT SISTEM PERHITUNGAN "ASTRONOMICAL ALMANAC" (ALMANAK ASTRONOMI) DENGAN KETINGGIAN TEMPAT 0 DERAJAT DI ATAS PERMUKAAN AIR LAUT

1. JAKARTA (Tinggi Hilal) : 1 derajat 11 menit 35 detik = 1,2 derajat.
Ijtima’ / Konjungsi / New Moon hari Senin Wage, tanggal 29 Agustus 2011 M. pada pukul 10 : 04 WIB ( Pagi Hari )
Matahari Terbenam pukul 17:54 WIB
Hilal Terbenam pukul 18:25 WIB
Lama Hilal di atas ufuk = 8 menit
Tinggi Hilal di atas ufuq = 1 o 11 ' 35 ''
Azimuth Matahari = 27 o 21 ' 30 ''
Azimuth Hilal = 273 o 22 ' 58 ''
Posisi Hilal = 6 o 18 ' 40 '' di sebelah selatan matahari terbenam
Cahaya Hilal = 0,30 %
Umur Hilal = 7 jam 50 menit
Awal Syawal 1432 H / 2011 M jatuh pada hari Rabu Legi, 31 Agustus 2011 M.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

NU, Liberalisme, dan Fundamentalisme

Kamis, Agustus 11, 2011



Diskusi Ramadhan Ikatan Pelajar NU Jakarta

“NU, Liberalisme, dan Fundamentalisme”

Tantangan anak-anak muda NU dalam menyikapi Pemahaman liberalisme  dan mencuatnya fenomena fundamentalisme/radikalisme mengharuskan kita untuk mengkaji dan  bersiap diri sebagai tanggung jawab dalam  rangka menjaga amanat tradisi.

Rumusan sederhana NU tentang tata cara beragama ke dalam tiga aspek, teologi (Abu Hasan AL-Asy'ari dan Al-Maturidi), hukum (Abu Hanifah, Maliki, Syafi'i, Hambali), dan sufisme (Junaidi Al-Baghdadi dan Al-Ghozali) sangat tidak memadai untuk merespons dua tantangan serius tentang Liberalisme dan Fundamentalisme.

Pengembaraan intelektual anak-anak muda NU saat ini sudah merambah ke wilayah -wilayah kajian mendalam tentang filsafat, etimologis, sosiologis, antropologis, historis, kultur, dan politis. Perbandingan referensi antara orientalis dan oksidentalis menjadikan perspektif mereka menjadi luas.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

1 Syawwal 1432 H

Selasa, Agustus 09, 2011

Lebaran tahun ini dikhawatirkan akan berbeda hari antara penetapan pemerintah (Isbat) yang diperkirakan menetapkan 1 Syawwal 1432 H jatuh pada Rabu (31/8) dengan keputusan beberapa ormas-ormas seperti Muhammadiyah, Persis dan mungkin HTI yang sejak awal menetapkan 1 Syawwal jatuh pada Selasa (30/8). Hal ini juga terlihat dari kalender mereka yang mencantumkan tanggal 1 Syawwal yang berbeda dengan kalender umum pemerintah. Sementara NU dipastikan akan mengikuti keputusan pemerintah yaitu berlebaran pada Rabu (31/8) karena secara kriteria kesimpulannya sama.

Senin (29/8) sore merupakan saat pelaksanaan rukyatul hilal untuk menentukan awal bulan Syawwal 1432 Hijriyah. Sore itu untuk wilayah Yogyakarta, Matahari terbenam pada pukul 17:38 WIB pada azimuth 279° 22' atau 9,3° di Utara titik Barat. Tinggi Hilal (Bulan) saat Matahari terbenam 1,7° di atas horizon di Selatan Matahari. Bulan terbenam pada 17:47 WIB pada azimuth 273°12'. Pada kondisi ini secara astronomis Hilal mustahil dapat dirukyat. Lalu kenapa berangkat rukyat? Ya setidaknya memastikan hilal tidak terlihat.
RHI Yogyakarta merencanakan akan melakukan rukyatul hilal bersama Tim BHR DIY di POB Bela-belu Parangkusumo Yogyakarta pada Senin, 29 Agustus 2011 dan Selasa, 30 Agustus 2011 di POB Bela-belu Parangkusumo, Bantul Yogyakarta. Seperti halnya tahun lalu, tahun ini juga RHI menjadi salah satu Tim rukyat nasional dari 14 lokasi Rukyat Nasional di Indonesia kerjamasama antara BHR Kemenag DIY, Telkom DIY, Kominfo dan Bosscha. Hasil Streaming online Hilal 2011 ini dapat dilihat di website berikut :  
Ijtimak / Konjungsi / New Moon

Terjadi pada :
Senin, 29 Agustus 2011  @ 10:06 WIB - 11:06 WITA - 12:06  WIT
atau  Senin, 29 Agustus 2011 @ 03:06 UT

Visibilitas (kenampakan) Hilal pada hari terjadinya Ijtimak selepas Matahari terbenam di seluruh dunia khususnya kawasan Indonesia ditunjukkan pada gambar peta di bawah ini.  Peta visibilitas mengacu pada Kriteria Odeh yang mengadopsi Limit Danjon sebesar 6° yaitu syarat ketinggian hilal agar terlihat dengan mata telanjang. Kriteria tersebut dikemas dalam sebuah software Accurate Times yang menjadi acuan pembuatan peta visibilitas ini.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Prediksi Syawal 1432 H (Kemungkinan berbeda)


Analisis garis tanggal awal Ramadhan dan Syawal 1432 (gambar dari Taqwim Standar Kementerian Agama RI ) dapat memberi gambaran prakiraan awal Ramadhan dan Syawal di Indonesia dan seluruh dunia. Di Indonesia, informasi ini kita gunakan sebagai bahan untuk persiapan. Kepastiannya kita tunggu saja keputusan sidang itsbat di Kementerian Agama.

Awal Ramadhan jatuh pada 1 Agustus 2011 karena pada akhir Sya’ban tinggi bulan di Indonesia sekitar 7 derajat, cukup tinggi untuk bisa diamati. Sedangkan awal Syawal (Idul Fitri) 1432 kemungkinan akan terjadi perbedaan karena perbedaan kriteria yang digunakan pada saat posisi bulan cukup rendah. Tinggi bulan saat maghrib  di wilayah Indonesia sekitar 2 derajat atau kurang. Berdasarkan kriteria wujudul hilal, Muhammadiyah menentukan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011. Sedangkan NU yang Berdasarkan kriteria imkan rukyat (kemungkinan terlihatnya bulan sabit) dan kemungkinan sulitnya mengamati hilal yang sangat rendah, kemungkinan besar Idul Fitri akan jatuh pada 31 Agustus 2011.


Berikut hasil hitungan hisab al-faqir secara sederhana dengan menggunakan metode yang dipelajari dalam kitab Fathu Rauful Mannan  dan Sulamunnaroin.



NU tentu saja masih menunggu hasil melihal hilal (Ru'yatul Hilal) yang akan di lakukan di beberapa titik baru mereka mengeluarkan fatwa untuk 1 syawal. Alhamdulilah kalau Muhammadiyah dan NU penetapan 1 syawal 1432 Hijrah secara bersamaan alangkah indahya dan enakya, tetapi bila hasil penglihatan hilal yang di lakukan di beberapa titik dan hasil nya harus berbeda maka kita juga harus menerima perbedaan itu karena antara Muhammadiyah dan NU berbeda cara untuk menentukan tanggal 1 Ramadhan dan 1 syawal  1432 Hijrah.

Pihak Muhammadiyah secara resmi telah mengumumkan tanggal 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011 dengan menggunakan ilmu Hisab , sedangkan bagi warga NU menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal dengan cara melihat hilal yang di lakukan 1 hari sebelum 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang di tentukan oleh pemerintah dan yang terlihat di kalender pemerintah karena pemerintah menggunakan hitungan bulan ramadhan adalah 30 hari. Maka dari itu warga NU sampe sekarang belum tahu kapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal karena itu NU belum mengeluarkan fatwa, mereka masih menunggu hasil penglihatan hilal yang di lakukan  pada tanggal 29 Agustus 2011 nanti.

Untuk melihat hilal warga NU sudah menyiapkan 14 titik termasuk di bintang Bosccha Bandung hanya digunakan untuk penyuluhan dan display streaming pada saat pengamatan hilal. Tim Bosscha sendiri telah mempersiapkan sejumlah orang untuk di tempatkan di sejumlah titik-titik yang dinilai bisa digunakan untuk hilal bersama, dengan beberapa pengamatan diantaranya menggunakan bantuan peralatan berteknologi tinggi.



*Said
Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Attahiriyah Jakarta


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Tokoh-tokoh Falak Indonesia

Senin, Agustus 08, 2011

TOKOH-TOKOH ILMU FALAK DI PULAU JAWA (ASAL USUL, KARYA DAN PANDANGAN)


PENDAHULUAN
Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta! Itulah pepatah lama yang kiranya pas untuk mengawali tulisan dalam makalah ini yang berjudul: Tokoh-Tokoh Falak di Jawa (Asal Usul, Karya dan Pandangan). Karena dengan mengenal tokoh-tokoh falak, kita dapat mengetahui bagaimana konstruksi metodologi yang dibagun oleh ilmuan falak ketika itu. Karena tidak sedikit tokoh-tokoh falak yang berusaha memodernkan kajiannya yang hingga saat ini terkesan klasik dan kuno.
Sampai saat ini begitu banyak pemerhati dan penggiat ilmu falak. Tidak terbatas pada santri yang mengaji di pondok klasik dan modern, namun mahasiswa di bangku kuliah mulai S1 hingga S3 juga mempelajari khazanah ilmu yang dianggap kuno tersebut. Akan tetapi tahukah kita dengan pendahulu yang telah memberikan kontribusi yang begitu berarti?
Dalam makalah ini, sedikit akan mengeksplor tokoh-tokoh falak di Jawa yang akan berusaha menjawab darimana asal usul, karya dan pandangannya. Namun, karena minimnya sumber informasi, tulisan dalam makalah ini lebih banyak mengadopsi dari karya guru besar Ilmu Falak di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yaitu Prof. Dr. Susiknan Azhari dalam karyanya yang monumental ‘Ensiklopedi Hisab Rukyat’. Disamping itu, penulis tetap mengkaji dan mencocokkan dari sumber primer yang dianggap relevan.
Penulis menyadari bahwa, metode penulisan dalam makalah ini tidak sistematis, masih banyak tokoh tokoh falak khusunya di Jawa yang belum terdeteksi. Maka dari itu masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk kesempuraan yang akan datang.

1.    K.H. Manshur al-Falaki
Nama lengkapnya Haji Muhammad Manshur bin ‘Abdul Hamid bin Muhammad Damiri bin Muhammad Habib bin Abdul Muhit al-Batawi yang terkenal dengan sebutan Guru Manshur Jembatan Lima, dilahirkan di Jakarta pada 1878 M dan wafat pada hari Jum’at, 2 Safar 1387 H bertepatan dengan tanggal 12 Mei 1967.
Guru pertamnya dalam menuntut ilmu adalah bapaknya sendiri, K.H. Abdul Hamid. Ia juga salah seorang murid Sayyid Usman ulama falak di betawi. Setelah dewasa ia pergi ke Mekkah dan belajar ilmu falak kepada Abdurrahman Misri, ulama asal Mesir. Setelah empat tahun di Mekkah, ia kembali ke tanah air dan mendirikan majelis ta’lim, yang utama dipelajari adalah ilmu falak.
Kini yang meneruskan keahlian falaknya adalah K.H. Fathillah Ahmadi yang merupakan salah seorang buyutnya yang lain, yaitu Ustadz Yusuf Manshur salah seorang da’i muda yang terkenal dengan “wisata hati”.
Karya monumentalnya di bidang falak adalah Khulashah al-Jadawil li’Amali al-Ijtima’i wa al-Istiqbali wa al-Khusuf sullamu an-Nayyirain fi-Ma;rifati al-Ijtima’i wa al-Khusufain.

2.    Syekh Muhammad Muhadjirin Amsar Ad-Dary
Dilahirkan di Kampung Baru, sebuah daerah di pinggir kota Jakarta pada 10 November 1924 dan wafat pada 31 Januari 2003. Prndidikannya diperoleh melalui jenjang formal dan non formal. Jenjang formal diperoleh di Dar al-Ulum ad-Diniyah Mekah al-Mukarramah dari tahun 1949 sampai dengan tahun 1955.
Sumbangan pemikirannya yang paling berharga adalah di bidang rukyat. Ia membuat teknologi dan tempat rukyatul hilal sendiri unruk melihat penampakkan hilal (bulan sabit pertama) sesaat setelah matahari terbenam sebagai tanda dimulainya hari pertama dari bulan-bulan dalam kelender Hijriyah, khususnya untuk menentukan awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah.
Pelaksanaan rukyatul hilal dengan alat buatannya dilakukan selam bertahun-tahun bertempat di Menara Masjid al-Husna, Cakung, Jakarta Timur. Kini hasil rukyatul hilal dari Cakung dijadikan sebagai salah satu sumber data dalam sidang isbat untuk menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Selain itu, Menara Masjid al-Husna, Cakung diakui sebagai salah satu Pos Observasi Bulan (POB) di Indonesia.

3.    Syekh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid
Salah seorang ulama falak, nama lenkapnya  Syekh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Bughri al-Batawi al-Jawi, dilahirkan di Bogor pada hari Kamis 14 Syakban 1278 H/ 14 Februari 1862 M dan meninggal dunia pada hari Ahad 17 Safar 1349 H / 13 Juli 1930 M di Mekkah.
Adapun guru-gurunya dibidang falak ialah Sayyid Utsman dan Syekh Ahmad al-fathani. Salah satu karyanya di bidang falak adalah Taqribu al-Maqshud fi al-‘Amali bi Rub’i al-Mujayyab.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Peran Pemerintah Menyatukan Lebaran

Kekhawatiran masyarakat akan terjadinya perbedaan Idul Fitri mulai terasa. Dalam diskusi di milis internet, saat sosialisasi, atau pertanyaan via e-mail dan lisan menyiratkan kerisauan ummat bila terjadi perbedaan idul fitri. Bermacam alasan, utamanya kekhawatiran masuk pada perbuatan haram bila puasa pada saat orang lain beridul fitri atau berbuka saat idul fitri pada saat orang lain masih puasa.Sementara masyarakat yang bukan anggota ormas tertentu juga terkesan kecewa dengan keputusan ormas-ormas Islam yang berbeda-beda.

Al Faqir mencoba ingin menjernihkan masalah ini, termasuk keinginan sebagian kalangan untuk menghapus peran pemerintah dalam penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Misalnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah meminta agar pemerintah tidak perlu ikut menentukan Idul Fitri, tetapi hanya menetapkan hari libur . Alasannya, kalau pemerintah ikut menentukan, kesannya ada yang dipegang dan ada yang dikesampingkan. Tetapi kehendak untuk menghapus peran pemerintah juga menimbulkan ada kesan ada ormas yang ingin membiarkan masyarakat sendiri yang mengatasi perbedaan. Padahal masyarakat umumnya risau dengan adanya perbedaan, sehingga meminta pemimpin ummat untuk menyelesaikannya.

Sumber Perbedaan
Ternjadinya perbedaan Idul Fitri sudah jelas karena Metode yang berbeda dalam pengambilan keputusan yakni dengan metode Hisab (Muhammadiyah dan Persis), Kedua ormas Islam ini mendasarkan keputusannya pada hasil hisab (perhitungan astronomi). Namun yang perlu disadari bersama, keputusan Muhammadiyah menentukan Idul Fitri jatuh pada 30 Agusutus  bukan semata-mata hasil hisab. PP Persatuan Islam (PERSIS) juga mendasarkan pada hisab, tetapi memutuskan idul fitri jatuh pada 30 Agustus 2011. Hasil hitungannya sama, hanya karena kriteria yang berbeda kesimpulannya berbeda.

Di kalangan Nahdhatul Ulama (NU) yang mendasarkan pada rukyatul hilal (pengamatan hilal, bulan sabit pertama) juga mulai tampak potensi perbedaan. Tetapi ini justru bersumber dari perbedaan hasil hisab mereka. PW NU Jawa Timur menyatakan hasil hisab mereka dengan sistem Ittifaq Dzatil Bainy menyatakan ketinggian hilal 2 derajat lebih. Sistem hisab tersebut tampaknya tergolong sistem hisab taqribi (pendekatan, aproksimasi). Hasil hisab kalangan NU yang menggunakan sistem hisab haqiqi (posisi sesungguhnya) justru menghasilkan hasil hisab yang mirip dengan hasil ahli hisab Muhamamdiyah dan PERSIS, bahwa bulan ketinggiannya pada saat maghrib masih kurang dari 1 derajat sehingga tidak mungkin dapat dirukyat. Perbedaan hasil hisab ini tampaknya akan berpengaruh pada hasil rukyat, ada yang menerima kesaksian rukyat dan mungkin ada yang menolaknya.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Analisis Visibilitas Hilal

Abstrak. Perbedaan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha di Indonesia kini sudah semakin jelas bukan disebabkan oleh perbedaan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan), tetapi oleh perbedaan kriteria. Saat ini sudah ada kesadaran untuk menyamakan kriteria di antara ormas-ormas Islam. Untuk itu kajian ilmiah perlu dilakukan untuk memberikan masukan alternatif kriteria yang nantinya perlu dikaji untuk dipilih menjadi kriteria tunggal yang disepakati. Makalah ini membahas beberapa alternatif kriteria berdasarkan analisis data rukyat di Indonesia dan internasional. Kriteria harus memperhatikan dalil-dalil syar’i yang disepakati para ulama serta didasarkan pada kemudahan aplikasinya dan kompatibilitas hisab – rukyat sehingga hisab dan rukyat bisa benar-benar setara dalam pengambilan keputusan dalam sidang itsbat. Berdasarkan analisis yang dibahas makalah ini diusulkan ”Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia” sebagai berikut: Jarak sudut bulan-matahari > 6,4o dan beda tinggi bulan-matahari > 4o.
Kata kunci: Kriteria visibilitas hilal, Hisab-Rukyat, Kriteria Hisab-Rukyat Indonesia

1. Pendahuluan
Persoalan perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha telah menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah. Walau saat ini perbedaan hari raya tidak menimbulkan masalah serius, tetapi masalah tersebut selalu menimbulkan ketidaktentraman di masyarakat. Jika tidak segera diatasi itu berpotensi berdampak pada gangguan ekonomi dan sosial, karena menyangkut aktivitas massal dalam skala luas. Satu sisi kemajuan teknologi informasi membantu menyebarkan informasi ke seluruh penjuru dunia, pada sisi lain teknologi itu juga dengan cepat menyebarkan keresahan ketika terjadi perbedaan penetapan.

Perkembangan pemahaman astronomi kini telah memasuki semua lapisan masyarakat, termasuk juga ormas-ormnas Islam yang memanfaatkannya untuk penentuan awal bulan Islam, khususnya terkiat dengan penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Momentum ini sangat baik untuk digunakan dalam upaya mencari solusi perbedaan hari raya. Perdebatan dalil syar’i (hukum agama) antarormas atau kelompok masyarakat yang selama ini mendikhotomikan rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan) cenderung tak terselesaikan karena masing-maisng menganggap dalil yang diyakininya yang paling shahih dan kuat. Perdebatan semacam itu sudah saatnya diakhiri dan cukup dijadikan khazanah keberagaman pemikiran hukum. Sebaliknya, pemahaman astronomi yang semakin luas perlu terus dibangun untuk mencari titik temu antarormas tanpa mempermasalahkan perbedaan rujukan dalil syar’i.

Dengan pemahaman astronomi yang lebih baik, hisab dan rukyat tidak perlu dipertentangkan lagi, karena keduanya saling melengkapi. Hanya persoalannya adalah cara mempersatukan hisab dan ruyat tersebut.  Secara astronomi  hisab dan rukyat mudah dipersatukan dengan menggunakan kriteria visibilitas hilal (ketampakan bulan sabit pertama) atau imkanur rukyat (kemungkinan bisa dilihat). Kriteria itu didasarkan pada hasil rukyat jangka panjang yang dihitung secara hisab, sehingga dua pendapat hisab dan rukyat dapat terakomodasi. Kriteria itu digunakan untuk menghindari rukyat yang meragukan dan digunakan untuk penentuan awal bulan berdasarkan hisab. Dengan demikian diharapkan hasil hisab dan rukyat akan selalu seragam. Makalah ini mengkaji berbagai kriteria visibilitas hilal di Indonesia dan internasional untuk digunakan sebagai dasar penyusunan kriteria tunggal hisab rukyat di Indonesia.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Kalender Islam Pemersatu Ummat

Sistem kalender yang mapan mensyaratkan tiga hal:
  1. Ada batasan wilayah keberlakukan (nasional atau global).
  2. Ada otoritas tunggal yang menetapkannya.
  3. Ada kriteria yang disepakati
Saat ini syarat pertama dan ke dua secara umum sudah tercapai. Batasan wilayah hukum Indonesia telah disepakati oleh sebagian besar ummat Islam Indonesia, walau ada sebagian yang menghendaki wilayah global. Menteri Agama secara umum pun bisa diterima sebagai otoritas tunggal yang menetapkan kalender Islam Indonesia dengan dilengkapi mekanisme sidang itsbat untuk penetapan awal Ramadhan dan hari raya. Sayangnya, syarat ketiga belum tercapai. Saat ini masing-masing ormas Islam masih mempunyai kriteria sendiri, walau saat ini mulai ada semangat untuk mencari titik temu.
Seandainya kriteria yang saat ini berlaku (wujudul hilal dan ketinggian minmal 2 derajat) tetap menjadi acuan Ormas-ormas Islam, maka potensi perbedaan akan terus terjadi pada tahun-tahun mendatang:
  1. Idul Adha 1431/2010 berpotensi terjadi perbedaan karena tinggi bulan hanya sekitar 1,7o.
  2. Idul Fitri 1432/2011 berpotensi terjadi perbedaan karena tinggi bulan hanya sekitar 2o.
  3. Awal Ramadhan 1433/2012 dan 1434/2013 berpotensi terjadi perbedaan karena tinggi bulan hanya sekitar 2o dan 0,7o.
  4. Awal Ramadhan dan Idul Fitri 1434/2014 berpotensi terjadi perbedaan karena tinggi bulan hanya sekitar 0,8o.
Sekarang saatnya kita semua terbuka dan berupaya mewujudkan kalender Islam yang mapan dan mempersatukan ummat. Kriteria Hisab Rukyat Indonesia baru perlu diusulkan berdasarkan data rukyat Indonesia yang didukung oleh kriteria astronomi internasional dengan berdasarkan pertimbangan faktor pengganggu utama yaitu kontras cahaya di sekitar matahari dan cahaya senja di atas ufuk. Kriteria baru yang diusulkan dan cukup sederhana adalah sebagai berikut:
Jarak bulan-matahari > 6,4o dan beda tinggi bulan-matahari > 4o

Dengan ketentuan:
  1. Seandainya ada kesaksian rukyat yang meragukan, di bawah kritria tersebut, maka kesaksian tersebut harus ditolak.
  2. Bila ada kesaksian rukyat yang meyakinkan (lebih dari satu tempat dan tidak ada objek yang menggangu atau ada rekaman citranya), maka kesaksian harus diterima dan menjadi bahan untuk mengoreksi kriteria hisab rukyat yang baru.
  3. Bila tidak ada kesaksian rukyatul hilal karena mendung,  padahal bulan telah memenuhi kriteria, maka data tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan, karena kriteria hisab rukyat telah didasarkan pada data rukyat terdahulu (berarti tidak mengabaikan rukyat).


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Kepastian Kalender Hijriyah

Ada pertanyaan menarik, mungkinkah kalender hijriyyah digunakan untuk kepentingan transaksi, sebagaimana kalender masehi? Saya jawab mungkin kalau 3 prasyarat kalender mapan terpenuhi. Kalender Masehi perlu waktu 19 abad menuju kemapanan. Kalender Hijriyah baru 14 abad.
Sistem kalender yang mapan mensyaratkan tiga hal:
  1. Ada otoritas (penguasa) tunggal yang menetapkannya.
  2. Ada kriteria yang disepakati
  3. Ada batasan wilayah keberlakukan (nasional atau global).
Kita lihat sejarah panjang kelender Masehi . Selalu ada otoritas yang menetapkan, termasuk kriterianya. Wilayah keberlakuannya tentu saja sebatas wilayah kekaisaran atau wilayah pengaruh otoritas yang berkuasa. Perhatikan, sistem kalender bergantung pada kriteria.

Dasar kalender Masehi ditetapkan pada 46 SM (sebelum Masehi) oleh Kaisar Julius dengan penasihatnya astronom Sosigense. Ada 3 kriteria yang ditetapkan. Pertama, vernal equinox (awal musim semi, saat malam dan siang sama panjangnya) ditetapkan 25 Maret dengan menjadikan tahun 46 SM lebih panjang 85 hari. Kedua, awal tahun ditetapkan 1 Januari 45 SM. Ke tiga, menetapkan jumlah hari dalam satu tahun 365 hari, kecuali setiap tahun ke empat menjadi tahun kabisat dengan penambahan hari pada bulan Februari. Ketika diketahui ada pergeseran vernal equinox, kriterianya diubah pada 325 M. Vernal equinox ditetapkan menjadi 21 Maret.

Namun ketidakakuratan kriteria menyebabkan vernal equinox terus bergeser.  Pada 1582 vernal equinox sudah bergeser menjadi 11 Maret. Atas saran astronom pula, Paus Gregorius sebagai otoritas tunggal saat itu dalam penetapan kalender mengubah lagi kriteria kalender. Pertama, mengembalikan vernal equinox pada 21 Maret dengan cara menghilangkan 10 hari dari tahun 1582 dengan menetapkan hari Kamis 4 Oktober langsung menjadi hari Jumat 15 Oktober.  Ke dua, rata-rata satu tahun ditetapkan 365,2425 hari. Caranya, tahun kabisat didefinisikan sebagai tahun yang bilangannya habis dibagi empat, kecuali untuk tahun yang angkanya kelipatan 100 harus habis dibagi 400. Dengan aturan tersebut tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan lagi dianggap sebagai tahun kabisat. Tahun 2000 adalah tahun kabisat.

Sampai hampir dua abad berikutnya wilayah keberlakuan kalender Masehi dengan kriteria baru masih terbatas hanya di wilayah pengaruh Katolik. Inggris baru menerapkannya pada 1752 dengan melakukan lompatan 2 September langsung menjadi 14 September 1752. Sempat terjadi kekacauan di masyarakat saat itu. Jadi, jangan dikira kalender Masehi mulus-mulus saja dalam penerapannya. Sampai awal abad 20 masih ada beberapa negara yang belum menerapkannya, misalnya Rusia baru menerapkan pada 1923. Walau pun demikian, syarat ketiga tentang batas keberlakuan kalender Masehi berhasil ditetapkan dengan kesepakatan garis tanggal internasional pada Oktober 1884. 

Bayangkan, kalender Masehi sampai 19 abad untuk mencapai kemapanan yang bersifat global. Kalender Hijriyah yang baru menapak 14 abad wajar belum mencapai kemapanan sehingga belum bisa dijadikan sistem kalender yang memberi kepastian untuk urusan pemerintahan dan bisnis. Namun, upaya menuju kemapanan seperti itu terus dilakukan. Jangan terlalu jauh dulu mencita-citakan kalender hijriyah global. Mulailah dari yang sudah ada di depan mata kita, kalender hijriyah nasional. Dari 3 prasyarat, sudah ada 2 prasyarat yang terpenuhi, yaitu adanya otoritas tunggal (yaitu Menteri Agama) dan adanya batas wilayah keberlakukan (yaitu wilayah hukum Indonesia). Tinggal selangkah lagi, mengupayakan kesepakatan kriteria..

Kalau kita berhasil mencapai kesepakatan kriteria hisab rukyat nasional, maka kita akan mempunyai kalender hijriyah yang memberikan kepastian. ”Kepastian” adalah kunci menjadikan sistem kalender terpakai dalam urusan yang lebih luas, bukan hanya ibadah. Dokumen resmi kenegaraan dan transaksi bisnis pun dalam dilakukan dengan sistem kalender itu. Kalender Hijriyah akan setara dengan kalender Masehi dalam memberikan kepastian.

Mari kita perluas mimpi kita. Kalau kita berhasil menjadikan kalender Hijriyah mapan di Indonesia dengan 3 prasyarat terpenuhi, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, kita bisa menjadikannya sebagai prototipe sistem kalender Hijriyah yang mapan. Insya-allah, kita dapat menyepakati kriteria yang bersifat global yang ditetapkan oleh suatu otoritas kolektif negara-negara Islam. Batas wilayahnya bukanlah batas wilayah tetap (seperti Garis Tanggal Internasional), tetapi batas wilayah yang dinamis sesuai dengan kemungkinan terlihatnya hilal. Itu mudah ditetapkan berdasarkan kriteria yang disepakati. Saya kira sebelum melewati tahun 1500 H kalender Hijriyah global yang mapan bisa kita wujudkan. Insya-allah.

Said.
Ketua IPNU Jakarta Pusat


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Astronomi sebagai isyarat Hisab dan Ru'yat

Diskusi soal penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah seringkali terfokus pada pemaknaan rukyat dan pengambilan dalil dari banyak hadits. Minim sekali pengambilan dalil dari Al-Quran dalam hal operasionalisasi penentuan awal bulan tersebut, karena memang Al-Quran tidak secara eksplisit mengungkapkan tata caranya seperti dalam hadits. Ya, kalau sekadar menggunakan ilmu tafsir yang selama ini digunakan oleh para ulama, kita sulit menemukan isyarat operasionalisasi penentuan awal bulan qamariyah di dalam Al-Quran.Tetapi, marilah kita gunakan alat bantu astronomi untuk memahami ayat-ayat Allah di dalam Al-Quran dan di alam. Kita akan mendapatkan isyarat yang jelas dan lengkap tata cara penentuan awal bulan itu di dalam Al-Quran. Memang bukan pada satu rangkaian ayat, tetapi dalam kaidah memahami Al-Quran, satu ayat Al-Quran bisa dijelaskan dengan ayat-ayat lainnya.

Dengan pemahaman astronomi yang baik, kita bisa menemukan isyarat yang runtut dan jelas soal penentuan awal bulan qamariyahm khususnya awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhjjah. Berikut ini ayat-ayat pokok yang menuntun menemukan isyarat itu yang dipandu pemahaman ayat-ayat kauniyah dengan astronomi:

1. Kapan kita diwajibkan berpuasa? Allah memerintahkan bila menyaksikan syahru (month, bulan kalender) Ramadhan berpuasalah.

 



Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang salah). Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (datangnya) bulan (Ramadhan) itu maka berpuasalah. (QS 2:185)

Lalu bagaimana menentukan datangnya bulan (syahru) tersebut? Al-Quran tidak secara langsung menjelaskannya. Tetapi beberapa ayat berikut menuntun menguak isyarat yang jelas tata cara penentuan syahru tersebut, dengan dipandu pemahaman astronomi akan ayat-ayat kauniyah tentang perilaku bulan dan matahari.
2. Apa sih batasan syahru itu? Syahru itu hanya ada 12, demikian ketentuan Allah. Secara astronomi, 12 bulan adalah satu tahun.


 


Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (QS 9:36).

3. Lalu bagaimana menentukan masing-masing syahru dalam satu tahun? Bilangan tahun diketahui dari keberulangan tempat kedudukan bulan di orbitnya (manzilah-manzilah), yaitu 12 kali siklus fase bulan. Keteraturan keberulangan manzilah-manzilah itu yang digunakan untuk perhitungan tahun, setelah 12 kali berulang. Dengan demikian, kita pun bisa menghitungnya.


 



Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat kedudukan bulan), supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan haq (benar). Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 5:5).

4. Lalu, apa tanda-tanda manzilah-manzilah yang mudah dikenali manusia? Manzilah-manzilah ditandai dengan perubahan bentuk-bentuk bulan, dari bentuk sabit makin membesar menjadi purnama sampai kembali lagi menjadi bentuk sabit menyerupai lengkungan tipis pelepah kurma yang tua.


 
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia seperti pelapah yang tua. (QS 36:39).

5. Lalu, manzilah yang mana yang bisa dijadikan awal syahru? Manzilah awal adalah hilal, bentuk sabit tipis. Itulah sebagai penentu waktu (mawaqit) awal bulan, karena tandanya jelas setelah sebelumnya menghilang yang disebut bulan mati. Purnama walau paling terang tidak mungkin dijadikan manzilah awal karena tidak jelas titik awalnya. Hilal itu bukan hanya untuk awal Ramadhan (seperti disebut pada ayat-ayat sebelumnya, di QS 2:183 – 188) dan akhirnya (awal Syawal), tetapi juga untuk penentuan waktu ibadah haji pada bulan Dzulhijjah.


 
Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah penentu waktu bagi manusia dan (bagi penentuan waktu ibadah) haji. (QS 2:189).

Jadi, syahru (bulan) Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah ditentukan dengan hilal. Hilal adalah bulan sabit yang tampak, yang merupakan fenomena rukyat (observasi). Tetapi ayat-ayat tersebut juga tegas menyatakan bahwa manzilah-manzilah (termasuk manzilah awal, yaitu hilal) bisa dihitung (hisab). Jadi, rukyat dan hisab setara, bisa saling menggantikan atau saling melengkapi. Tanda-tanda awal bulan yang berupa hilal bisa dilihat dengan mata (rukyat) dan bisa juga dihitung (hisab) berdasarkan rumusan keteraturan fase-fase bulan dan data-data rukyat sebelumnya tentang kemungkinan hilal bisa dirukyat. Data kemungkinan hilal bisa dirukyat itu yang dikenal sebagai kriteria imkanur rukyat atau visibilitas hilal.
Apakah ada alternatif lain menentukan awal bulan, yaitu sekadar hisab bulan wujud di atas ufuk (wujudul hilal)? Saya tidak menemukan ayat yang tegas yang dapat menjelaskan soal wujudul hilal tersebut. Ada yang berpendapat isyarat wujudul hilal itu ada di dalam QS 36:40.


 
Tidaklah mungkin matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS 36:40).
Logikanya, tidak mungkin matahari mengejar bulan. Tetapi mereka berpendapat ada saatnya matahari mendahului bulan, yaitu matahari terbenam terlebih dahulu daripada bulan, sehingga bulan telah wujud ketika malam mendahului siang (saat maghrib). Saat mulai wujud itulah yang dianggap awal bulan. Tetapi itu kontradiktif. Tidak mungkin mengejar, tetapi kok bisa mendahului. Logika seperti itu terkesan mengada-ada.
Ayat tersebut secara astronomi tidak terkait dengan wujudul hilal, karena pada akhir ayat ditegaskan “masing-masing beredar pada garis edarnya”. Ayat tersebut menjelaskan kondisi fisik sistem bumi, bulan, dan matahari. Walau matahari dan bulan tampak sama-sama di langit, sesungguhnya orbitnya berbeda. Bulan mengorbit bumi, sedangkan Matahari mengorbit pusat galaksi. Orbit yang berbeda itu yang menjelaskan “tidak mungkin matahari mengejar bulan” sampai kapan pun. Malam dan siang pun silih berganti secara teratur, tidak mungkin tiba-tiba malam karena malam mendahului siang. Itu disebabkan karena keteraturan bumi berotasi sambil mengorbit matahari. Bumi juga berbeda garis edarnya dengan matahari dan bulan. Semuanya beredar (yasbahun) di ruang alam semesta, tidak ada yang diam.

Apakah penentuan awal bulan dengan menggunakan tanda-tanda pasang air laut bisa dibenarkan? Tidak benar. Pasang air laut memang dipengaruhi oleh bulan dan matahari. Pada saat bulan baru pasang air laut maksimum. Tetapi, bulan baru belum berarti terlihatnya hilal. Lagi pula, pasang maksimum yang terjadi dua kali sehari tidak memberikan kepastian untuk menentukan awal bulannya.

Ada pula kelompok yang masih menggunakan hisab (perhitungan) lama, dengan cara hisab urfi. Apakah masih dibenarkan? Hisab urfi adalah cara hisab yang paling sederhana ketika ilmu hisab belum berkembang. Caranya, setiap bulan berselang-seling 30 dan 29 hari. Bulan ganjil selalu 30 hari. Jadi Ramadhan selalu 30 hari. Belum tentu awal bulan menurut hisab urfi bersesuaian dengan terlihatnya hilal. Jadi, hisab urfi semestinya tidak digunakan lagi.

*Said

Ketua IPNU Jakarta Pusat


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Prediksi Syawal 1432 H (Kemungkinan berbeda)

Minggu, Agustus 07, 2011


Analisis garis tanggal awal Ramadhan dan Syawal 1432 (gambar dari Taqwim Standar Kementerian Agama RI ) dapat memberi gambaran prakiraan awal Ramadhan dan Syawal di Indonesia dan seluruh dunia. Di Indonesia, informasi ini kita gunakan sebagai bahan untuk persiapan. Kepastiannya kita tunggu saja keputusan sidang itsbat di Kementerian Agama.

Awal Ramadhan jatuh pada 1 Agustus 2011 karena pada akhir Sya’ban tinggi bulan di Indonesia sekitar 7 derajat, cukup tinggi untuk bisa diamati. Sedangkan awal Syawal (Idul Fitri) 1432 kemungkinan akan terjadi perbedaan karena perbedaan kriteria yang digunakan pada saat posisi bulan cukup rendah. Tinggi bulan saat maghrib  di wilayah Indonesia sekitar 2 derajat atau kurang. Berdasarkan kriteria wujudul hilal, Muhammadiyah menentukan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011. Sedangkan NU yang Berdasarkan kriteria imkan rukyat (kemungkinan terlihatnya bulan sabit) dan kemungkinan sulitnya mengamati hilal yang sangat rendah, kemungkinan besar Idul Fitri akan jatuh pada 31 Agustus 2011.


Berikut hasil hitungan hisab al-faqir secara sederhana dengan menggunakan metode yang dipelajari dalam kitab Fathu Rauful Mannan  dan Sulamunnaroin.



NU tentu saja masih menunggu hasil melihal hilal (Ru'yatul Hilal) yang akan di lakukan di beberapa titik baru mereka mengeluarkan fatwa untuk 1 syawal. Alhamdulilah kalau Muhammadiyah dan NU penetapan 1 syawal 1432 Hijrah secara bersamaan alangkah indahya dan enakya, tetapi bila hasil penglihatan hilal yang di lakukan di beberapa titik dan hasil nya harus berbeda maka kita juga harus menerima perbedaan itu karena antara Muhammadiyah dan NU berbeda cara untuk menentukan tanggal 1 Ramadhan dan 1 syawal  1432 Hijrah.

Pihak Muhammadiyah secara resmi telah mengumumkan tanggal 1 Syawal 1432 H jatuh pada tanggal 30 Agustus 2011 dengan menggunakan ilmu Hisab , sedangkan bagi warga NU menentukan 1 Ramadhan dan 1 Syawal dengan cara melihat hilal yang di lakukan 1 hari sebelum 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang di tentukan oleh pemerintah dan yang terlihat di kalender pemerintah karena pemerintah menggunakan hitungan bulan ramadhan adalah 30 hari. Maka dari itu warga NU sampe sekarang belum tahu kapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal karena itu NU belum mengeluarkan fatwa, mereka masih menunggu hasil penglihatan hilal yang di lakukan  pada tanggal 29 Agustus 2011 nanti.

Untuk melihat hilal warga NU sudah menyiapkan 14 titik termasuk di bintang Bosccha Bandung hanya digunakan untuk penyuluhan dan display streaming pada saat pengamatan hilal. Tim Bosscha sendiri telah mempersiapkan sejumlah orang untuk di tempatkan di sejumlah titik-titik yang dinilai bisa digunakan untuk hilal bersama, dengan beberapa pengamatan diantaranya menggunakan bantuan peralatan berteknologi tinggi.



*Said
Mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Attahiriyah Jakarta


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
 

Facebook Gue